Sunday 27 September 2015

Rusia, Iran dan Suriah Bangun Markas Komando Bersama di Irak

Indonesian Free Press -- Rusia, Iran dan Suriah membangun markas komando bersama di Baghdad, Irak. Demikian laporan situs militer military.com, mengutip media Amerika Fox News, Jumat (25/9).

Sumber-sumber inteligen barat menyebutkan bahwa sejumlah perwira tinggi lapangan Rusia terlibat dalam komando bersama itu dalam memerangi kelompok ISIS di Suriah. Namun para pejabat Amerika masih belum bisa memastikan apakah Irak terlibat juga dalam komando bersama itu.

Kabar ini terkait dengan peningkatan militer Rusia di Suriah untuk membantu regim Bashar al Assad memerangi kelompok teroris yang memeranginya selama 4 tahun lebih. Langkah Rusia tersebut, sebut para pengamat internasional, memporak-porandakan skenario Amerika dan sekutu-sekutunya bagi pergantian regim Bashar al Assad dengan regim baru yang lebih 'bersahabat' dengan barat.

Menyusul langkah mengejutkan Rusia, para pejabat Amerika dan sekutu-sekutunya kini tidak lagi menyerukan 'pergantian regim' di Suriah.

"Antara tuntutan bagi Assad untuk mundur atau membiarkannya berkuasa selama 17 tahun, ada celah yang namanya negosiasi," kata Menlu Perancis Laurent Fabius, mencerminkan perubahan besar sikap politik negara-negara barat.

Hal yang sama telah dikatakan juga oleh Menlu As John Kerry, dan juga Presiden Turki Erdogan dalam kunjungannya ke Rusia minggu ini.

Saturday 26 September 2015

Gilad Atzmon: Zionisme Jatuh dengan Cepat

Indonesian Free Press -- 'Sejarah yahudi mengajarkan bahwa saat kekuatan yahudi runtuh, hal itu terjadi dengan sangat cepat dan konsekuensinya seringkali sangat tragis. Mari kita berharap kali ini berbeda, namun untuk itu orang-orang yahudi harus belajar untuk memperbaiki diri.'

Itu adalah kesimpulann Gilad Atzmon, seorang yahudi anti zionisme dan pendukung Palestina dalam tulisan terakhirnya di blognya yang cukup terkenal gilad.co.uk tanggal 20 September lalu berjudul 'Hirsh vs. Corbyn'.

Tulisan itu terkait dengan kemenangan Jeremy Corbyn, seorang tokoh yang dikenal anti-zionis, sebagai ketua baru Partai Buruh yang merupakan partai oposisi utama di Inggris, dan upaya zionis untuk menjegalnya.

Atzmon menunjuk pada surat terbuka di Jewish Chronicle yang ditulis zionis David Hirsh misalnya untuk mengegal Corbyn dengan mengungkit-ungkit kedekatan Corbyn dengan tokoh-tokoh dan lembaga-lembaga anti zionis.

"Anda bekerja di Press TV alat propaganda regim Iran dan Anda merekomendasikan Russia Today, alat propaganda Putin. Anda berfoto bersama Hugo Chavez, dengan pemimpin Hamas, dengan Gerry Adams (pemimpin perjuangan Irlandia Utara) dan dengan Hezbollah. Anda menuduh Nato sebagai agresor di Ukraina dan bahwa ISIS tidak lebih buruk ketimbang Amerika. Dan Anda turut memperingati revolusi Iran," tulis Hirsh.

Friday 25 September 2015

Pangeran Saudi Picu Tragedi Mina

Indonesian Free Press -- Putra Raja Saudi yang menjadi Wakil Putra Mahkota sekaligus Menteri Pertahanan Saudi, Pangeran Mohammad bin Salman Al Saud disebut-sebut menjadi pemicu terjadinya tragedi Mina yang menewaskan ratusan orang, Kamis (23/9).

Seperti dilaporkan media Lebanon berbahasa Arab 'al-Diyar', Kamis, kehadiran konvoi Pangeran Mohammad bin Salman telah mengakibatkan terjadinya kemacetan di jalan yang menghubungkan ke Mina, tempat ritual melempar jumroh dilakukan oleh jemaah haji.

Laporan menyebutkan kehadiran Salman dengan pengawalnya yang berjumlah ratusan orang telah memblokir jalan yang berjarak 5 km dari Mekah itu. Akibatnya terjadi saling desak-desakan yang membawa maut ratusan jemaah haji. Diperkirakan jumlah pengawal Salman mencapai 350 orang, terdiri dari 150 polisi dan 200 tentara.

