Tuesday 30 September 2008

KRISIS KEUANGAN AMERIKA


Ketika tulisan ini dibuat lembaga legislatif Amerika baru saja menolak permintaan pemerintah untuk mengeluarkan dana talangan (bailout) bagi sektor keuangan Amerika yang tengah mengalami krisis senilai $700 miliar. Terlepas dari efektif tidaknya program talangan sektor keuangan, (sebelumnya pemerintah AS telah mengeluarkan talangan sekitar $300 miliar) jumlah yang sangat besar tersebut mencerminkan betapa seriusnya masalah sektor keuangan yang dihadapi Amerika yang dampaknya mengancam seluruh dunia.

Beberapa pakar ekonomi sudah sering memperingatkan bahaya sistem ekonomi global saat ini yang disebut bubble economic (ekonomi busa), yaitu perekonomian yang tidak mencerminkan kondisi riel sebenarnya. Perekonomian ini tercipta karena penciptaan
uang kertas (uang kertas cetakan bank sentral, deposito, giro/chek, devisa, saham, obligasi, sertifikat dan surat berharga lain yang merupakan derivasi atau turunan dari asset riel) yang tidak terkontrol dan transaksi-transaksi derivatif bermotif spekulasi. Akibatnya perdagangan sektor keuangan jauh lebih tinggi nilainya dari produksi barang dan jasa sehingga setiap saat perekonomian terancam oleh krisis. Saat itu terjadi saat sebagian pelaku transaksi derivatif bosan dengan angka-angka keuntungan yang diperolehnya dan bermaksud menukarkan uang kertas yang dimilikinya dengan barang jasa, atau saat kewajiban pembayaran kewajiban sebagian pelaku transaksi derivatif telah jatuh tempo sementara neraca pembayaran sebagian besar perusahaan dalam keadaan negatif.

Sekedar informasi nilai produksi riel barang dan jasa global saat ini adalah sekitar $40-50 triliun sementara nilai perdagangan derivatif mencapai ratusan triliun dollar, perbandingan yang sangat timpang.

Hal ini pula yang yang terjadi di Amerika. Sebagian besar pelaku pasar uang mengalami kerugian (meski sebagian lainnya mengalami keuntungan berlipat ganda) yang mengancam likuiditas perusahaan sehingga membutuhkan campur tangan pemerintah melalui bantuan likuiditas atau dana talangan. Pilihan lainnya seperti Lehman Brothers adalah mempailitkan diri untuk menghindari kewajiban pembayaran kepada pihak ketiga.
Pemerintah berdalih melakukan campur tangan (bertentangan dengan prinsip ekonomi bebas yang didengung-dengungkan selama ini) demi menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi hak-hak warganegaranya yang terancam kerugian akibat krisi. Hal itu terlepas dari anggapan negatif dipandang dari aspek keadilan sosial yang menganggap pemerintah tidak seharusnya menanggung kerugian perusahaan multifinansial senilai ratusan miliar dolar sementara program sosial untuk masyarakat seperti kesehatan dan pendidikan, terabaikan. Apalagi mengingat bahwa beban talangan pemerintah tersebut pada akhirnya harus ditanggung seluruh rakyat melalui pajak.

Hutang pemerintah Amerika sendiri telah mencapai $9 triliun lebih. Ditambah defisit belanja pemerintah tahun ini yang mencapai $400 miliar dan defisit neraca pembayaran yang mencapai $700 miliar yang harus dibiayai pemerintah melalui dana pinjaman, plus dana talangan sektor keuangan yang ditanggung pemerintah maka hutang pemerintah yang otomatis juga hutang seluruh rakyat Amerika, semakin melambung saja.
Ingat bahwa dana talangan yang dikeluarkan pemerintah sebenarnya bukan keluar dari kantong pemerintah melainkan didapat dari penjualan obligasi (surat hutang) karena pemerintah tidak lagi mempunyai uang.

Sebenarnya berapa parah krisis sektor keuangan Amerika dan berapa besar dana talangan yang diperlukan untuk menyelamatkannya? Hal in masih menjadi kontroversi. Namun menarik melihat sebuah analisis dari Marc Faber, seorang pakar dan praktisi pasar uang asal Swiss sebagaimana dikutip televisi pasar uang terkenal Bloomberg menanggapi krisis keuangan Amerika baru-baru ini. Menurut Faber, dana talangan yang dibutuhkan mencapai $5 triliun, beberapa kali lipat dana talangan yang diajukan pemerintah Amerika.

“$700 miliar (dana talangan yang diajukan pemerintah ke legislatif) tidak ada artinya. Pemerintah asal tebak saja, padahal sesungguhnya dana yang dibutuhkan mencapai $5 triliun,” kata Faber dalam wawancaranya dengan Bloomberg.
Sampai saat ini rakyat Amerika masih bisa bernafas karena pemerintah masih bisa mendapatkan dana pinjaman luar negeri untuk menjalankan roda pemerintahan: membayar gaji pegawai, membayar pemeliharaan infrastuktur, membayar biaya kesehatan dan pendidikan, membayar biaya riset, membayar hutang dll. Namun sampai kapan investor asing percaya dana pinjaman yang mereka berikan akan kembali? Pada saat ketidakpercayaan muncul, apalagi mengingat dolar semakin menurun nilainya dibanding mata uang lain, maka ambruklah Amerika dimulai dengan ambruknya ekonominya.
Sementara itu ekonom Nouriel Roubini dalam blog-nya mengeluhkan tidak adanya ekonom profesional independen yang dilibatkan pemerintah maupun lembaga legislatif dalam pembahasan krisis keuangan Amerika.

"Kebijakan pemerintah sangat menyedihkan, menalangi para bankir, pemilik modal, dan investor yang menimbulkan dampak kecil bagi masyarakat, mengurangi kesempatan kepemilikan rumah, dan pada akhirnya membebani masyarakat pembayar pajak. Sementara kebijakan itu sendiri tidak berarti apa-apa untuk mengatasi krisis ekonomi yang mendekati keruntuhan,” kata Roubini.

Roubini benar. Keadilan macam apa dimana rakyat miskin harus memberi subsidi orang-orang kaya pemilik modal seperti rakyat Indonesia yang harus mensubsidi para pengemplang dana BLBI yang cicilannya mencapai 30 triliun setahun. Padahal dana itu bisa mengentaskan jutaan rakyat Indonesia dari kemiskinan yang tengah melanda negeri ini.

Puluhan ekonomi sebagaimana ribuan rakyat Amerika telah menyatakan penentangannya atas rencana pemberian talangan oleh pemerintah. Mungkin itu menjadi faktor penolakan Congress (lembag legislatif Amerika) terhadap rencana bailout tersebut.

Kudeta Para Bankir
Lalu apa sebenarnya di balik rencana pemberian talangan tersebut? Perlu diketahui bahwa kebijakan bailout tersebut dirancang oleh Menteri Keuangan Paulson dan Gubernur Bank Sentral (The Fed) Bernanke. Keduanya adalah anak didik para banker dilihat dari track record mereka yang mengawali karier sebagai pegawai bank swasta.

Kebijakan tersebut sudah direncanakan matang-matang oleh para bankir yang dibantu para birokrat binaan mereka seperti Paulson dan Bernanke. Dimulai dengan menguras dana likuiditas bank untuk menghentikan kredit sehingga memicu kepanikan pasar saham. Dengan kondisi ini mereka percaya Congress tanpa banyak pertanyaan akan menyetujui bailout yang diajukan pemerintah. Ini semacam pemerasan.
“Saya curiga fenomena kredit macet merupakan strategi para pemain pasar uang untuk mendapatkan keutungan gratis dari bailout,” kata David K. Levine, ekonom dari Washington University.

Kecurigaan adanya rekayasa untuk pemerasan dikuatkan oleh analisis seorang pakar pasar uang Karl Denninger yang mengatakan: ”Ini adalah krisis yang oleh sengaja diciptakan oleh Bank Sentral, Menteri Keuangant dan lembaga pemerintahan lain.”
Bagi mereka yang konsern dengan teori konspirasi tidak heran dengan fenomena ini. Ekonomi dunia memang sengaja dirancang berdasarkan motif spekulasi sehingga kekayaan global dapat dipermainkan untuk tetap menjadi milik para pemilik modal. Tanpa spekulasi maka seluruh sektor ekonomi akan tumbuh dan masyarakat dunia dapat menikmati kesejahtaraan melalui kekayaan yang terkumpul dari pertumbuhan ekonomi. Namun para konspirator tidak menghendaki hal ini. Mereka menginginkan semua kekayaan menjadi milik mereka.

Semua itu tertulis jelas di dokumen Protocol Zion yang terkenal selain bebeapa pelajaran pahit yang terjadi di masa lalu berkaitan denagn krisis ekonomi global, seperti peristiwa Depresi Besar tahun 1929-1930-an. Namun entah mengapa masyarakat dunia tidak mau belajar.

Keterangan foto: Menteri Keuangan Paulson (kiri) dan Gubernur Bank Sentral Bernanke (kanan)

Monday 29 September 2008

HOMONISASI



Kenal Musdah Mulia? Wanita yang mengaku penganut paham Islam Liberal itu? Banyak hal kontroversial yang pernah ia ungkapkan, di antaranya menyusun hukum Islam baru yang menentang dalil-dalil Al Qur’an. Sosok yang gencar menyuarakan penolakan atas RUU anti pornografi itu pernah membuat pernyataan kontroversial yaitu bahwa homoseksual adalah sesuatu yang wajar dan “diridhoi Allah” (masya Allah!!!).

Tunggu dulu, ia hanyalah frontliner, alias tukang omong yang dibayar murah (tidak sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan yang dimilikinya) oleh sebuah gerakan global homonisasi, yaitu gerakan yang menganjurkan manusia untuk menerima homoseksual sebagai sebuah kewajaran yang tidak perlu dipersoalkan. Gerakan itu merupakan sebuah bagian kecil dari gerakan yang lebih besar lagi yang tujuannya menghancurkan tata dunia global: (sosial, ekonomi, politik, budaya, agama) untuk digantikan tata dunia baru (New World Order) dimana sekelompok kecil etnis (Yahudi) menjadi pimpinannya, dan yang lain menjadi pelayan.

Gerakan itu kini berusaha menghancurkan nilai-nilai Islam, setelah nilai-nilai agama lainnya, termasuk Kristen, berhasil dihancurkan. Penghancuran nilai-nilai Islam kini menjadi misi terakhir Yahudi sebelum berhasil mencapai misi akhirnya.
Tulisan ini menyingkap satu aspek dari gerakan homonisasi yang terjadi di Amerika berdasarkan tulisan pendeta Red Pike “ADL Expands Pro-Gay Education For Teachers” di blog INCOGMAN Agustus lalu. Tulisan tersebut adalah mengenai program ADL mensosialisasikan homoseksual di kalangan pelajar.

Anti Demafation League adalah organisasi orang-orang Yahudi yang memperjuangkan nilai-nilai Yahudi dan penghancuran nilai-nilai non-Yahudi di Amerika. Organisasi ini berhasil menghapuskan ritual doa bersama secara Kristen di sekolah-sekolah Amerika, menetapkan hari Sabath (Sabtu, hari suci kaum Yahudi) sebagai libur nasional, melarang simbol-simbol Kristen di sekolah-sekolah dan kantor-kantor pemerintah, dan melarang Presiden Amerika disumpah dengan kitab Injil Perjanjian Baru karena Yahudi tidak mengakuinya sebagai kitab suci. Namun di sisi lain secara kontroversi ADL berhasil memaksa pemerintah Amerika menerima pembangunan menorah (simbol agama Yahudi) raksasa di depan Gedung Putih. Organisasi ini juga berhasil memaksakan Hate Crimes Law, yaitu UU yang melarang orang mengekspresikan ketidak senangannya kepada Yahudi dan homoseksual dengan ancaman hukuman badan bari pelanggarnya).

ADL kini tengah menggencarkan gerakan homonisasi di sekolah-sekolah Amerika melalui program bernama “World of Difference”. Melalui program ini sampai saat ini ada 375.000 guru sekolah dan 12 juta siswa sekolah yang menerima indoktrinasi tentang kewajaran homoseksual. Program-program sejenis yang dilakukan ADL adalah “Making Diversity Count” dan “No Place for Hate”. Program terakhir adalah mengkampanyekan homoseksual di rumah-rumah dengan menganjurkan orang tua untuk menerima anaknya yang cenderung homo, menganjurkan orang tua menerima orang homo bertamu di rumah.

Akibat kampanye homonisasi dan Hate Crimes Law itu kini pelan tapi pasti Amerika berubah menjadi seperti Sodom dan Gomorroh. Setidaknya di sebuah sudut kota San Francisco setiap tahun diadakan sebuah festival homo dimana ribuan kaum homo berkumpul untuk berpesta dan melakukan aktivitas seksualnya secara terbuka di siang hari. Aktivitas seperti ini mulai merambah ke kota-kota lain di Amerika. Dengan didukung para pendidik terkenal program “Making Diversity Count” memberikan kursus 15 jam bagi para guru untuk menerima homoseksualitas di lingkungan sekolah.

