Sebelumnya saya mohon ma'af kepada para pengunjung setia blok ini yang melihat akhir-akhir ini produktifitas tulisan saya menurun tajam. Selama sebulan terakhir ini Kota Medan dan wilayah-wilayah lain di seluruh Sumatera Utara tengah mengalami krisis listrik yang sangat parah. Hari ini saja warga sekeliling rumah saya mengalami pamadaman aliran listrik selama lebih dari 6 jam non-stop. Parahnya lagi Telkom, BUMN prestisius yang bertanggungjawab atas layanan telekomunikasi seperti turut berkonspirasi menghancurkan layanan publik dengan tidak menyediakan genset untuk mendukung operasionalnya. Maka ketika alisran listrik mati, jaringan internet pun lumpuh. Akibatnya masyarakat pun semakin sulit untuk bisa mengakses internet, khususnya yang selama ini mengandalkan produk "Speedy" milik Telkom.
Gubernur Sumut yang sudah tidak tahan dengan tingkah PLN, terutama dengan kebohongan-kebohongan publik yang terlalu sering diumbar para pejabat PLN, telah melaporkan masalah ini kepada Presiden SBY. Namun seperti sudah saya duga, hal ini tidak merubah apapun karena SBY juga bagian dari masalah ini, bahkan mungkin yang paling besar. Alih-alih menanggapi serius permasalahan krisis listrik di Indonesia dan khususnya di Sumut, hari ini saya mendengar pernyataan aneh SBY yang meminta pimpinan TNI untuk memikirkan kesejahterakan personilnya. Bukankah yang harus memikirkan kesejahteraan aparat TNI adalah pemerintah? TNI adalah institusi profesional yang personilnya tidak boleh dibebani dengan "urusan perut" karena bisa sangat berbahaya. Apakah para jendral itu harus "ngobyek" untuk menambah uang saku anak buahnya?
Sejak SBY berpidato menyambut kemenangannya dalam pemilu tahun 2009 lalu, saya sudah meramalkan, Indonesia akan mengalami hal-hal yang sangat buruk. Dan krisis listrik di Sumut dan beberapa kejanggalan lainnya seperti melonjaknya harga barang-barang kebutuhan pokok, baru "pemanasan" saja. Saya sudah bisa membayangkan yang lebih buruk: pemadaman listrik total di ibukota, mesin-mesin ATM yang mogok massal, dan pengenaan pajak progressif pada tabungan masyarakat yang tidak berbeda dengan perampokan dana-dana masyarakat secara besar-besaran oleh negara (sudah terjadi di Yunani).
Dan hal-hal seperti itu pulalah yang bisa mengakibatkan sebuah negara menjadi bangkrut, seperti Amerika misalnya.
Dunia kini tengah dihebohkan dengan berita tentang "bangkrut"-nya pemerintah Amerika yang tidak memiliki dana untuk menjalankan pemerintahan setelah rencana anggaran yang diajukan pemerintah ditolak para legislator. Dengan berpura-pura bodoh atau memang benar-benar bodoh, media-media massa pun ramai-ramai menyebutkan program jaminan sosial "Obamacare" sebagai penyebab kebangkrutan tersebut. Mereka tidak pernah menyebut bahwa pemerintah Amerika memiliki hutang sebesar $16 triliun dan separohnya lebih "dihasilkan" oleh Presiden Obama, dan untuk membayar bunganya saja pemerintah harus mengeluarkan ratusan miliar dollar per-tahun. Ini belum termasuk "perang melawan terorisme" yang menguras ratusan miliar dolar Amerika dana publik Amerika setiap tahun. Itulah yang mengakibatkan Amerika bangkrut, bukan "Obamacare".
Namun hanya sedikit orang yang memahani ekonomi negara. Bahkan saya berani menjamin hanya sedikit sekali orang yang telah belajar Ekonomi Makro yang memahami tentang bagaimana perekonomian sebuah negara dijalankan.