Menurut laporan itu, setelah terjadi tragedi itu sang pangeran dan pengawalnya berlalu begitu saja dari tempat kejadian. Sementara pemerintah berusaha menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya.

Namun para pejabat Saudi tentu saja menolak laporan itu dan menyebutnya sebagai 'tidak benar'. Menteri Kesehatan Saudi justru menyalahkan para jemaah yang disebutkan 'mengabaikan instruksi'.

Wednesday 23 September 2015

Belasan Pesawat Tempur Rusia di Suriah Terlihat Oleh Foto Satelit

Indonesian Free Press -- 16 pesawat tempur Rusia terlihat parkir di pangkalan udara di dekat kota Latakia, wilayah barat-laut Suriah yang menjadi basis pendukung Presiden Bashar Al Assad. Hal ini mengkonfirmasi berbagai kabar tentang bantuan militer besar-besaran Rusia terhadap Suriah akhir-akhir ini.

Seperti dilaporkan media terkemuka INggris Daily Mail, Rabu (24/9), ke-16 pesawat tempur itu adalah 12 pesawat SU-25 dan 4 pesawat tempur serbaguna SU-30. SU-25 adalah pesawat khusus serangan darat meski juga bisa dilengkapi dengan rudal-rudal anti-pesawat untuk pertahanan melawan pesawat tempur lawan. Sementara SU-30 adalah pesawat tempur serba guna yang dirancang untuk mendukung serangan darat serta keunggulan udara sekaligus.

Sebelumnya pada hari Senin (21/9) para pejabat Amerika menuduh Rusia telah mengirimkan setidaknya 28 pesawat tempur ke Suriah. Selain ke-16 pesawat itu juga 12 pesawat tempur SU-24. Pejabat-pejabat Amerika juga menuduh Rusia telah mengirimkan rudal-rudal canggih berpresisi tinggi.

Senjata-senjata itu dikabarkan telah ditempatkan di sekitar kota-kota Deir Ezzor dan Raqa, yang menjadi 'ibukota' para pemberontak.

Saturday 19 September 2015

Rusia: Tidak Ada Kompromi di Suriah

Indonesian Free Press -- Sampai sebelum tulisan ini dibuat IFP hanya bisa menebak-nebak motif sebenarnya dari 'langkah gambit' Rusia mengerahkan kekuatan militernya di Suriah beberapa waktu terakhir. (Terakhir Amerika menuduh Rusia telah mengirimkan 4 pesawat tempur ke pangkalan udara di Latakia yang sudah diperluas dan diperkuat dengan sistem pertahanan udara, senjata-senjata artileri dan personil marinir Rusia). Namun, sebuah laporan di New York Times tanggal 23 Juli 2015 menjadi jawaban atas pertanyaan itu.

Dalam laporan itu dituliskan, "Para pejabat pemerintah (Amerika) yang telah melakukan negosiasi selama berbulan-bulan dengan para pejabat Turki, mengatakan hari Kamis bahwa mereka telah mencapai kesepakatan untuk mengerahkan pesawat-pesawat berawak dan nir-awak untuk menyerang ISIS dari pangkalan udara NATO di Incirlik dan Diyarbakir. Perjanjian itu disebut oleh seorang pejabat senior sebagai 'pengubah permainan'."

Lebih lanjut laporan itu memaparkan tentang dampak kesepakatan Amerika-Turki itu. Dengan perjanjian itu maka Amerika bisa melibatkan diri dalam konflik di Suriah dengan menggunakan pesawat-pesawat tempurnya, dan hal itu akan meningkatkan tekanan terhadap regim Bashar al Assad dan berdampak pada kejatuhannya. Apalagi dengan Turki yang turut mengerahkan pasukan daratnya ke Suriah dengan dalih menjaga 'zona pengaman' untuk melindungi pengungsi.

Inilah yang disebut 'pengubah permainan', setelah konflik yang berlangsung selama 4 tahun yang disponsori Amerika dan zionis internasional gagal menggulingkan Bashar al Assad. Itulah sebabnya para pejabat Amerika, beberapa waktu terakhir, kembali meneriakkan 'pergantian regim Bashar al Assad' sebagai solusi pemecahan konflik di Suriah.

Tuesday 15 September 2015

'Tendang Keluar' Badan Anti-Narkoba Amerika, Produksi Koka Bolivia Merosot

Indonesian Free Press -- Pemerintah Bolivia menghentikan kerjasama dengan badan anti-narkoba Amerika Drug Enforcement Agency (DEA). Hal itu ternyata berdampak pada turunnya perdagangan narkoba di negara itu, sekaligus membuktikan selama ini DEA secara diam-diam terlibat dalam bisnis gelap tersebut.