Tragisnya tidak ada penolakan sedikit pun di kalangan guru di Amerika terhadap gerakan itu karena kuatnya pengaruh indoktrinasi istilah anti-semit di Amerika dimana seseorang yang mendapat predikat anti-semit (anti Yahudi) akan mendapatkan masalah besar berkepanjangan dalam karier dan kehidupan sosialnya.

Sementara itu gerakan homonisasi di Indonesia selain dilakukan oleh orang-orang seperti Musdah Mulia (saat ini) juga dilakukan oleh televisi-televisi swasta, terutama Trans TV dan Trans 7 yang sering menampilkan homo sebagai bintang acara seperti Dorce, Olga, Ruben, dll.

Keterangan gambar: Suasana festival homo di Kota San Francisco Amerika yang dilaksanakan setiap tgl 23 Juli. Anda mungkin tidak percaya sebagian dari orang-orang galam gambar di atas tengah melakukan aktivitas seks secara terbuka di tengah keramaian di siang bolong. (Mohon ma'af gambar di atas sebenarnya kurang baik. Namun demi penyadaran masyarakat gambar itu sengaja kami tampilkan)

Saturday 27 September 2008

Pemimpin Sempurna Negeri Penjahat


Bulan ini negara Israel mempunyai pemimpin baru, Perdana Menteri Tzipi Livni. Meski berjenis kelamin wanita, namun tidak ada seorangpun di Israel yang meragukan peluangnya menduduki kursi perdana menteri. Ia adalah orang yang paling memenuhi syarat untuk menjadi pemimpin pemerintahan Israel: sebagaimana para pendahulunya, tangan Livni berlepotan darah korban aksi-aksi teroris dan spionase yang dilakukannya. Dalam urusan ini Livni bahkan lebih legitimate dibandingkan para pendahulunya karena ia adalah keturunan sepasang perintis terorisme Israel: Eitan Livni (pimpinan operasi organisasi teroris Irgun yang banyak membunuhi warga Inggris dan Arab menjelang dan setelah berdirinya negara Israel) dan Sarah Rosenberg (anggota Irgun yang pernah merampok dan meledakkan kereta api).

Eitan bersama Menachim Begin (kemudian menjadi Perdana Menteri) terlibat dalam peristiwa peledakan King David Hotel di Jerusalem, markas pasukan Inggris di Palestina, yang menyebabkan 100 tentara dan pegawai sipil Inggris plus beberapa penduduk Arab tewas. Akibat aksinya itu Eitan ditangkap dan dihukum penjara selama 15 tahun, tapi kemudian berhasil lari.

Eitan dan organisasinya juga bertanggungjawab atas peristiwa pembantaian Deir Yassin tahun 1948. Dalam peristiwa itu 250 warga Palestina, termasuk wanita dan anak-anak, tewas dibantai meski sebelumnya penduduk Deir Yassin sudah mendapat jaminan keamanan dari Israel.

Eitan dan Sarah menikah tahun 1948, tahun yang sama dengan berdirinya negara Israel. Di makam Eitan masih terdapat lambang organisasi Irgun berupa tangan memegang senapan dan peta “Erez Ysrael”, Israel Raya, yang meliputi wilayah Palestina dan Yordania.
Zippy Livni sendiri benar-benar mewarisi darah kedua orang tuanya dengan menjadi agen Mossad. Salah satu aksinya adalah meracun Abdul Rasul, seorang ilmuwan Irak yang tengah belajar teknologi nuklir di Perancis pada tahun 1983.

"Ia tergabung dalam group elit Mossad,” kata Ephraim Halevy, mantan Direktur Mossad suatu ketika tentang kiprah Livni di Mossad tahun 1980 and 1984.
Simak baik-baik, Livni dan teman-teman se-negaranya tidak memiliki moralitas sedikitpun dengan membunuh seseorang di negara asing yang berdaulat seperti Perancis, apalagi “hanya” membunuhi warga Palestina.

Tahun lalu, selaku Menteri Luar Negeri, Livni meminta agar sekitar 7.400 pengungsi Yahudi Sudan diusir dari Israel dan menyebut mereka sebagai penyusup. Livni juga bertanggung jawab atas kebijakan Israel memblokade Gaza, satu wilayah Palestina yang dikelilingi Israel dan lautan. “Kesalahan” warga Palestina yang mengakibatkan blokade tersebut hanya karena mereka memilih Hamas sebagai pemimpin mereka. Tidak peduli proses pemilu Palestina berlangsung secara demokratis dan diawasi oleh masyarakat dunia.

Friday 26 September 2008

Pelayaran Heroik Para Pembela Palestina


Suatu hari di akhir bulan Agustus 2008. Dua buah perahu kayu memulai pelayaran bersejarah yang heroik dari pelabuhan Cyprus menuju Gaza, wilayah Palestina yang tengah diblokade oleh Israel.

Pelayaran tersebut sangat bersejarah karena beberapa faktor sekaligus: bahaya yang mengancam para penumpangnya, muatan yang tidak terhingga nilainya di mata rakyat Palestina yang tengah menderita karena blokade Israel, serta dampak politik yang ditimbulkan oleh misi pelayaran tersebut bila berhasil menembus blokade Israel.
Dua perahu kayu itu memuat bantuan kemanusiaan untuk rakyat Palestina di Gaza. Kedua perahu masing-masing bernama SS Free Gaza dan SS Liberty (perahu terakhir diberi nama sesuai nama kapal perang Amerika yang diserang Israel dalam konflik Perang Enam Hari antara Israel dan Arab). Perahu dan isinya dibeli oleh sekelompok individu dari 46 negara yang peduli dengan penderitaan rakyat Palestina. Mereka menamakan kelompok mereka Free Gaza Movement.

Khawatir dengan dampak misi pelayaran tersebut Israel berupaya keras untuk mencegah kedua kapal tersebut melaksanakan misinya. Yang pertama dilakukan adalah dengan ancaman untuk menenggelamkan kedua pakal bersama penumpang dan isinya. Namun dengan pertimbangan Israel tidak mungkin berani menenggelamkan kapal sipil di tengah-tengah perhatian publik (para awak merekam setiap kejadian secara riel time dan menyiarkannya ke seluruh dunia melalui satelit), para awak kapal dan penumpangnya nekad meneruskan misinya.
Upaya kedua yang dilakukan Israel adalah dengan mengacaukan sistem komunikasi kapal di tengah-tengah pelayarannya. Namun upaya inipun gagal. Para awak kapal bahkan sempat mengadakan upacara penghormatan terhadap 34 pelaut Amerika yang tewas saat kapal USS Liberty diserang Israel tahun 1967.

Akhirnya pada tanggal 23 Agustus kedua perahu berhasil mencapai pantai Gaza dengan sambutan meriah ribuan penduduk Gaza. Menurut salah seorang penumpang, Greta Berlin, sebagaimana ditulis Pat Shannan dalam situs American Free Press 8 September lalu, sebanyak 50 perahu Palestina menyambut mereka, plus 200-ribuan penduduk Palestina yang menunggu di pantai.

Setelah membongkar muatan dan tinggal beberapa hari di Gaza, perahu kembali ke Cyprus dengan membawa 10 pelajar Palestina yang mendapat beasiswa di luar negeri namun terganjal oleh blokade Israel. Akhirnya kedua kapal berhasil kembali dengan selamat ke Cyprus tanggal 29 Agustus 2008.

Aksi heroik tesebut tentu saja sangat menyentuh hati, terutama di tengah-tengah ketidakpedulian masyarakat dunia terhadap nasib 1,4 juta warga Palestina di Gaza. Bahkan Mesir, negeri para ulama yang berbatasan dengan Gaza pun ikut memblokade Gaza karena tekanan Amerika dan Israel. Dan karena pengaruh lobby Yahudi yang menguasai media massa dunia pula maka peristiwa ini luput dari pemberitaan.

Namun keberhasilan Free Gaza Movement mendobrak blokade Gaza merupakan sebuah pertanda kemenangan dari kebenaran atas kedzaliman.

Wednesday 24 September 2008

ISLAM ABANGAN MODEL KRATON


Di tengah-tengah maraknya kontroversi rencana penetapan Undang-Undang Pornografi dan Pornoaksi (UUPP) oleh DPR bulan September 2008 ini saya dikejutkan dengan aksi penentangan UUPP oleh GKR Hemas, permaisuri Sultan Hamengkubuwono XII.

Keterkejutan saya disebabkan karena saya terlanjur menganggap beliau sebagai seorang sosok yang santun, berkepribadian dan berakhlak mulia sebagaimana sering digambarkan oleh media-media massa. Mestinya beliau menyadari bahwa aksinya tersebut sangat melukai perasaan umat Islam Indonesia khususnya khususnya umat Islam Yogya yang sangat gigih memperjuangkan ditetapkannya UUPP sebagai filter untuk mencegah aksi-aksi pornografi dan pornoaksi yang mengancam akhlak dan moral manusia Indonesia. Apalagi kalau dilihat dalam konteks politik dimana sang suami tengah mencari jalan (meski masih malu-malu) untuk tampil menjadi presiden Indonesia pada Pemilu 2009, langkah GKR Hemas dapat menghambat langkah sang suami.

Namun keterkejutanku tidak berlangsung lama mengingat bahwa Kraton sebagai pusat kekuasaan dan budaya Jawa telah tercatat lama sebagai pusat kekuatan anti perkembangan Islam sehingga Islam di tanah Jawa, khususnya di daerah-daerah dimana Kraton masih memegang kekuasaan spiritual seperti sekitar Solo-Yogya, pesisir selatan dan Jawa bagian tengah, Islam hanya tumbuh maksimal sebagai agama budaya bernuansa Hindu yang dikenal sebagai Islam Abangan.

Hal ini tampak jelas pada literatur-literatur dan karya-karya sastra Kraton yang sangat jauh dari nilai-nilai Islam dan hanya menampilkan Islam sebagai sebuah ritual budaya tanpa makna. Di sana-sini dalam literatur-literatur dan karya sastra Jawa kuno dipenuhi dengan pornografi. Mungkin Anda masih ingat cerita kasus publikasi buku sasta Jawa Darmogandhul Gatoloco tahun 1960-an yang menghebohkan Indonesia. Buku sastra Jawa berbalut pornografi yang menghinakan Islam itu diprotes keras umat Islam Indonesia hingga kemudian dilarang pemerintah. Namun tahun 2000-an lalu saya melihat buku ini diterbitkan kembali di Toko Buku Gramedia dan tidak ada protes masyarakat sama-sekali.

Buku sastra Jawa kuno lainnya yang pernah saya baca adalah Babad Sultan Agung. Dalam buku itu digambarkan bahkan seorang Sultan Agung yang dikenal sebagai raja yang paling Islami, yang menunaikan ibadah Haji dan selalu mengenakan peci, ternyata adalah penganut paham seks bebas. Kegiatannya selain bersemedi dan terbang melayang-layang keliling dunia, adalah bercengkerama dengan kekasih gelapnya, Roro Kidul.

Dalam kadar yang lebih rendah dari Darmogandhul, Babad Sultan Agung dipenuhi dengan pelecehan terhadap simbol-simbol Islam. Diceritakan dalam Babad Sultan Agung suatu hari Sultan Agung terbang ke Mekkah untuk beribadah di depan Ka’bah. Saat tiba ternyata ia tertinggal oleh jema’ah lain sehingga hanya mendapat tempat di bagian belakang. Di deretan paling depan ditempati para wali dan empat Imam: Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hambali. Karena berada di belakang, Sultan Agung berdo’a dalam keadaan marah. Akibatnya Ka’bah terangkat ke atas. Melihat itu para wali dan Imam terheran-heran dan mencari tahu ada apa gerangan. Setelah tahu keberadaan Sultan Agung, mereka meminta ma’af kepadanya dan memintanya untuk duduk di depan. Baru kemudian Ka’bah bisa turun kembali ke bumi.

Dalam episode lain diceritakan Sultan Agung sengaja membunuh pembantu perempuannya yang lalai. Oleh hakim agama ia dijatuhi hukuman qhisos yang eksekusinya dilakukan sendiri oleh hakim agama. Ternyata eksekusi tidak dilaksanakan meski berkali-kali dicoba. Akhirnya justru hakim agama yang harus meminta ma’af kepada raja.

Kerajaan Mataram juga mencatat sejarah hitam sebagai penghancur kebudayaan Islam Jawa yang telah dirintis oleh kerajaan Demak. Alih-alih mempertahankan Jawa sebagai kerajaan maritim Islam yang disegani, Mataram lari ke pedalaman dan memilih menjadi negara agraris berselubung mistis. Untuk menutupi kelemahannya dalam aspek kemaritiman, penguasa dan sastrawan Mataram mengarang cerita "Roro Kidul Penguasa Laut Selatan". Raja-raja Mataram juga membenci Islam sebagai kekuatan sosial politik. Mereka menyerang Giri dan Tembayat, pusat-pusat pertumbuhan Islam. Raja Amangkurat I juga membantai para ulama karena takut wibawanya tersaingi oleh para ulama.