Tuhan telah menganugerahkan bumi dengan kekayaan dan sumber daya yang tidak terkira. Hukum alam telah mengatur mahluk hidup untuk berkembang biak. Sebulir padi yang bisa menghasilkan ribuan butir padi dan sepasang ayam yang bisa menghasilkan ratusan ayam dan ribuan telor. Dikombinasikan dengan otak manusia yang luar biasa cerdas yang bisa merekayasa tanaman pangan untuk tumbuh di atas tanah gersang, plus peradaban manusia yang telah berkembang ribuan tahun, semestinya dunia ini dilimpahi dengan kemakmuran.
Namun mengapa banyak negara bisa hancur ekonominya dan umat manusia pun dilanda kelaparan dan kemiskinan? Bagaimana mungkin sebuah negara yang pemerintahnya memiliki sumber pendapatan mencapai Rp 40.000 triliun per-tahun seperti Amerika, bisa bangkrut? Tidak lain karena negara tersebut telah diatur dengan cara yang salah. Namun kesalahan ini tragisnya bukan karena "kebodohan", melainkan karena "kejahatan sistematis".
Setahun lebih yang lalu saya sempat berdiskusi dengan seorang teman tentang kondisi ekonomi negeri ini, khususnya terkait dengan minimnya anggaran pendidikan dikucurkan pemerintah pada perguruan tinggi negeri. Ketika saya mencoba memancingnya tentang "kejahatan sistematis" pengelolaan keuangan negara oleh pemerintah, teman saya yang menyandang gelar doktor dari Amerika itu menjawab tegas bahwa tidak mungkin pemerintah melakukan kejahatan seperti itu. Sayangnya prasangka baik tentang mitos "pemerintah selalu baik" yang dimiliki sebagian besar masyarakat itulah yang mengakibatkan negara seperti Amerika bisa bangkrut.
(bersambung)
distroyed america
ReplyDeleteBRI (Bank Rakyat Indonesia) sarang yahudi. tolong mas yon di tulis untuk kebobrokan BRI kita. kenapa saya meminta ini mas yon, karena saya sebagai pegawai rendah di pemerintahan sangat kecewa oleh ulah BRI. saya berhutang di BRI 20 juta dan akan di bayar selama 3 tahun dengan memotong gaji saya, bila pemotongan gaji sudah berjalan 1 tahun dan saya ingin melunasi yg sisa dua tahun maka saya harus membayar seluruh bunga nya. sementara perjanjian dari pihak BRI sebelumnya jika saya ingin melunasi hutang saya maka hanya membayar pokok nya saja ditambah bunga 6 bulan. sekarang aturan tersebut berubah dengan merugikan saya sebagai peminjam. mereka merubahnya tanpa mengkaji lebih dulu. ternyata Bank BRI yang kita banggakan adalah salah satu tangan kapitalis.
ReplyDeleteMas agus, perbankan Indonesia dan mayoritas negara-negara lainnya adalah sistemnya yahudi, bahkan kepemilikannya juga yahudi.
ReplyDeleteSaya berpendapat perbankan adalah sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak, maka harus dikuasai oleh pemerintah. Perbankan mestinya hanya berfungsi menjaga likuiditas, bukan untuk mencari keuntungan. Namun negara yang menjalankan sistem perbankan seperti ini (Libya) justru dihancurkan.
Bayangkan saja, para banker yang tidak pernah membuat apapun justru mendapat untung paling besar. Gaji para eksksutifnya yang melebihi menteri dan presiden, sementara para petani dan pekerja yang benar-benar menciptakan nilaia tambah justru terpinggirkan. Ini mestinya tidak boleh terjadi.
Ditunggu kelanjutannya mas.. suwun
ReplyDeleteDitunggu kelanjutannya mas.. suwun
ReplyDeleteDitunggu kelanjutannya mas.. suwun
ReplyDelete