Seperti dilaporkan Natural News 11 September lalu, pemerintah Bolivia berhasil mengurangi produksi illegal narkoba di negara tersebut sejak hengkangnya DEA.

"Menurut data dari PBB, Bolivia berhasil mengurangi jumlah ladang koka, tanaman yang menjadi bahan dasar produksi kokain, hingga sekitar 11% sejak tahun 2014, dan lebih dari 30% sejak tahun 2010, dari lebih dari 30.000 hektar menjadi sekitar 20.000 hektar," demikian laporan itu menyebutkan.

DEA diusir dari Bolivia tahun 2008 setelah dicurigai melakukan aktifitas konspirasi dan mata-mata terhadap Bolivia.

Dalam penangangan produksi narkoba itu pemerintah Kolombia mengejutkan banyak pengamat, karena ternyata tidak banyak menggunakan kekerasan. Sebaliknya, pemerintah banyak melakukan langkah persuasif dengan membujuk para petani untuk mengubah tanaman produksinya dengan tanaman lain yang lebih produktif dan tidak melanggar hukum.

Menurut data PBB, produksi koka Bolivia tahun ini menunjukkan tingkat paling rendah sejak PBB melakukan monitoring pada tahun 2003. Ambisi pemerintah Bolivia kini adalah mengurangi lahan produksi koka menjadi hanya sebesar 12.000 hektar, atau sesuai dengan tingkat kebutuhan koka yang legal.

Sunday 13 September 2015

Sejarah Singkat Kekuasaan Saudi Pertama (1745-1818)

Indonesian Free Press -- Kerajaan Saudi seperti yang ada saat ini sebenarnya terbagi dalam dua periode yang masing-masing berjarak sekitar satu abad. Yang sayangnya tanpa banyak diketahui umat muslim, kerajaan Saudi pernah eksis di semenanjung Arabia pada akhir abad 18 dan awal abad 19.

Kisahnya diawali dengan Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1791), pendiri ajaran Wahabisme, yang mengembara di padang pasir mencari perlindungan setelah diusir dari kampung halamannya sendiri karena mengajarkan ajaran yang dianggap sesat. Pengembaraan itu berakhir pada tahun 1741 ketika ia diterima oleh sebuah suku badui Arab yang dipimpin oleh Ibnu Saud, yang terkesan dengan ajaran Wahhabi. Tidak hanya itu, Ibnu Saud yang cerdik melihat peluang untuk menjadi penguasa Arab dengan menggunakan ajaran baru itu, setelah sebelumnya hanya menjadi kepala suku badui yang tidak jelas asal usulnya.

Dan benar perkiraan Ibnu Saud, 'agama baru' yang diajarkan Abdul Wahhab itu diterima oleh orang-orang awwam yang tidak banyak mengerti tentang Islam namun gampang diindoktrinasi dengan kepercayaan-kepercayaan baru. Dengan pengikut wahabi itu, Ibnu Saud pun mulai mewujudkan ambisinya. Ia menyerang suku-suku badui sekitar dengan dalih 'jihad' dan menegakkan agama, dan memaksa semua orang untuk menjadi pengikut ajaran wahabi. Mereka yang menolak dicap sesat dan dihukum mati dan harta bendanya disita.

Pada tahun 1790 kelompok ini telah berhasil menguasai sebagian besar wilayah Semenanjung Arabia dan berulangkali menyerang Madinah, Makkah, Suriah dan Irak.Di tahun 1801 kelompok ini menyerang kota suci kaum Syiah di Karbala Irak. Setelah berhasil menduduki kota ini, mereka membantai ribuan penduduknya, termasuk wanita dan anak-anak. Bangunan-bangunan suci kaum Syiah pun dihancurkan, termasuk makam Imam Hussein cucu Nabi Muhammad.

Seorang perwira Inggris Letnan Francis Warden yang menyaksikan penyerbuan itu menulis: "Mereka menghancurkan semuanya di Karbala, termasuk makam Hussein... Melakukan pembantaian sepanjang hari dengan sangat keji atas lebih dari 5.000 penduduk kota..."

Saturday 12 September 2015

Komunisme dan Sosialisme, Kuda Troya bagi Kapitalis Yahudi Global

Indonesian Free Press -- Sosialisme dan komunisme adalah satu mata uang dengan dua muka. Tujuannya mengantarkan dunia ke jeratan kapitalisme yahudi global.