Babad Sultan Agung juga dipenuhi dengan cerita-cerita porno yang dilakukan kerabat istana, terutama sang putra mahkota. Diceritakan menjelang pernikahan putra mahkota, Sultan Agung memerintahkan dilakukan suwuk, alias pelatihan kehidupan rumah tangga, termasuk persetubuhan, selama beberapa hari dengan pelatih seorang pelacur profesional. Kemudian di tengah-tengah pesta pernikahan sang putra mahkota berselingkuh dengan ibu mertuanya sendiri sebelum meniduri istri barunya. Dalam satu malam putra mahkota meniduri dua perempuan anak beranak.

Kehidupan kotor istana Kraton juga tertulis gamblang dalam novel Trilogi Roro Mendhut karya YB Mangun. Disebutkan dalam novel tersebut bahwa raja Mataram Amangkurat I yang tidak lain adalah anak kandung Sultan Agung hidup dalam istana khusus di tengah-tengah ribuan wanita, tanpa seorangpun saingan laki-laki. Para pengawal pribadi raja adalah sepasukan wanita muda perawan berjumlah 30 orang yang disebut Trinisat Kenya (30 orang perawan) yang siap dipetik keperawanannya kapan saja dan dimana saja oleh raja sebelum dipersembahkan sebagai hadiah untuk bawahannya yang setia.

Semua urusan pribadi raja, termasuk mandi, dilayani oleh para pelayan wanita, selir dan permaisuri. Setiap sore para selir diperintahkan mandi di kolam sementara raja mengintip dari bilik khusus untuk menentukan selir mana yang akan menemaninya tidur, satu, dua, tiga atau bahkan sepuluh orang sekaligus. Para selir yang tidak pernah disentuh raja akan mencari pelampiasan sendiri, menjadi lesbian, atau selingkuh dengan siapa saja yang bisa didapat.

Ini adalah satu cerita terkenal di jaman raja kedua Mataram Sultan Hanyokrowati: Suatu malam seorang badut istana yang berperawakan cebol menyelinap ke istana raja yang sedang berburu di luar istana. Sang badut mengenakan jubah raja dan di tengah kegelapan menggilir satu per-satu para selir termasuk permaisuri. Kejadian ini terjadi berhari-hari sampai akhirnya ketahuan orang yang menggilir para wanita istana adalah badut istana (atau selama itu para wanita itu pura-pura tidak mengetahui siapa yang “mengerjai” mereka). Bukannya dihukum mati, sang raja yang takut dengan kesaktian sang badut membiarkannya hidup bebas hingga sang raja sendiri meninggal terlebih dahulu di tengah kehinaan harga dirinya, dengan cara yang tidak kalah hina, yaitu diseruduk banteng buruannya sendiri.

Jadi kalau kemudian GKR Hemas, seorang bangsawan tinggi Jawa, melakukan aksi penentangan pelarangan pornografi dan pornoaksi, ia hanya meneruskan tradisi leluhurnya.

Keterangan gambar: GKR Hemas dalam ritual perkawinan putrinya.

Sunday 21 September 2008

Remembering The Sabra & Shatilla Massacre


By Mahmoud El-Yousseph
davidduke.com

Sabra and Shatilla are two Palestinian refugee camps in Beirut, Lebanon where over two thousand Palestinians were massacred during three days in September 1982 by hundreds of Lebanese Phalange and Haddad militiamen with the aid and support of the Israeli Defense Forces.

During the 1982 Israeli invasion into Lebanon and siege of Beirut, U.S. Envoy Phillip Habib managed to have a written agreement whereby Palestinian fighters would leave Lebanon, providing a U.S. guarantee to the safety of Palestinian refugees left behind in the camps.

After Palestinian fighters evacuated Lebanon, the Israeli army sealed off Sabra and Shatilla refugee camps and established a command post at the Kuwaiti embassy, a seven-story building over looking both camps.

Present at the command post were the primary architects of the atrocity: Israeli Defense Minister Ariel Sharon and Chief of Lebanese Forces Intelligence Elie Hobeika, along with high-ranking Israeli army officials.

In the early morning of September 16th, the Israeli army allowed bloodthirsty armed militiamen to enter the camps, provided with weapons, bulldozers, and communication equipment. They were also given hashish and heroin to help them maintain “courage.” For 48 hours, the militia participated in wholesale slaughter and rape. Women and children were not spared. The Israeli army lit the skies over the camps by firing flares during the nights, and also prevented residents of the camp from escaping . A group of refugees who reached the one of the Israeli checkpoints were ordered by soldiers to return back into the camp – even though they told soldiers that people are being slaughtered inside. This encounter was documented by a Scandinavian news crew.

Ellen Siegel was an American nurse from Baltimore who volunteered at Gaza hospital in Sabra camp. She was rounded up with 20 other foreign medical personal. Upon hearing the radio communications that the butchers inside the camp were ready to execute all of them, an army officer stopped the order and ran back to the camp to rescue Miss Siegel and another female nurse from Holland. The rest were lined up against the wall and executed. Miss Siegel was among 3 Americans who testified in the Kahane Commission, the Israeli official inquiry into the massacre.

No adjectives exist to describe this heinous atrocity. This crime was beyond all human and moral comprehension. However, an American journalist and researcher, Janet Stevens was among the first people to visit both camps the day after this ugly crime. She wrote the following testimony to her American friend Franklin Lamb:

“I saw dead women in their houses with their skirts up to their waists and their legs spread apart; dozens of young men shot after being lined up against an alley wall; children with their throats slit, a pregnant woman with her stomach chopped open, her eyes still wide open, her blackened face silently screaming in horror; countless babies and toddlers who had been stabbed or ripped apart and who had been thrown into garbage piles.”

As the news and images of the massacre were broadcast worldwide, shockwaves, anger, and resentment were felt everywhere. I do remember exactly having the same feeling during the 9/11 terrorist attacks. In fact there were a lot similarities: The number of casualties almost the same, in both cases the victims were innocent civilians, and the perpetrators of both crimes were ruthless and did not value human life.

In Israel , 400,000 protesters took part in a peace rally in Tel Aviv demanding the resignation of Ariel Sharon and demanded he should be tried for war crimes.

An Israeli commentator denounced Sharon ’s complicity into the massacre in a commentary which said in part, “…you can’t toss a snake into a cradle, then act surprise when the baby gets bitten.”

Meanwhile the Kahane Commission in Israel turned out to be a “kangaroo court” where the outcome was essentially predetermined, and the process was compromised. Several high-ranking military officers were found negligent, got a slap on the hand and later promoted. Sharon was forced to resign as the defense minister, and was barred for life from holding public office. Despite all of this, Israelis elected him in 2001 as their prime minister. In 2005, President Bush called this certified war criminal as “a man of peace”. “The butcher of Beirut” would have been more accurate title to describe Ariel Sharon.

Eluding Justice: What happened to the victims and those responsible for the massacre 25 years later is mind-boggling.

* On June 18, 2001, several victims and other relatives sued Ariel Sharon for war crimes in a Belgium Court. But under pressure from U.S. and Israeli governments, Belgium dropped the case as inadmissible. According to Franklin Lamb, Belgium scrapped the case after US Secretary of Defense then, Donald Rumsfeld, told Belgium: “It is your goddamned Sharon Trail or NATO Headquarter, you choose!”

* All militiamen who took part in the killing received amnesty from the Lebanese government.

* Elie Hobeika was killed in a car bomb in Beirut 20 years after the massacre. His killing took place days after he gave an interview threatening to turn more damning evidence against Ariel Sharon in the Belgium Court.

* Two of Hobeika’s top lieutenants were assassinated in a separate incidents

*Ariel Sharon suffered massive stroke in 2006 that ended his political career. Later, Israel ’s cabinet declared Sharon officially “permanently incapacitated” until this day.

Finally, remember the 3 Americans who testified in the Kahane Commission?

Janet Stevens was killed during the 1983 bombing of the US Embassy in Beirut. She was pregnant with her first child, a baby boy. Mrs. Stevens went into the Embassy to seek more aid for the Lebanese people in the south and Palestinians in Beirut who were affected by the Israeli invasion and by the massacre. Mrs. Stevens’ best friend, Franklin Lamb is a prominent researcher and author, frequently writing about the Middle East. Their work and sacrifices for human rights represent America ’s pretty face.

Ellen Siegel continues to write letters, make calls, and write op ed. pieces to bring justice for the victims of the Sabra and Shatilla massacres and to promote genuine peace between Palestinians and Israelis. I had the privilege of meeting her in 1985 in a Washington, D.C. hotel lobby.. She has returned to Lebanon several times. She is currently in Lebanon for the 26th anniversary of the massacre to stand in solidarity with the Palestinians. To honor the and pay tribute the victims and their loved ones, she will be placing roses on the soil of the mass grave of the victims, and intend to silently recite Kaddish, the Hebrew prayer for the dead.

Mahmoud El-Yousseph
USAF Retired Veteran
Readers feedback: elyousseph6@yahoo.com

“If you think you are too small to be effective, you have never been in bed with a mosquito.” Italian Peot - Dante [1265-1321]

MUSTAFA KEMAL “ATTATURK”



Pada waktu saya duduk di bangku SMP dan mulai menaruh perhatian kepada pelajaran sejarah dunia, Mustafa Kemal adalah salah satu figur pemimpin dunia yang penulis kagumi sebagaimana nama-nama lain seperti Ratu Elizabeth I dari Inggris, George Washington dari Amerika, ataupun Peter the Great dari Rusia. Buku-buku sejarah yang penulis baca semuanya secara seragam menulis Mustafa Kemal sebagai “Bapak Turki” yang berhasil mengubah negara Turki dari negara terbelakang menjadi negara modern. Dalam hal ini aku tidak berlebihan karena bahkan Presiden Soekarno secara terbuka menyatakan kekagumannya pada Attaturk ini.

Namun seiring pertumbuhan nalar dan rasio saya plus semakin banyaknya iinformasi yang bisa didapat, pendapat tersebut telah saya buang jauh-jauh. Istilah “Bapak Turki” atau “Ataturk” yang dialamatkan kepada Mustafa Kemal saya anggap justru menjadi aib dalam sejarah manusia yang dibuat oleh sejarahwan kotor dan dilemparkan ke wajah rakyat Turki. Alasan penulis sederhana saja: seorang yang telah merubah bangsa dan negaranya yang kuat dan dihormati menjadi bangsa dan negara kelas dua, maka orang tersebut adalah pengkhianat yang layak dihukum gantung. Dan itu ada pada diri Mustafa Kemal.

Sebelum menjadi negara “modern” Turki adalah negara superpower. Luas negaranya tak tertandingi, tentaranya ditakuti dan disegani negara lain, ilmu pengetahuannya sangat tinggi, dan rakyatnya makmur. Ini semua adalah fakta yang tidak bisa dibantah siapapun. Namun setelah menjadi negara “modern” di bawah kepemimpinan Kemal, Turki turun kelas menjadi “negara dunia ketiga”, alias negara yang baru berkembang. Di mata sesama negara Eropa pun sampai saat ini Turki dianggap sebagai “negara kelas dua”, sehingga upayanya untuk bisa diterima menjadi anggota Uni Eropa pun terkatung-katung.

Namun bukannya dihukum gantung, Kemal justru mendapat penghormatan yang luar biasa yang tidak diterima oleh siapapun dan dimanapun hingga di setiap kota di Turki tidak ada satupun yang tidak ditemukan patung orang ini. Ajarannya tentang sekularisme dianggap para pendukungnya sebagai dogma yang tidak bisa ditawar-tawar lagi hingga ketika seorang muslim muncul sebagai pimpinan setelah melalui proses pemilu yang demokratis, mereka tidak malu untuk melakukan kudeta.

Mustafa Kemal adalah figur yang kontroversial. Tidak hanya karena tindakan politiknya yang menghancurkan Islam sebagai sendi-sendi dan tulang punggung bangsa Turki selama seribu tahun lebih, namun juga karena asal-usulnya yang diduga kuat sebagai Yahudi. Para penulis sejarah seperti sengaja menyembunyikan fakta siapa sebenarnya Kemal. Namun sebuah ensiklopedi Israel, Israeli Entsiklopedya ha-Ivrit, sedikit menguak sisi gelap Kemal. Menurut ensiklopedi tersebut Kemal adalah:

Seorang jendral dan negarawan dan pendiri negara Turki modern. Lahir dari keluarga pegawai rendahan bea cukai Salonika (sebuah kota di Turki yang terletak di benua Eropa) dan ditinggalkan bapaknya saat ia berusia sangat muda. Ada kepercayaan di antara sebagian orang Yahudi dan Muslim di Turki bahwa keluarganya berasal dari pengikut sekte Doenme.

Sekte Doenme adalah sebuah sekte rahasia etnis Sabbetaian, yaitu etnis Yahudi Turki yang menggunakan nama muslim dan melakukan ritual-ritual Islam, namun diam-diam percaya pada Sabbetai Zevi, seorang nabi palsu Yahudi abad 17, dan melakukan ritual-ritual sesat yang ditetapkan Sabbetai seperti pesta seks (orgie) pada hari-hari tertentu. Anak yang lahir dari upacara itu dianggap sebagai anak suci.