Sebelum komunisme berkuasa di Rusia tahun 1918, mereka mengajukan Mensheviky (partai sosialis pertama di dunia) sebagai barang dagangan politik. Ketika kondisi kacau (karena sengaja diseting para kapitalis global), Mensheviky muncul sebagai penguasa sementara dengan Kerensky sebagai perdana menterinya. Namun ketika kondisi sudah matang untuk revolusi, Kerensky melarikan diri dan memberi jalan kepada orang-orang komunis Bolsheviky untuk merebut kekuasaan dan menghancurkan kekhaisaran Rusia.

Kemana Kerensky melarikan diri? Ternyata ke Amerika, hingga kemudian meninggal dunia ia berada di Amerika. Demikian juga dengan gembong komunis Rusia Leon Trotsky, setelah tersingkir dari kekuasaan karena kalah bersaing dengan Stalin, berusaha melarikan diri ke Amerika. Namun karena tangannya sudah terlalu banyak berlumuran darah warga sipil tidak berdosa, dan orang-orang komunis serta kapitalis Amerika akan jadi bahan tertawaan dunia, Trotky ditolak masuk ke Amerika. Ia hanya bisa tinggal di perbatasan Meksiko, hingga meninggal.

Pun, setelah Stalin meninggal dunia, keluarganya tinggal di Amerika sebagaimana keluarga Lenin dan Trotksy, bapak-bapak komunisme Rusia.

Thursday 10 September 2015

Krisis Pengungsi Eropa yang Penuh Rekayasa

Indonesian Free Press -- Selama bertahun-tahun dunia mengalami tragedi kemanusiaan berupa arus migrasi ilegal ribuan pengungsi dari negara-negara Timur Tengah yang dilanda konflik, menuju Eropa. Dalam arus migrasi ini ribuan orang tewas secara mengenaskan.

Dalam satu peristiwa di bulan April 2015 lalu, lebih dari 600 pengungsi tewas setelah perahunya tenggelam di dekat perairan Italia. Dalam banyak kasus-kasus lainnya, puluhan pengungsi tewas kehabisan nafas di dalam kapal yang pengap oleh kotoran mereka sendiri karena kebanyakan kapal-kapal itu tidak memiliki standar keselamatana yang baik, ditambah penumpangnya yang jauh dari daya muat idealnya.

Belum lama berselang atau di bulan Agustus lalu bahkan terjadi peristiwa yang tidak kalah mengenaskan meski korbannya jauh lebih sedikit, yaitu ketika sekitar 70 orang imigran tewas di dalam truk yang diparkir di pinggir jalan raya di Eropa.

Namun tidak ada kegemparan, dan tragedi itu terus berjalan seperti sesuatu yang biasa, hingga secara tiba-tiba saja dunia menjadi begitu perhatian terhadap masalah ini. Dimulai dengan munculnya mayat bocah kecil pengungsi Suriah yang terdampar di suatu pantai di Turki.

Setelah munculnya gambar tersebut di media massa dan media sosial, perhatian dunia seolah tidak ada yang lain selain isyu arus pengungsi yang memasuki Eropa, seolah masalah itu akan membawa kiamat bagi dunia. Tiba-tiba saja para pemimpin dan selebritis dunia begitu peduli dengan para pengungsi itu, dan media-media massa tidak berhenti untuk memberitakannya.

Russia Kirim 2 Kapal Pendarat dan Pesawat Tempur ke Suriah

Indonesian Free Press -- Rusia mengirim 2 kapal pendarat tank dan sejumlah pesawat tempur ke Suriah dalam beberapa hari terakhir. Diduga kuat Rusia akan membangun pangkalan udara sebagai persiapan untuk melancarkan operasi udara melawan kelompok ISIS dan pemberontak Suriah.

Seperti dilansir kantor berita Reuters, Rabu (9/9), berdasar keterangan dua pejabat pertahanan Amerika yang tidak disebutkan namanya, tujuan pengiriman belum diketahui pasti, namun Amerika memperhatikan dengan serius perkembangan ini.


Para pejabat keamanan Amerika meyakini Rusia tengah membangun pangkalan udara untuk digunakan menggelar operasi udara terhadap kelompok-kelompok teroris anti Presiden Bashar al Assad. Pangkalan udara itu berada di dekat kota Latakia, basis pendukung Bashar al Assad di barat-laut Suriah.

Para pejabat Amerika juga meyakini puluhan personil marinir Rusia telah tiba di pangkalan udara tersebut untuk membuat pertahanan. Sementara Reuters juga melaporkan adanya pembangunan perumahan darurat bagi ratusan personil di pangkalan udara tersebut. Kedua kapal pendarat tank tersebut mendarat di pelabuhan Tartus di selatan Latakia.