Lord Kinross yang buku biografinya "Ataturk" diterbitkan tahun 1964 hanya mengungkapkan sedikit latar belakang keluarga Attaturk yang misterius. Di antaranya disebutkan Attaturk lahir di Selonika, Semenanjung Balkan yang berbatasan dengan Albania. Wilayah ini merupakan pusat komunitas Yahudi Turki.

Namun rahasia terbesar diungkapkan oleh penulis dan jurnalis terkenal Itamar Ben-Avi, anak laki-laki Eliezer Ben-Yehuda, tokoh Yahudi Palestina abad 19. Ben Avi bercerita suatu hari di tahun 1911 bertemu dengan Attaturk di Kamenitz Hotel, Jerussalem. Saat itu, papar Ben Ali, Attaturk yang merupakan seorang perwira muda Turki, tengah menenggak arak. Dalam pertemuan tersebut Kemal mengaku sebagai keturunan Sabbetai, seorang nabi palsu yang kenabiannya ditolak oleh sebagian besar orang Yahudi.

Attaturk wajar saja menyembunyikan latar belakang keluarganya karena kontroversi sekte Doenme yang oleh orang Yahudi kebanyakan saja dimusuhi, apalagi oleh orang Islam yang merupakan penduduk mayoritas Turki.
Menjelang Perang Dunia I komunitas ini berjumlah sekitar 15.000 di Selonika. Mereka hanya menikah dengan sesama anggota sekte. Menurut Yitzchak Ben-Zvi, presiden kedua Israel, dalam bukunya tentang sekte-sekte Yahudi yang terasing “The Exiled and the Redeemed” bab “Keturunan Suci” mengungkapkan:

Setahun sekali dalam hari suci Sheep holiday , lilin-lilin dinyalakan dan upacara orgie dimulai. Upacara itu dilaksanakan pada malam ulang tahun kelahiran Sabbetai Zevi. Dipercaya anak-anak yang lahir dari upacara itu dianggap sebagai anak suci.

Ben Zvi percaya upacara seperti itu sampai sekarang masih dilakukan sembunyi-sembunyi oleh komunitas Deonme di Turki. Komunitas ini berbondong-bondong meninggalkan Selonika semasa Perang Turki-Yunani tahun 1920-1921, dan keturunannya, sebagian menjadi pengusaha besar, politisi dan jendral Turki. Mereka-lah pengusung paham sekularisme yang saat ini tengah bergulat melawan Perdana Menteri Reccep Erdogan yang hendak mengembalikan daulah Islam di Turki.

Tuesday 16 September 2008

ARUS BALIK ISREAL


“Cita-cita mewujudkan negara Israel Raya kini tidak relavan lagi. Siapa saja yang masih memimpikannya hanyalah menipu diri sendiri.”
(Perdana Menteri Israel Ehud Olmert dalam sidang kabinet awal September 2008)



Jerman sebelum Perang Stalingrad dalam Perang Dunia II, adalah kekuatan yang tak terkalahkan. Setelah menganeksasi Austria, mencaplok Chekoslovakia dan menginvasi Polandia, Jerman semakin tak terbendung dengan menguasai Skandinavia, Baltik, Belgia, Belanda, Luxemburg dan Perancis, negara-negara Balkan hingga Yunani, serta Afrika Utara. Dengan kemenangan-kemenangan yang relatif mudah itu Jerman semakin percaya diri untuk menyerang Uni Sovyet.

Serangan Jerman yang diberi sandi “Operasi Barbarossa” ini dimulai bulan Juni 1941 dengan tujuan menghancurkan kekuatan militer Sovyet melalui taktik serangan kilat blitzkrieg. Diharapkan dengan kehancuran tersebut Sovyet tidak mempunyai kekuatan lagi untuk melawan Jerman dan bersedia memberikan konsesi yang menguntungkan Jerman.

Pada mulanya pasukan Jerman dan sekutunya yang berkekuatan 190 divisi tentara dan tank serta didukung 5.000 pesawat tempur, memperoleh kemenangan yang gilang gemilang. Hanya dalam waktu 20 hari Jerman berhasil menerobos perbatasan Sovyet sejauh 400-600 km sepanjang front yang membentang dari Laut Hitam di selatan hingga Laut Baltik di utara. Dalam waktu kurang dari satu bulan kota Leningrad terkepung dan Moskow pun terancam, namun musim dingin menyelamatkan kedua kota penting Sovyet itu.
Pada musim panas bulan Juni tahun berikutnya Jerman melancarkan strategi baru, sembari meneruskan tekanan terhadap Leningrad dan Moskow, Jerman menyerbu ke selatan Sovyet untuk menguasai kawasan Kaukasus yang kaya minyak, serta kawasan delta Sungai Don dan Sungai Volga yang subur dan menjadi sumber pangan utama Sovyet. Strategi menguasai wilayah selatan Sovyet ini semakin penting mengingat di wilayah ini juga terdapat kota industri sekaligus pusat komunikasi dan transportasi Sovyet, Stalingrad.

Untuk melaksanakan strategi itu Jerman dan sekutunya mengerahkan hingga 266 divisi tentara. Separoh dari kekuatan itu diarahkan ke Kaukasus dan sisanya ke kawasan Sungai Don dan Sungai Volga dimana terdapat kota Stalingrad. Pada bulan Agustus dua pasukan besar Jerman, 6th Army dan 4th Panzer Army serta beberapa unit pasukan Italia dan Rumania, memasuki dan mengepung Stalingrad. Setelah melalui pertempuran sengit, pasukan berkekuatan 330.000 tentara dan ratusan tank itu berhasil menguasai 90% wilayah Stalingrad, namun gagal menguasai sisanya karena kegigihan perlawanan tentara dan rakyat Uni Sovyet.

Kemudian pada bulan November 1942 Sovyet melakukan counter offensive dan pada tanggal 23 berhasil mengepung pasukan Jerman yang sedang mengepung kota. Berbagai upaya dilakukan Jerman untuk menyelamatkan pasukan mereka, termasuk mengirimkan pasukan pembebas, namun gagal. Akhirnya setelah dua bulan terkepung oleh musuh serta hantaman musim dingin yang membekukan, sisa pasukan Jerman sebesar 90.000 tentara yang dipimpin panglimanya Field Marshal Von Paulus, menyerah.

Kekalahan di Stalingrad menjadi titik balik dari kejayaan Jerman. Kekalahan itu membuat moral pasukan Jerman runtuh. Sebaliknya moral pasukan Sovyet semakin tinggi sehingga secara pelan namun pasti Sovyet berhasil membalikkan keadaan dan mengusir pasukan Jerman dan menghancurkan pasukan itu di negerinya sendiri.

Tentara Israel sebelum Perang Israel vs Hezbollah bulan Juli hingga Agustus 2006 lalu adalah tentara yang tak terkalahkan oleh tentara Arab. Dalam lima kali perang antara Israel melawan bangsa-bangsa Arab, Israel tidak terkalahkan, sebaliknya mereka hampir selalu menang secara gemilang. Tahun 1948 Israel berhasil mematahkan ofensif pasukan negara-negara Arab dan mengusir bangsa Palestina dari tanah airnya. Pada perang tahun 1967 hanya dalam enam hari Israel berhasil menghancurkan angkatan udara Mesir, Siria dan Yordania dan merebut sebagian besar wilayah ketiga negara tersebut: Sinai dan Gaza milik Mesir, Dataran Tinggi Golan milik Siria, dan Tepi Barat Sungai Yordan termasuk Kota Jerussalem yang disucikan oleh ummat Islam yang sebelumnya dikuasai Yordania. Dalam perang Yom Kippur tahun 1973 Israel mematahkan ofensif Mesir dan Siria yang didukung negara-negara Arab lainnya sekaligus mengancam ibukota Siria, Damaskus dan ibukota Mesir, Kairo. Pada tahun 1982, hanya dalam waktu satu minggu serbuan ke Lebanon, Israel berhasil mencapai ibukota Beirut dan mengepungnya selama berhari-hari. Ofensif tersebut berhasil meraih tujuan yang diharapkan, yaitu mengusir para pejuang Palestina dari Lebanon.

Namun dalam perang melawan Hezbollah, satu kelompok pejuang “swasta” yang berkekuatan hanya 5.000 –an tentara, Israel mengalami kekalahan yang memalukan. Setelah satu bulan lebih menyerbu dengan lebih dari 30.000 pasukan dan ratusan tank, Israel hanya berhasil memasuki Lebanon beberapa ratus meter saja dari perbatasan. Sementara mereka harus kehilangan 123 tentara, 124 tank, 4 helikopter Apache, satu kapal patroli, satu kapal perang dan puluhan kendaraan perang.

Memang secara kuantitatif kekalahan itu tidak memberikan dampak berarti bagi kemampuan militer Israel yang mendapat dukungan tanpa batas dari Amerika. Namun hal itu cukup untuk meruntuhkan moral mereka. Sebaliknya bagi Arab, kemenangan itu sungguh sebagai suatu yang sangat berharga yang mampu membangkitkan kembali rasa percaya diri mereka dalam menghadapi konflik berikutnya melawan Israel. Berbagai komentar pun muncul di media massa Arab.

“Ini adalah pertama kalinya bangsa Arab bertempur dengan benar dan gigih dan menang sekaligus memberikan kekalahan kepada Israel, secara militer, ekonomi, moral dan politik. Kekalahan Israel di Lebanon ini sangatlah besar dampaknya. Dan Hizbullah… akan tetap menjadi bagian dari pemerintahan Lebanon dan sekarang telah menjadi pahlawan bagi dunia Arab, ” kata kolumnis Badrya Darwish dalam editorial Kuwait Times.

Para pengamat politik dan ahli strategi memandang kekalahan Israel ini sebagai sebuah momentum yang sangat penting yang akan memberikan inspirasi kepada kebangkitan bangsa Arab khususnya dan ummat Islam umumnya. Hampir dapat dipastikan dalam waktu tidak lama lagi akan terjadi perubahan peta politik di negara-negara Arab. Regim-regim “moderat” yang pro-Israel/Amerika seperti Arab Saudi, Mesir, Yordania, dan negara-negara teluk mau tidak mau harus merubah orientasi politiknya menjadi lebih keras kepada Israel dan Amerika atau mereka akan ditinggalkan rakyatnya sendiri.
Selain kekalahan perang, tanda-tanda kekalahan Israel tampak pula dalam konteks hubungan internasional. Venezuela, sebagai protes atas kekejaman Israel di Lebanon, menarik pulang perwakilannya di Israel. Sementara itu langkah lebih keras ditunjukkan oleh Costa Rica dan El Salvador, dua negara terakhir yang masih menempatkan kedutaan besarnya di Kota Jerussalem, kota pendudukan Israel yang diklaim Palestina dan diakui PBB sebagai bagian dari Palestina. Costa Rica dan El Salvador telah memindahkan kedutaan besarnya dari Jerussalem ke Tel Aviv tidak lama setelah Perang Lebanon pecah.

Namun kekalahan telak Israel di Lebanon terjadi dua tahun kemudian setelah rejim penguasa Lebanon yang didukungnya, tumbang di tangan Hizbullah dan diganti regin baru yang pro-Hizbullah dan pro-Syria, musuh utama Israel di Timur Tengah selain Iran.

Setiap bangsa, mempunyai umur. Setelah lahir, tumbuh, dan berjaya, bangsa tersebut akan mengalami titik balik sebelum runtuh. Hal itu terjadi di mana-mana sepanjang sejarah. Bangsa Babilonia, Mesir, Yunani, Romawi, Persia, Arab, Franka, Inggris, Ottoman, Nazi Jerman telah mengalaminya. Kini tampaknya gilirannya Israel dan Amerika.

Keterangan foto: Tentara Israel sering meledek tentara Arab sebagai "pengecut yang berlarian bila mendengar suara gemuruh tank". Namun dalam Perang Lebanon II tahun 2006 tentara Hizbullah berhasil menghancurkan puluhan tank Merkava Israel yang terkenal tangguh.

Monday 15 September 2008

LANGKAH MUNDUR BERKELANJUTAN PAMAN SAM


(Refleksi 7 th Tragedi WTC)

Peristiwa tragedi WTC secara telanjang dipenuhi oleh berbagai rekayasa. Misalnya tidak adanya reruntuhan pesawat di gedung Pentagon yang menurut keterangan pemerintah Amerika dihantam pesawat jet berbadan besar, serta model keruntuhan gedung WTC yang hanya mungkin disebabkan ledakan bom penghancur bangunan tinggi. Fakta misterius lainnya adalah lumpuhnya sistem pertahanan udara Amerika terutama di sekitar kota-kota penting Amerika yang hanya bisa dilakukan oleh otoritas pertahanan tertinggi Amerika sendiri. Hal tersebut masih ditambah dengan fakta bahwa Kongres sebagai lembaga legislatif Amerika tidak pernah membentuk tim penyidik independen sebagaimana dilakukan pada peristiwa-peristiwa besar lainnya, serta dirahasiakannya isi kotak hitam yang merekam data-data penerbangan pesawat-pesawat yang menabrak gedung WTC. Semuanya memperkuat analisis bahwa Amerika merancang tragedi itu untuk melegitimasi kebijakan politiknya: perang melawan terorisme dalam rangka memperkuat hegemoni Amerika di dunia.
Tragedi WTC memberi momentum tak ternilai bagi Amerika untuk “menguasai” dunia. Dengan alasan “perang melawan terorisme” dan “menegakkan demokrasi” Amerika sukses menduduki negara-negara yang dianggap membahayakan kepentingannya seperti Afghanistan dan Irak. Amerika sukses merancang gerakan revolusi di beberapa negara untuk mendudukkan pemerintahan bonekanya: Revolusi Cedar di Lebanon, Revolusi Mawar di Georgia, dan Revolusi Orange di Ukraina (dua revolusi terakhir berhasil menghilangkan pengaruh Rusia di dua negara bekas Uni Sovyet, Georgia dan Ukrainia).
Amerika juga sukses menabuh genderang isu flu burung, SARS, dan kampanye anti barang-barang produk Cina -- bersama Rusia, Cina adalah dua negara besar yang berpotensi menghalangi hegemoni Amerika -- untuk mengurangi kekuatan ekonomi Cina
Amerika berhasil memaksa Presiden Pakistan Pervez Musharraf melakukan kebijakan keras terhadap komponen bangsanya sendiri yang menganut garis politik Islam. Selain itu Amerika berhasil menggiring dunia untuk memusuhi Iran atas hakya mendapatkan teknologi nuklir.
Di Indonesia selain berhasil memaksa pemerintah Megawati dan SBY ikut-ikutan menabuh genderang perang anti terorisme, Amerika berhasil memaksa Indonesia ikut memusuhi Cina melalui kampanye anti produk obat-obatan Cina. Menyadari pemerintah Indonesia sudah dijinakkan bak kerbau dicocok hidungnya, Amerika berani melanggar kedaulatan wilayah Indonesia secara provokatif dan mempermainkan Presiden Yudhoyono saat Presiden Bush membatalkan kunjungan ke Istana Bogor sementara Yudhoyono dengan susah payah dan menahan malu telah menyediakan landasan helikopter berharga mahal di Istana Bogor. Amerika juga sukses memaksakan aspirasinya dalam beberapa produk hukum Indonesia (termasuk UU Migas) hingga memaksakan penahanan Ketua MMI Ustadz Ba’asyir dan Ketua FPI Rizhieq Shihab. Pendek kata, Amerika merajalela di mana-mana.
Namun apalah artinya manusia di banding hukum Tuhan? Meski didukung dengan kekuatan militer yang superkuat, Amerika, pelan namun pasti mengalami langkah mundur dalam konstelasi politik dunia. Satu demi satu regim bonekanya bertumbangan: Regim Blok 14 Februari di Lebanon yang pro-Israel/Amerika, anti Hizbullah dan anti Syria diganti pemerintahan baru yang pro Hizbullah, pro Syria dan anti-Israel/Amerika, Pervez Musharraf tumbang dari jabatan presiden secara memalukan, regim boneka Nur Maliki di Irak berbalik menentang Amerika dan berani memaksa Amerika menjadwalkan penarikan mundur pasukannya.
Musuh-musuh potensialnya Amerika juga bangkit dari kelemahan (Rusia dan Cina yang membangun aliansi anti Amerika berhasil tumbuh menjadi kekuatan militer dan ekonomi yang kuat. Rusia bahkan secara de facto berhasil memukul regim pro Amerika di Georgia), dan di beberapa bagian dunia muncul pemerintah-pemerintah baru yang anti-Amerika: Bolivia, Ekuador, dan Venezuela (Pemerintah Bolivia dan Venezuela minggu ini dengan berani mengusir dubes Amerika karena tuduhan melakukan konspirasi menentang negara).
Amerika rupanya tidak mau belajar dari sejarah bahwa kekuasaan sebesar apapun, yang tidak digunakan untuk kebaikan, akan berakhir dengan tragis. Tragedi badai Katrina telah menjadi peringatan Tuhan. Hutang pemerintah yang semakin besar seiring semakin besarnya defisit belanja pemerintah dan defisit neraca perdagangan serta terus merosotnya nilai dollar juga menjadi peringatan lain. Rakyat Amerika pun mulai terobsesi dengan kehancuran negerinya -- buktinya banyak sekali muncul film-film dan novel-novel fiksi tentang kehancuran Amerika -- . Kita tunggu saja apakah kita akan beruntung bisa menjadi saksi sejarah keruntuhan sebuah imperium besar?

Keterangan foto: Gedung Pentagon yang hancur dalam peristiwa Tragedi WTC. Pemerintah Amerika menyatakan gedung tersebut dihantam oleh pesawat jet berbadan besar yang terlebih dahulu jatuh di halaman gedung, namun tidak ada reruntuhan pesawat yang terlihat. Rumput halaman gedung pun tampak tidak ada kerusakan sama sekali.

Thursday 11 September 2008

Kebohongan Jurnalisme yang Terbongkar


Dua tahun lalu media massa di seluruh dunia, termasuk media massa Indonesia yang hanya mengcopy-paste media barat, gempar dengan pernyataan Presiden Iran Ahmadinejad yang akan “menghapus Israel dari muka bumi”. Menyusul ramai-ramai tuduhan media massa itu para pemimpin politik negara-negara barat mengecam pedas Ahmadinejad. Tidak hanya kecaman, kebijakan politik baratpun pun semakin keras kepada Iran.

Beberapa pihak yang lebih bijaksana mengkritik berita tersebut sebagai tidak berdasar. Hal ini berdasarkan karena kenyataan bahwa di Iran sendiri pemerintah melindungi hak-hak warga Yahudi yang minoritas. Di Iran terdapat sekitar 25.000 warga keturunan Yahudi yang hidup aman tenteram. Bahkan mereka mendapat hak perwakilan di parlemen Iran.

Banyak saksi mata yang hadir dalam acara konperensi pers Ahmadinejad –waktu membuat pernyataan tentang “penghapusan Israel”-- juga membantah berita-berita media massa tersebut. Menurut mereka Ahmadinejad hanya mengatakan bahwa ia percaya “seiring berjalannya waktu Israel akan berakhir sebagaimana Uni Sovyet”.
Dan kini terbuka sudah kebohongan berita-berita tentang pernyataan Presiden Iran tersebut setelah stasiun televisi C-Span menyiarkan secara utuh copy acara 60 Minutes yang aslinya disiarkan stasiun televisi CBS Amerika dua tahun lalu. Acara paling populer di Amerika itu ternyata melakukan penipuan publik dengan menghapus penjelasan Ahmadinejad tentang kontroversi pernyataannya tersebut. Akibat penghapusan tersebut publik Amerika mendapatkan persepsi bahwa Ahmadinejad benar-benar membuat pernyataan “penghapusan Israel”.

Wawancara itu sendiri sebenarnya sangat menarik karena sangat jelas bahwa Ahmadinejad merasa diintimidasi oleh pembawa acara 60 Minutes, Mike Wallace. “Saya merasa Anda marah kepada saya,” kata Ahmadinejad kepada Wallace dalam wawancara tersebut. Dalam kesempatan lain Ahmadinejad mengatakan, “Anda bebas mengajukan pertanyaan apa saja kepada saya, maka berikanlah saya kebebasan untuk menjelaskan menurut apa yang ada di pikiran saya.”

Potongan translasi wawancara tersebut lengkapnya adalah sbb:
WALLACE: …. Anda masih belum menjawab pertanyaan saya. Israel harus dihapuskan dari muka bumi. Mengapa?
AHMADINEJAD: Jangan terburu-buru. Saya akan sampai pada penjelasan itu.
WALLACE: Saya tidak terburu-buru.
AHMADINEJAD: Menurut saya pemerintah Israel adalah pemerintahan palsu. Mungkin Anda menginginkan saya mengatakan apa yang Anda inginkan saya untuk mengatakan?
WALLACE: Tidak.
AHMADINEJAD: Kalau memang demikian, saya harap Anda bersabar.
WALLACE: Saya katakan, saya akan bersabar.
AHMADINEJAD: Mungkin kata-kata ini tidak mengenakkan Anda tuan Wallace.
WALLACE: Mengapa? Kata-kata apa yang tidak ingin saya dengarkan?
AHMADINEJAD: Karena saya merasa Anda marah kepada saya.
WALLACE: Tidak, saya tidak bisa lebih senang bisa duduk bersama Presiden Iran.
AHMADINEJAD: Menurut saya pemerintah Israel adalah pemerintahan yang palsu …
(selanjutnya perkataan Ahmadinejad dihapuskan dalam siaran. Perkataan itu adalah:)
.… dan saya sudah mengatakan solusinya. Solusinya adalah demokrasi. Kami pernah mengatakan: biarkan rakyat Palestina mengadakan referendum untuk menentukan masa depan mereka. Apa yang kami katakan adalah demi perdamaian yang berkelanjutan. Kami menginginkan perdamaian di dunia. Perdamaian yang berkelanjutan hanya bisa tercapai jika keinginan rakyat terpenuhi. Jadi kami menganggap biarkan rakyat Palestina melakukan referendum untuk menentukan pemerintah yang diinginkan, dan tentu saja, perang juga akan berhenti. Mengapa Israel menolak proses ini berlangsung? Bahkan pemerintahan yang dipilih sendiri oleh rakyat Palestina (secara demokrasi) diserang setiap hari, dan para pejabatnya dibunuh dan ditangkapi. Kemarin ketua parlemen yang dipilih oleh rakyat Palestina ditangkap. Tidakkah Anda keberatan? Sampai kapan hal ini akan berlangsung?
(Pernyataan selanjutnya kembali disiarkan:)

Kami yakin masalah ini harus dipecahkan secara mendasar. Saya percaya pemerintah Amerika secara membabi buta telah mendukung pemerintahan penjajah (Israel). Amerika harus mengakhiri dukungan itu, membiarkan rakyat Palestina menentukan pemerintahnya sendiri. Siapapun yang terpilih, biarkan saja. Maka hasilnya adalah apa yang Anda katakan tadi.
WALLACE: Saya maksud saling menghargai. Mari kita sepakat. Saya akan mendengarkan jawaban Anda secara lengkap jika Anda mau menjawab semua pertanyaan saya. Namun saya khawatir kita akan kehabisan waktu.
AHMADINEJAD: Baik, Anda bebas bebas mengajukan pertanyaan apa saja kepada saya, selama saya diberi kebebasan untuk menjelaskan menurut apa yang ada di pikiran saya.”

Jutaan rakyat Amerika dan dunia yang menyaksikan siaran ini menyangka telah melihat wawancara keseluruhan, namun ternyata tidak. Ahmadinejad, jauh dari sangkaan orang tidak pernah mengancam Israel dengan senjata. Ia justru mengusulkan demokrasi sebagai solusi masalah Palestina-Israel. Perhatikan juga bahwa Wallace berjanji kepada Ahmadinejad untuk menyiarkan seluruh pernyataannya sementara kenyataannya justru menghapus pernyataan Ahmadinejad yang paling penting.

Inilah yang terjadi setiap hari atas rakyat Amerika. Mereka tidak pernah mendapat informasi yang sebenarnya karena seluruh media massa dikendalikan oleh sekelompok orang yang mendapatkan keuntungan dari konflik-konflik yang ada di seluruh dunia. Sekelompok orang itu pulalah yang telah mendorong Amerika melakukan perang ilegal di Afghanistan dan Irak hingga menguras pundi-pundi keuangan pemerintah dan rakyat Amerika dan mengorbankan nyawa ribuan pemuda Amerika. Sementara sekelompok orang itu mendapatkan keuntungan tidak terhingga dengan menjadi penyuplai kebutuhan perang Amerika.

Dunia sebenarnya telah memiliki pengalaman sangat banyak tentang peran media massa sebagai provokator perang. Mereka telah menjadi provokator semua peperangan di dunia seperti Perang Krim, Perang Dunia I, Perang Dunia II, dan Perang Terorisme. Kinipun mereka tengah memprovokasi Amerika dan barat untuk berperang melawan Rusia dan Iran.

Tuesday 9 September 2008

PELAJARAN DARI RUSIA


"Selama bertahun-tahun Yahudi tidak hanya secara bertahap menguasai setiap sektor bisnis, mereka juga menguasai tanah dengan membelinya atau mengolahnya menjadi pertanian. Dengan sedikit kekecualian mereka memiliki semacam lembaga yang mencurahkan perhatian untuk menguasai negeri ini dengan cara-cara kotor, menipu penduduk asli termasuk yang paling miskin.”
(Tsar Alexander III)

Beberapa tahun yang lalu penulis pernah menulis sebuah artikel berjudul sama dengan judul bab ini, yaitu Pelajaran dari Rusia. Tulisan yang terilhami oleh romantisme novel Boris Pasternak: DR Zhivago dan buku John Reed: Ten Days that Shock the World itu memaparkan dialektika politik Rusia menjelang dan paska Revolusi Bolshevik tahun 1917. Pesan moral yang saya sampaikan dalam tulisan itu adalah bahwa kaum komunis bolshevik berhak untuk memerintah Rusia daripada para pengikut Tsar.