Rusia dan Amerika telah terlibat 'perang proksi' di Suriah sejak munculnya konflik di Suriah tahun 2011. Rusia, sekutu lama Suriah sejak Perang Dingin yang memiliki pangkalan laut satu-satunya di luar negeri, yaitu di Tartus, menjadi pendukung kuat Bashar al Assad, sementara Amerika menghendaki tumbangnya Bashar.

Tuesday 8 September 2015

Hindari Iran, Amerika Konsentrasikan Kekuatan Perangi Cina

Indonesian Free Press -- Presiden Barack Obama telah mendapatkan tekanan kuat dari pemerintah Israel dan lobbi Israel yang sangat berpengaruh di Amerika untuk membatalkan perjanjian nuklir Iran. Tidak hanya itu, sekutu-sekutu Arab Amerika juga tidak kalah keras menekan Amerika untuk membatalkan perjanjian itu.

Tapi, mengapa Amerika memilih untuk berdamai dengan Iran, dengan menandatangani perjanjian nuklir Iran yang ditandatangani bersama negara-negara P5+1 (Amerika, Rusia, Perancis, Inggris, Jerman dan Cina) pada tanggal 14 Juli lalu?

Itulah pertanyaan menarik yang banyak beredar di kalangan pengamat politik internasional. Mantan Meneg BUMN Dahlan Iskan yang selama ini lebih sering menjadi pengamat ekonomi pun sampai memberikan ulasannya yang menarik tentang masalah ini beberapa waktu lalu di media massa.

Namun ada analisis yang menarik lain tentang hal itu, yang disampaikan oleh Joe Iosbaker, seorang aktifis anti-perang Amerika dalam wawancara dengan media Iran Press TV, Jumat (4 September). Menurutnya, Amerika tengah mempersiapkan perang besar melawan Cina dalam upayanya mengakhiri ancaman ekonomi Cina.

Pernyataan Iosbaker, pimpinan United National Antiwar Coalition, itu disampaikan terkait dengan kabar tentang banyaknya senator yang mendukung perjanjian nuklir Iran yang mengakhiri sanksi ekonomi terhadap Iran sekaligus menjadi legitimasi program nuklir damai Iran. Pada hari Rabu (2 September) senator dari Partai Demokrat Barbara Mikulski menjadi senator ke-34 yang mengumumkan mendukung perjanjian nuklir Iran. Sehari kemudian senator Cory Booker dan Mark Warner membuat pernyataan serupa. 

Presiden Barack Obama hanya memerlukan dukungan 34 suara di Senat dan 146 suara di House of Representatif untuk mengesyahkan perjanjian nuklir yang ditandatangani Amerika itu sebagai undang-undang.

"Amerika butuh perdamaian dengan Iran untuk mengalihkan perhatiannya ke Asia. Mereka tidak bisa melakukan perang besar di 2 front sekaligus," kata Iosbaker.

Sunday 6 September 2015

Konflik Suriah: Selamat Datang Rusia, Selamat Tinggal Amerika

Indonesian Free Press -- Presiden Rusia Vladimir Putin akhirnya mengkonfirmasi keberadaan personil militer Rusia di Suriah untuk mendukung regim Bashar al Assad, menyusul spekulasi yang beredar tentang bantuan besar-besaran Rusia kepada Suriah akhir-akhir ini.

Sejumlah media, bahkan termasuk media mapan Inggris The Telegraph tanggal 5 September lalu, melaporkan keberadaan pesawat-pesawat tempur SU-34 yang dipiloti oleh pilot-pilot Rusia di Suriah. Demikian juga drone-drone Rusia yang terbang di wilayah yang dikuasai kelompok Al Nusra dan ISIS di Suriah.

Berbicara kepada wartawan di Vladivostok akhir pekan lalu, Putin mengatakan, "Kami telah memberikan dukungan serius kepada Suriah dengan peralatan militer dan pasukan instruktur, dengan senjata-senjata kami."

Tidak hanya itu, Putin juga tidak memungkiri kemungkinan keterlibatan pasukan Rusia langsung dalam konflik di Suriah.

"Untuk mengatakan apakah kami siap untuk melakukan ini (campur tangan langsung) hari ini, sajauh ini masih terlalu dini untuk dibicarakan," katanya seraya menambahkan bahwa kemungkinan ini tidak bisa diabaikan dalam waktu dekat.

Putin juga mengatakan bahwa Rusia sangat serius untuk memerangi terorisme dan ekstremisme dengan membangun koalisi internasional. Untuk hal ini, ia juga mengaku telah mendapatkan dukungan Amerika.