Penulis bersyukur tulisan itu tidak jadi dimuat di media massa, sehingga penulis tidak merasa berdosa telah melakukan kebohongan kepada publik. Pasalnya banyak fakta yang tidak terungkap dalam tulisan tersebut yang membuat opini penulis tanpa sadar melenceng jauh dari fakta sebenarnya tentang sejarah Rusia.

Fakta pertama adalah para pemimpin komunis Rusia adalah Yahudi, dan fakta kedua adalah Yahudi berusaha menghancurkan Tsar Rusia karena kebencian rasialis dan ketamakan untuk berkuasa. Fakta terakhir yang paling penting namun paling banyak disembunyikan media massa dan buku-buku sejarah adalah bahwa kaum komunisme Bolshevik Rusia telah membunuh puluhan juta penduduk Kristen Rusia sebagai jalan bagi penguasaan Yahudi atas Eropa dan dunia. Pustakawan Frank Weltner bahkan menyatakan kaum komunis Yahudi membunuh 65 juta rakyat Kristen Rusia.

Winston Churchill, sejarahwan dan pemimpin dalam sebuah artikel yang dipublikasikan London Illustrated Sunday Herald tahun 1920 mengatakan:
“Bolshevisme adalah sebuah konspirasi global untuk menghancurkan kebudayaan dan membentuk masyarakat baru yang berdasarkan “pembangunan diktatorial, pelanggaran hak-hak asasi, dan ilusi persamaan hak. Tanpa kesulitan kita dapat mengetahui bahwa penggerak gerakan ini adalah orang-orang Yahudi”. (sebuah artikel di jewwatch.com)

Menurut Mark Weber, sejarahwan Institute for Historical Review, menjelang dan saat Revolusi tahun 1917, Yahudi menguasai posisi puncak kekuasaan kaum komunis Bolshevik. Dari 12 anggota Central Comitee yang memutuskan melakukan kudeta Revolusi Oktober 1917, 6 di antaranya adalah Yahudi. Sedangkan tujuh anggota Politbiro yang bertugas melaksanakan aksi kudeta, empat di antaranya adalah Yahudi. (The Jewish Role in the Bolshevik Revolution and Russia's Early Soviet Regime. Assessing the Grim Legacy of Soviet Communism, artikel di jewwatch.com)

Fakta sebenarnya lebih mengagetkan lagi. Bila Churcill dan Weber tidak mengakui Lenin dan Stalin (dua orang pemimpin tertinggi Uni Sovyet pertama dan paling berpengaruh) sebagai Yahudi, Frank Weltner, pendiri The Jew Watch Project yang merilis situs internet terkenal jewwatch.com mengungkapkan bahwa keduanya adalah Yahudi. Menurut Weltner, Lenin yang lahir tahun 1870 adalah cucu buyut dari Moishe Itskovich Blank dan cucu dari Srul Moishevich Blank yang berdarah Yahudi. Untuk menyembunyikan identitas ke-Yahudi-annya nenek Lenin mengubah nama Srul Moishevich menjadi nama Rusia, Alexander Dmitrievict, tak lupa membaptiskan diri sebagai penganut Kristen.

Adapun Stalin bernama asli Joseph David Djugashvili, nama yang sangat Yahudi dimana nama Djugashvili bermakna “sang Anak Yahudi”. Selama masa revolusi Stalin mengubah namanya penggilannya menjadi “Kochba” yang tidak lain adalah nama seorang pemimpin Yahudi kuno. Orang Rusia asli tidak pernah mengubah namanya, kecuali Yahudi. Ke-Yahudi-an Stalin semakin tinggi karena ia menikahi tiga orang wanita yang semuanya adalah Yahudi. Ekaterina Svanidze, Kadya Allevijah, dan Rosa Kaganovich. Yang terakhir adalah adik perempuan Lazar Kaganovich, seorang pejabat ekonomi Sovyet.

Seorang putri Stalin, Svetlana Stalin, pindah kewarganegaraan menjadi WN Amerika tahun 1967. Di sana ia kawin dengan Mihail, anak laki-laki Lazar Kaganovich. Selanjutnya Svetlana kawin lagi dengan tiga orang laki-laki, dua di antaranya Yahudi.

Wakil Stalin di Sovyet, Molotov (terkenal dengan bom bensin temuannya), juga menikahi wanita Yahudi yang merupakan adik dari Sam Karp, seorang businessman asal Connecticut, Amerika. Selain fakta beberapa kapitalis Yahudi Amerika seperti Josept Schif menggelontorkan dana puluhan juta dolar kepada kaum bolshevik selama revolusi, semuanya itu menambah daftar hitam rekayasa yahudi dalam menciptakan komunisme guna menciptakan “Tata Dunia Baru” yang tak lain adalah tata dunia dimana Yahudi sebagai penguasa menggantikan kekuasaan Kristen-Eropa.

Mengenai pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh kaum komunis Yahudi terhadap rakyat Rusia, cukup menjadi bukti adalah fakta-fakta yang diungkapkan oleh para sejarahwan Rusia sendiri. Dmitri Volkogonov, kepala sebuah komisi khusus Parlemen Rusia baru-baru ini mengungkapkan bahwa: "dari tahun 1929 sampai 1952 sebanyak 21.5 juta warga Uni Soviet ditahan. Sepertiga di antaranya ditembak, sisanya dipenjara dimana sebagian diantaranya meninggal di penjara." Olga Shatunovskaya, seorang anggota Komisi Pengawas Partai Komunis semasa pemerintahan Perdana Menteri Khrushchev tahun 60-an mengatakan: "Dari bulan January 1935 sampai 22 Juni 1941, sebanyak 19,840,000 warga yang dianggap musuh negara ditangkap. Tujuh juta di antaranya ditembak di penjara dan sebagian besar sisanya meninggal di kamp tawanan.

Sementara itu Robert Conquest, sejarahwan Rusia terkenal mengatakan: “Sangat sulit membantah bahwa kematian warga Rusia setelah tahun 1934 melebihi 10 juta jiwa. Masih ditambah sekitar 10 juta lagi korban wabah kelaparan antara tahun 1930-1933, korban sistem kerja paksa Gulak, dan program anti-petani yang dilakukan pemerintah. Total keseluruhan adalah sekitar 20 juta jiwa.

Di antara pembunuhan-pembunuhan itu pembunuhan Tsar Nicholas II dan keluarganya adalah yang paling terkenal karena menjadi momentum kehancuran kekaisaran Rusia yang telah berlangsung ratusan tahun sekaligus menjadi kejatuhan Eropa keseluruhan dalam kekuasaan Yahudi. (Eropa sempat bangkit di bawah kepemimpinan Hitler dan Mussolini, namun hanya sebentar saja. Kini Eropa dan Amerika, kecuali Rusia yang bangkit melawan Yahudi di bawah kepemimpinan Vladimir Putin, telah jatuh bulat-bulat ke dalam kekuasaan Yahudi).

Tsar Nicholas II dibunuh oleh kaum komunis pada malam hari tanggal 17 Juli 1918 di dalam sebuah istana tempat ia menjalani tahanan setelah digulingkan. Bersama dia turut meninggal secara keji adalah permaisuri, seorang putra remaja dan empat putri kecil sang Tsar. Pembunuhan tersebut sangatlah keji mengingat Tsar adalah seorang raja dari dinasti Romanov yang telah berkuasa selama tiga abad lebih. Ia masih memiliki pertalian darah dengan raja-raja Eropa dan dikenal rakyatnya sebagai raja yang bijaksana. Sebelumnya orang-orang Yahudi telah membuat makar yang menyebabkan Raja Charles dari Inggris dan Raja Louis XVI dari Perancis digulingkan dari singgasana dan dihukum mati oleh rakyatnya. Namun setidaknya Charles dan Louis masih dapat menjalani kematian secara terhormat karena melalui proses pengadilan, sementara Tsar Nicholas tidak. Selain itu keturunan Charles dan Louis masih sempat meraih kembali kekuasaannya meski kemudian hilang kembali, sementara Tsar Nicholas harus kehilangan seluruh keluarganya.

Beberapa saat setelah pembunuhan Tsar, koran resmi regim komunis Rusia menulis: Tanpa ampun kita akan membunuh musuh-musuh kita, ratusan bahkan ribuan. Biarkan mereka tenggelam dalam kubangan darah mereka sendiri. Demi darah Lenin dan Uritskii, biarkan membanjir darah orang-orang borjuis, lebih banyak darah, sebanyak-banyaknya.

Sementara itu tokoh komunis Grigori Zinoviev dalam sebuah pidato di sebuah rapat partai komunis tahun 1918 dengan dingin mengatakan: Kita harus menyelamatkan 90 juta dari 100 juta penduduk Rusia bersama kita. Adapun sisanya sejumlah 10 juta, mereka harus dihabisi.

Lembaran hitam kekejaman Yahudi itu kini menjadi kesadaran kolektif masyarakat Rusia sehingga kini mereka mendukung sepenuhnya program anti Ologarki dan Mafia-Yahudi yang dilancarkan Presiden (kini Perdana Menteri) Vladimir Putin.

Keterangan gambar: Pemimpin komunis Rusia, Lenin, berpidato di hadapan massa dalam peristiwa Revolusi Bolshevik.

Saturday 6 September 2008

Pembunuhan Barack Obama & Tangisan Kulit Putih Amerika


Berita-berita media massa dunia akhir Agustus 2008: Polisi Amerika menangkap tiga orang yang diduga merencanakan pembunuhan terhadap kandidat presiden Amerika Barak Obama.
Sejarah Amerika: sepanjang sejarahnya Amerika mengalami empat kali pembunuhan terhadap presidennya dengan ditembak, plus tiga kali dugaan kuat pembunuhan atas presiden dengan cara diracun.


Ancaman terbesar bagi warga kulit putih Amerika bukanlah kemungkinan terpilihnya Barack Obama menjadi Presiden Amerika. Ancaman yang jauh lebih besar adalah kemungkinan pembunuhan terhadapnya menjelang dan sesudah terpilihnya Obama menjadi presiden.
Sebagaimana telah menjadi perhatian para aktifis gerakan kulit putih, terpilihnya Obama tidak terpisahkan dengan perubahan kondisi demografi Amerika yang sangat signifikan, yaitu semakin menurunnya prosentase warga kulit putih Amerika dari 90% tahun 1970 menjadi 60-an% saat ini dan akan menjadi minoritas tahun 2042. Salah satu penyebabnya adalah undang-undang imigrasi yang terus-menerus diperbaharui untuk membuka pintu Amerika bagi jutaan imigran asing setiap tahunnya.
Obama sendiri, kalaupun terpilih, bukanlah penyebab runtuhnya dominasi kulit putih Amerika. Ia hanyalah efek dari sebuah upaya sistematis untuk menghancurkan kekuatan kulit putih di seluruh dunia. Selain Amerika warga kulit putih telah kehilangan kekuasaan di Afrika Selatan dan Zimbabwe (kini dipimpin oleh warga kulit hitam dan warga kulit putih secara sistematis terusir dari tanahnya), juga di Eropa yang seperti Amerika dibanjiri dengan imigran asing setiap tahun. Di Amerika sendiri penduduk kulit putih tersingkir dari beberapa kota utama dan memilih tinggal di pinggiran kota, seperti misalnya di New Orleans.
Meski Obama mendukung gerakan sistematis itu, ia bukanlah aktor utama yang mengkontrol media massa mengkampanyekan gerakan represi terhadap warga kulit putih. Media massa diam seribu bahasa menyaksikan jutaan warga kulit putih yang secara kualitatif memiliki kemampuan lebih, disingkirkan dari bangku kuliah, lapangan kerja, dan promosi jabatan. Kini lapangan kerja pemerintahan seperti Kantor Pos (US Postal System) yang merupakan instansi pemerintah paling kualified dalam hal kesejahteraan karyawan, mempekerjakan kulit hitam 3x lebih banyak dari prosentasi mereka dalam populasi.
Dapat dilihat dengan jelas betapa kulit putih diperlakukan diskriminasi dalam lapangan kerja di pabrik-pabrik, penerimaan mahasiswa, program-program paska sarjana, pendidikan kedokteran, hingga promosi profesor di universitas-universitas. Namun tidak ada sedikitpun keluhan dari media massa maupun para politisi atas pelanggaran hak asasi warga kulit putih. Sebaliknya jika ada sedikit saja kasus diskriminasi terhadap warga non kulit putih, media massa dan politisi berteriak sangat keras.
Meski Obama mendukung diskriminasi terhadap kulit putih (ia adalah anggota gereja yang menyerukan gerakan anti orang kulit putih, meski kemudian keluar demi menjaga kredibilitasnya menjelang pemilu), ia hanya mengikuti sebuah gerakan sitematis yang juga telah dilakukan para presiden pendahulunya, termasuk media massa. Namun dengan Obama menjadi presiden, gerakan ini akan semakin kuat. Namun di sisi lain kesadaran warga kulit putih atas hak-haknya di Amerika juga akan mencapai momentum.
Selain “penyingkiran” kulit putih dari kekuasaan (para pimpinan kulit putih yang masih berkiprah hanyalah boneka semata), “para penguasa di balik layar” Amerika juga telah menerapkan berbagai peraturan yang menguatkan negara sekaligus melemahkan rakyat. Hal ini adalah untuk mengantisipasi kesadaran warga kulit putih yang suatu saat pasti akan terjadi dan kemudian melakukan perlawanan. Undang-undang Patriot Act (UU yang mengijinkan aparat keamanan menyadap seluruh sarana komunikasi tanpa kecuali) dan Real ID Act (UU yang memungkinkan pengontrolan mobilitas tiap individu) dan UU pembatasan pemilikan senjata api (hal yang sebenarnya dijamin dalam konstitusi Amerika) adalah salah satu upaya “penguasa di balik layar” Amerika untuk memperkokoh kedudukannya di hadapan rakyat khususnya warga kulit putih.
UU lainnya yang tidak kalah keras adalah UU hate crimes (kejahatan kebencian). Dengan UU terakhir ini setiap ekspresi ketidaksukaan terhadap hal-hal sensitif seperti sentimen ras dan homoseksual, dapat dikenakan hukuman penjara walau dengan dalih yang sangat subyektif. Misalnya saja Anda meludah di dekat seorang waria atau Yahudi dan waria atau Yahudi tersebut tersinggung, meski Anda tidak bermaksud menghina mereka. Maka Anda dapat ditangkap polisi berdasar laporan sang waria atau si Yahudi. Di Kanada UU seperti ini telah menimpa sepasang suami-istri yang harus kehilangan anak-anak mereka yang masih kecil. Hanya karena suami istri tersebut sering mengenakan lambang swastika di lengan anak-anak mereka, maka pengadilan memutuskan memisahkan anak-anak tersebut dari orang tuanya dengan alasan menghindarkan mereka dari pengaruh kebencian ras.
UU kejahatan kebencian tentunya diperlukan karena Amerika secara de facto dikuasai oleh etnis Yahudi yang minoritas (sekitar 3% saja dari populasi). Majalah Vanity Fair mengkonfirmasi hal ini dengan menempatkan lebih dari separoh daftar manusia paling berpengaruh di dunia tahun 2007 lalu adalah berdarah Yahudi. Sekitar 50% pejabat tinggi pemerintahan Presiden George W. Bush berdarah Yahudi. Prosentase itu bahkan lebih tinggi pada masa kepresidenan Bill Clinton. Clinton bahkan pernah membuat kebijakan yang kontroversial dengan memberikan kewarganegaraan kepada seorang imigran Israel pada hari pertama memegang jabatan presiden. Tidak lama kemudian orang yang sama diberi jabatan tinggi di pemerintahan hingga jabatan terakhirnya adalah duta besar.
Bayangkan bila Presiden SBY memberi jabatan duta besar kepada seorang anggota keluarga Punjabi (keluarga keturunan India yang sudah puluhan tahun tinggal di Indonesia), tentu akan menjadi skandal besar di Indonesia.
Pembunuhan terhadap Obama (tidak perlu heran karena Amerika sangat berpengalaman dalam hal pembunuhan terhadap presidennya), akan memberikan legitimasi kuat bagi para “penguasa di balik layar” Amerika untuk semakin mencengkeramkan kekuasaannya atas warganya. Hal ini sama seperti serangan atas menara WTC menjadi alasan Amerika menyerang Afghanistan dan Irak, tidak peduli ditentang oleh mayoritas rakyatnya sendiri.
Lihatlah bagaimana tidak ada satupun calon presiden yang berani menentang perang Irak. Mereka yang menentang agenda perang para “penguasa di balik layar” tersebut tersingkir secara otomatis meski didukung rakyat sekalipun. Contohnya adalah senator Ron Paul.

Tuesday 2 September 2008

PERSELINGKUHAN POLITIK GAYA AMERIKA



Dalam tulisan ini saya ingin menggambarkan betapa perselingkuhan antara kapitalis, politisi dan kriminalis begitu menguasai sendi-sendi kehidupan Amerika, negara yang begitu banyak dipuja-puji orang, termasuk di Indonesia hingga Presiden SBY pun mengatakan Amerika adalah negara keduanya. Bahan-bahan utama tulisan ini diambil dari buku karya Michael Collins Piper, The New Jerussalem.

Keluarga Bronfman, sebagaimana sebagian besar Yahudi Amerika lainnya, bermigrasi dari Eropa di bawah perlindungan keluarga bankir internasional asal Jerman, Rothschild pada akhir abad 20. Di bawah pimpinan Sam Bronfman, keluarga ini memulai bisnisnya dengan membuat dan memperdagangkan minuman keras, termasuk pada masa dimana minuman keras masih dilarang di Amerika pada tahun 1920-an dan 1930-an. Dengan kata lain, keluarga ini menjalin hubungan dekat dengan kelompok mafia Amerika pengedar minuman keras yang saat itu dipimpin oleh Yahudi kelahiran Rusia, Meyer Lanski dan mitra Yahudinya Benjamin “the Bugsy” Siegel serta dua mitra Italia-nya, Charles Luciano dan Frank Costello. (Kiprah gang mafia ini bisa dilihat dalam film The Mobster dan film Bugsy yang cukup populer pada tahun 1990-an karena dibintangi oleh bintang-bintang top Hollywood).

Koneksi Bronfman-Lansky begitu kuatnya sehingga tidak ada seorangpun bisa sukses bisnisnya di sebagian besar kota metropolitan di Amerika, tanpa bantuan mereka. Bahkan bandit legendaris Al Capone pun, dalam jaringan bisnis Bronfman-Lansky, tidak lebih dari seorang Kapten yang menguasai sebagian wilayah kota Chicago.

Dalam biografi Lansky, Meyer Lansky: Mogul of the Mob, penulis Dennis Eisenberg menyebutkan bahwa Benjamin Siegel menyelamatkan Capone saat menjadi buron kasus pembunuhan di New York. Selanjutnya Lansky dan Siegel mengirim Capone ke Chicago untuk bergabung dengan kaki tangan Lansky di sana, Johny Torrio. Pimpinan gangster di Chicago, “Big Jim” Colosimo, adalah mitra sekaligus saingan Lansky. Suatu saat Collosimo, yang tidak menyukai orang Yahudi dan sering menyatakannya secara terbuka, memutuskan pisah dengan gang Bronfman-Lansky dan mendirikan bisnisnya sendiri dengan berkonsentrasi pada perdagangan obat bius dan prostisusi serta meninggalkan bisnis minuman ilegal. Keputusan itu memukul bisnis minuman Bronsfman-Lansky sehingga mereka mengirimkan Capone untuk menghabisinya. Sejak saat itulah Al Capone muncul sebagai pimpinan mafia Chicago dan menjadi sosok yang terkenal.

Pimpinan keluarga Bronfman saat ini adalah Edgar Bronfman yang lama menjadi ketua World Jewish Congress. Saat ini ia terlibat dalam upaya pencairan dana miliaran dolar di beberapa bank di Swiss yang diklaimnya sebagai harta orang-orang Yahudi yang dirampas oleh regim Nazi Jerman dalam Perang Dunia II. Meski media massa tidak pernah menyinggung bagaimana uang itu menumpuk, keterlibatan Bronfman memberikan indikasi lain. Umum mengetahui bahwa sebagian besar kekayaan Bronfman berasal dari bisnis ilegal sebelum dan selama Perang Dunia II. Banyak orang di Amerika juga mengetahui, sindikat mafia menggunakan perbankan Swiss untuk menyembunyikan kekayaannya. Singkat kata, harta yang diklaim Bronfman tidak lain adalah “uang haram” hasil bisnis ilegal.
Putra Sam Bronsfman, Edgar Bronfman, tidak kalah berkuasa dibandingkan ayahnya. Ia menguasai Universal Studios, salah satu raksasa dalam industri film dan musik, beserta anak-anak perusahaannya.

Kekayaan lain keluarga Bronfman selain perusahaan minuman Seagram adalah Du Pont, salah satu perusahaan raksasa di Amerika. Selain itu adalah: Campbell Soup, Schlitz Brewing, Colgate-Palmolive, Kellog, Nabisco, Norton Simon, Quaker Oats, Paramount Pictures dan Warrington Products. Keluarga Bronfman juga bergerak di bidang ritel dan developer yang berserak di seluruh Amerika dan Kanada.
Di bidang politik keluarga ini berada di belakang kesuksesan karier “senator yang jujur dan reformis” terkenal asal Arizona yang kini menjadi kandidat presiden, John McCain.

McCain memulai karier politiknya setelah menjadi menantu Jim Hensley, seorang tokoh kontroversial yang bekerja untuk keluarga Bronfman dengan menjadi pimpinan perusahaan distributor minuman bir di kota Phoenix, Anheuser-Busch. Hansley memulai kariernya di kerajaan Bronfman dengan menjadi pegawainya Kemper Marley yang sampai meninggal tahun 1990 dalam usia 84 tahun merupakan figur penting penentu kebijakan politik di Arizona. Namun sebenarnya Marley tidak lain salah satu tangan kanan bos mafia Meyer Lansky di Arizona, bersama-sama dengan Gus Greenbaum. Pada tahun 1941 Greenbaum mendirikan Transamerica Publishing and News Service, yaitu perusahaan jaringan penerbit dan suratkabar yang melayani seluruh negara. Pada tahun 1946 Greenbaum menyerahkan urusan operasionalnya kepada Marley dan mulai fokus pada pengembangan bisnis kasino di Las Vegas setelah Lanksy mengeksekusi Benjamin “the Bugsy” Siegel karena kecurangannya. Namun nasib Greebaum pun setali tiga uang. Setahun kemudian ia dan istrinya dibunuh dengan cara mafia: digorok lehernya. Sementara itu Marley mengembangkan bisnis minuman kerasnya hingga menjadi usaha monopoli di Arizona. Namun usaha itu sudah pasti tidak akan berhasil tanpa dukungan keluarga Bronfman yang menjadi supplier dan penyandang dananya.

Pada tahun 1948 polisi menangkap 52 anggota Marley, termasuk sang mertua McCain, namun Marley dan Bronfman tidak tersentuh. Penjara bagi Hensley rupanya menjadi “hikmah” baginya. Sekeluarnya dari penjara Marley membalas kesetiaannya dengan mendirikan perusahaan Anheuser-Busch untuk Hensley. Selain bisnis minuman keras, Helsey juga mengembangkan bisnis judi lomba balap anjing dan membangun stadion balap anjing bersama Emprise Corp milik keluarga Jacobs, tangan kanan keluarga Bronfman lainnya yang berbasis di kota Buffalo.

Pada tahun 1976 seorang reporter, Don Bolles, meninggal dalam sebuah ledakan bom mobil setelah mengekspos sepak terjang Jim Hensley.
Jadi meskipun John McCain secara langsung tidak terkait dengan bisnis ilegal mertuanya, tidak bisa tidak ia berhutang jasa kepada mertuanya itu sebagimana juga kepada keluarga Bronfman. Sebagai imbalannya, McCain menjadi seorang politisi yang sangat vokal mendukung Israel dan kaum Yahudi.

Yang mungkin paling mengejutkan adalah bahwa keluarga Bronfman juga terkait dengan pembunuhan presiden John F Kennedy. Kematian Kennedy sendiri sampai sekarang masih menjadi pertanyaan meskipun Komisi Warren yang ditunjukan pemerintah untuk menyidiki telah memutuskan Lee Harvey Oswald sebagai pembunuh tunggal Kennedy. Beberapa penyidikan tidak resmi menemukan fakta-fakta lain yang tidak diungkapkan Komisi Warren dan mengambil kesimpulan yang berbeda dengan komisi resmi itu. Kasus itu sendiri berjalan sangat aneh. Lee Harvey Oswald yang ditangkap seusai penembakan dan tengah dalam perjalanan mengikuti penyidikan ditembak mati di depan petugas keamanan oleh anggota mafia Jack Rubi. Jack Rubi pun langsung meninggal ditembak petugas keamanan setelah melaksanakan “tugasnya”.

Faktanya adalah Clay Shaw, seorang direktur Permindex, perusahaan bentukan Israel di Amerika dan dipimpin tangan kanan keluarga Bronfman, Louis Bloomfield, menjadi salah satu tersangka kasus tersebut. Selain itu Jack Rubi sendiri adalah seorang pegawai keluarga Bronfman. Fakta lainnya adalah pengusaha minyak, Jack Crichton, salah seorang mitra dekat keluarga Bronfman, menjalin hubungan dengan janda mendiang Lee Harvey Oswald. Sementara itu lawyer John McCloy, salah seorang anggota Komisi Warren adalah seorang direktur Empire Trust, salah satu perusahaan milik keluarga Bronfman.
Para penyidik kasus Kennedy sempat mengindikasikan adanya seorang misterius yang disebut “Bos Minyak Texas” sebagai salah satu dalang pembunuhan Kennedy. Kenyataannya adalah Sam Bronfman adalah seorang “Raja Minyak Texas” yang membeli Texas Pacific Oil tahun 1963. Sedangkan salah seorang anggota Komisi Warren lainnya, Allen Dulles, mantan Direktur CIA serta saudara mantan Menlu John Foster Dulles, adalah penasihat hukum perusahaan milik putri Sam Bronfman, Phyllis.

Upaya penggelapan kasus Kennedy, selain di oleh Komisi Warren, juga didukung oleh media-media massa yang notabene milik orang-orang Yahudi, di antaranya surat kabar milik keluarga Newhouse, The New Orleans Times Picayune. Surat kabar ini gencar menyerang jaksa wilayah distrik New Orleans, Jim Garrison, yang dengan berani memeriksa Clay Shaw, eksekutif perusahaan milik orang-orang Yahudi, Permindex berkaitan dengan kasus pembunuhan Kennedy. Selain itu penerbit Random House, juga milik keluarga Newhouse, menerbitkan buku yang mendukung kesimpulan Komisi Warren karangan Gerald Posner, Case Closed.

Kasusnya semakin menarik karena selain dimiliki oleh keluarga Bronfman, Permindex juga dimiliki bersama oleh Banque De Credit Internationale yang dimiliki oleh Tibor Rosenbaum, boss dinas intelegen Israel, Mossad. Bank yang berbasis di Swiss itu juga merupakan “mesin pencuci uang” bagi sindikat mafia pimpinan Meyer Lanski dan keluarga Bronfman. Sedangkan CEO Permindex, Louis Bloomfield adalah salah seorang tangan kanan keluarga Bronfman dan Lanski.

Ahli hukum asal New York, John Klotz, menulis dalam majalah Spy edisi Maret/April 1995 sebuah pertanyaan: Apakah Newhouse memiliki informasi sebenarnya tentang pembunuhan Kennedy? Selama 30 tahun lebih Newhouse dan kerajaan medianya telah memaiankan peran yang unik atas kontroversi kejadian pembunuhan Kennedy. Tulisan itu diakhiri dengan pertanyaan: Apakah yang menyebabkan Newhouse begitu gigih meng-cover kasus Kennedy? Alasan “mencurigai” keterlibatan Newhouse dalam pembentukan dan pembelokan opini tentang kematian Kennedy setidaknya ada satu hal: Random House sering menerbitkan buku-buku CIA terutama yang terkait dengan kasus Kennedy. Adapun motif pembunuhan terhadap Kennedy tidak lain adalah karena menentang usaha Israel untuk membuat bom nuklir. Hal itu tentu saja membuat orang-orang Yahudi sangat marah. Tidak kurang Perdana Menteri Israel Ben Gurion sendiri mengatakan keberadaan Kennedy adalah bahaya bagi Israel.
Film box office berjudul JFK garapan sutradara kenamaan, Oliver Stone, tidak menyebutkan detil dari fakta-fakta tersebut di atas. Hal ini, menurut Michael Collins Piper dalam bukunya Final Judgement, tidak lain karena film tersebut dibiayai oleh Arnon Milchan, keturunan Yahudi yang terlibat dalam penyelundupan material nuklir ke Israel.

Pada tahun 1997, American Library Association menyelenggarakan “Pekan Buku Terlarang” dimana Michael Collins Piper diundang sebagai salah satu pembicara seminar dengan topik pembunuhan Kennedy. Anti-Demafation League (ADL), salah satu organ Yahudi terpenting di Amerika lengsung mengadakan berbagai aksi, termasuk aksi-aksi demo dan teror kepada panitia untuk membatalkan acara tersebut. ADL merasa khawatir para pelajar dan mahasiswa yang mengikuti acara tersebut akan menganggap serius analisa Piper. Namun ironisnya ADL percaya bahwa para pelajar dan mahasiswa Amerika cukup dewasa untuk mati berperang di Afganistan dan Irak membela Israel.

Kembali ke persoalah mafia Yahudi Amerika. Saat rekan-rekan mereka mafia Italia diberangus oleh aparat keamanan Amerika, Meyer “Sang Raja Gangster” Lanski dengan mudahnya memindahkan bisnisnya ke Israel. Adapun keluarga Bronfman, tetap tinggal sebagai keluarga terhormat dan berpengaruh di Amerika, hingga sekarang. Bahkan kekuasaan Bronfman seakan tidak terhingga karena ternyata ia adalah anggota “The Billionaire Gang of Four”, gang empat keluarga Yahudi yang menguasai media massa dunia dengan Rupert Mucdoch sebagai operatornya. Anggota gang itu, selain Murdoch adalah Rothschild, Oppenheimer, dan Bronfman. Gang ini menguasai saham media-media massa besar di dunia, termasuk New York Times, Time, Newsweek, Washington Post, Weekly Standard, US New & World Report. Di Indonesia gang itu telah menguasai salah satu stasion televisi nasional yang didirikan oleh keluarga Bakrie, ANTV.

Dan kini, setelah Tragedi WTC, sepak terjang keluarga Bronfman dalam pemerintahan semakin merajalela. Belum lama ini Stephen Herbits, mantan eksekutif perusahaan milik keluarga Bronfman, Seagram, telah ditunjuk pemerintah Amerika dengan tugas khusus: menyeleksi promosi dan penunjukan pejabat-pejabat pertahanan Amerika dalam rangka mengontrol para jendral Amerika agar tetap loyal kepada kebijakan pro-Israel.
(Keterangan poto: Edgar Bronfman bersalaman dengan Hillary Clinton disaksikan Presiden Bill Clinton)

Monday 1 September 2008

Para Presiden yang Dibunuh


Sejarah mencatat bahwa empat orang presiden Amerika meninggal secara tragis dengan ditembak. Mereka adalah: Abraham Lincoln (15 April 1865), James Garfield (2 Juli 1881), William McKinley (6 September 1901) dan John F. Kennedy. Namun jarang sekali buku-buku sejarah -- apalagi yang resmi -- yang mencatat bahwa tiga orang presiden lainnya meninggal tidak kalah tragis, diracun: William Henry Harrison (1773-1841), Zachary Taylor (1784-1850), dan Warren Harding (1865-1923).

Namun meski demikian kebenaran tidak bisa disembunyikan selamanya. Indikasi terbongkarnya konspirasi jahat yang menguasai Amerika dan dunia sedikit demi sedikit telah terkuak. Seperti dokumen Protocols of Learned Elders of Zion yang terbongkar di Rusia tahun 1905, dokumen The Mardi Gras Secrets juga telah banyak menyingkap konspirasi itu.

Dokumen online tersebut dibuat bulan Desember 2005 oleh Mimi L. Eustis, anak perempuan dari Samuel Todd Churchill, seorang anggota tingkat tinggi persekutuan rahasia Mardi Gras Society cabang “The Mystick Crewe of Comus." Persekutuan ini merupakan bagian dari persekutuan rahasia Skull and Bones (Presiden George W. Bush dan sebagian pendahulunya anggota kelompok ini). Skull and Bones sendiri adalah organisasi rahasia bentukan para anggota organisasi rahasia Illuminati/Freemasonri.
The Mardi Gras Secrets dibuat berdasarkan pengakuan Samuel Todd Churchill menjelang meninggal kepada putrinya, Mimi Eustis. Dan setelah menyimpan rahasia sangat lama, Mimi memutuskan membuka rahasia itu ke publik setelah merasa hidupnya tidak akan lama lagi akibat divonis menderita kanker.

The Mardi Gras Secrets menunjukkan bahwa agen-agen Illuminati telah meracun Presiden William Henry Harrison dan Zachary Taylor . Mereka juga meracun Presiden James Buchanan pada tahun 1857 namun ia selamat. Ketiga presiden itu berusaha mencegah Perang Sipil (1860-1865) yang dirancang oleh Illuminati. Mardi Gras juga menunjukkan peranan Illuminati dalam pembunuhan Presiden Abraham Lincoln dan Senator Huey Long.

Tokoh awal Illuminati Amerika adalah Caleb Cushing (1800-1879) beserta William Russell, penyelundup opium yang mendirikan Skull & Bones tahun 1832. Salah satu ritual kelompok ini yang menjadi uji kesetiaan adalah “killing of the king”. Skull & Bones (nama lainnya adalah Brotherhood of Death) menurut Eustis tidak lain adalah mesin pembunuh atas para politisi Amerika yang menentang kekuasaan Keluarga Rothschild. Di antara aksinya adalah meracun Presiden Harrison dan Zachary Taylor.

Harrison adalah satu-satunya presiden Amerika yang meninggal di dalam istana Gedung Putih, hanya 31 hari setelah disumpah sebagai presiden akibat keracunan makanan. Penggantinya, Zachary Taylor, memerintahkan penyidikan atas kematian pendahulunya dan pada tanggal 3 Juli 1850 ia mengancam akan menggantung pelaku pembunuhan atas Harrison. Namun hanya sehari kemudian ia sendiri menderita keracunan makanan dan meninggal tanggal 9 Juli 1850. Kedua presiden menolak mengakui Texas dan California sebagai negara bagian yang melegalkan perbudakan, dan itu bertentangan dengan keinginan Rothschild.

Pengganti Taylor, Abraham Lincoln, juga mengalami nasib mengenaskan. Ia tewas ditembak oleh John Wilkes Booth, anggota kelompok rahasia lain, Knights of the Golden Circle yang juga bekerja untuk illuminati. Lincoln dibunuh karena menolak berhutang kepada Rothschild untuk membiayai perang selama masa Perang Sipil. Alih-alih memilih hutang dengan bunga hingga 30%, Lincoln menerbitkan obligasi tanpa bunga, Greenback senilai 450 juta dolar. Rothschild, penguasa perbankan internasional merasa terancam dengan kebijakan itu dan memerintahkan pembunuhan Lincoln.

Menurut Eustis kebanyakan anggota illuminati tingkat rendah adalah orang-orang yang baik yang percaya organisasinya menjalankan misi kemanusiaan. Organisasi-organisasi rahasia (mason) itu oleh illuminati digunakan sebagai penyamaran. Adapun anggota tingkat tinggi harus melalui ritual “Killing of the King”, membunuh tokoh-tokoh penting yang dianggap musuh. Anggota tingkat rendah sering kali dikorbankan terlebih dahulu. Contohnya adalah John Wilkes Booth, Lee Harvey Oswald (pembunuh Presiden Kennedy) dan Carl Austin Weiss (pembunuh senator Huey Long). Namun apabila diperlukan anggota tingkat tinggi pun (biasanya menduduki jabatan tinggi di pemerintahan seperti senator, jaksa, hakim, menteri hingga presiden) akan dikorbankan. Contohnya Buchanan, Garfield, dan McKinley. Adapun senator Charles Lindberg, pionir penerbangan dan anggota illuminati lain yang menentang UU Bank Sentral yang memberikan kekuasaan penciptaan uang kepada agen-agen Rothschild melalui bank sentral (Federal Reserve), “diberi peringatan” dengan pembunuhan atas anaknya.

Mardi Grass Secrets tidak menyinggung kematian Presiden Warren Harding. Namun kematiannya yang mirip kematian Munir cukup membuat dugaan bahwa ia pun meninggal seperti pendahulunya yang diracun. Menurut deskripsi Wikipedia : “Pada akhir Juli 1923, saat dalam perjalanan dari Alaska melalui British Columbia (Canada), Harding menderita keracunan hebat. Di Palace Hotel San Francisco ia mengalami pneumonia (kesulitan bernafas) dan meninggal pada tanggal 2 Agustus 1923 dalam usia 57 tahun”. Yang mengherankan adalah meski agak misterius Harding tidak diotopsi dan dikebumikan pada hari itu juga. Lebih mengherankan lagi tidak lama kemudian salah satu dokter yang menangani penyakit Harding meninggal mendadak karena keracunan.

Mardi Gras Secrets menyimpulkan bahwa Amerika, karena tingkat korupsi yang begitu mendalam, tidak lagi dapat disebut sebagai negara demokrasi. Terdapat pola yang sangat jelas atas kontrol bangsa Amerika oleh para kapitalis (Yahudi). Para pendiri Amerika dan sebagian besar elit penguasanya adalah anggota Illuminati-Freemasonry. Sebagian dari mereka harus dibunuh karena menganggap jabatan yang diemban merupakan amanah rakyat. Yang selamat adalah mereka yang menjual negara untuk kepentingan kapitalis. Dan mereka yang tidak meyakini hal ini, adalah mereka yang hidup dalam ilusi. Sama seperti rakyat Indonesia yang percaya bahwa negara ini telah berjalan dengan baik hingga suatu saat seluruh kekayaan Indonesia habis dikuasai oleh orang asing dan yang tersisa adalah hutang yang menumpuk.
Keterangan gamber: lukisan penembakan Presiden Abraham Lincoln yang terkenal.