Indonesian Free Press -- Setiap kekuasaan dunia ada akhirnya. Demikian juga kekuasaan Anglo-Judeo (bangsa-bangsa kulit putih berbahasa Inggris dan yahudi) saat ini, yang sejak munculnya gerakan Reformasi di Eropa yang memunculkan agama Protestan dan sekaligus melemahkan kekuasaan Gereja Katholik, menjadi kemaharajaan yang menguasai dunia.
Gereja Katholik sempat berusaha memadamkan munculnya kekuasaan Anglo-Judeo ini. Selama ratusan tahun negara-negara kerajaan Katholik yang dimotori Perancis dan Spanyol berusaha memadamkan kemaharajaan baru itu dengan peperangan-peperangan yang menelan jutaan warga Eropa.
Namun, dengan pengaruh emas yang telah dihimpun sejak era Perang Salib oleh para Ksatria Templar, gerakan kelompok-kelompok ektremis Kristen (semacam gerakan wahabi dan ISIS dalam Islam), serta dukungan para politisi korup Inggris yang telah disuap untuk menyingkirkan rajanya sendiri dan mengimpor raja baru dari Belanda (Williem Oranje) dan Jerman (Edward I dan keturunannya hingga saat ini), Gereja Katholik pun berhasil dimarginalkan.
Dan seiring berjalannya waktu, setelah munculnya uang kertas yang menggantikan emas serta bank-bank, kekuasaan Englo-Judeo itu pun semakin menguat. Dan kekuasaan itu semakin sempurna setelah ditemukannya minyak bumi, yang membuat seluruh dunia semakin tergantung pada para pemodal yahudi melalui industri minyak dan otomotif.
Puncak dari kejayaan Tatanan Dunia Anglo-Judeo ini adalah kesepakatan Bretton Woods yang menjadikan mata uang dollar sebagai, paska Perang Dunia II yang sengaja diciptakan untuk menghancurkan sepenuhnya kelompok-kelompok oposisi Kristen Eropa.
Namun, seperti kemaharajaan-kemaharajaan lain yang pernah ada di muka bumi, kemaharajaan Anglo-Judeo inipun mengalami proses pelemahan sebelum ambruk, seperti ditunjukkan oleh kinerja ekonomi dan kondisi sosial yang terus memburuk. Amerika sebagai tulang punggung kekuasaan Anglo-Judeo kini menanggung hutang luar negeri sampai $17 triliun dengan defisit anggaran dan desifit perdagangan yang terus membengkak setiap tahunnya. Pada saat yang sama, muncul kekuatan-kekuatan baru yang berani melawan kekuasaan mereka: Iran, negara-negara Amerika Latin, dan yang paling berat adalah Cina dan Rusia.
Seolah mengetahui kekuasaan Anglo-Judeo telah hampir ambruk, Cina dan Rusia pun menggalang kekuatan bersama untuk menandingi Amerika melalui 2 organisasi kerjasama BRICS (Brazil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan) dan SCO (Shanghai Cooperation Organization).
Secara kebetulan, negara-negara anggota kedua organisasi itu hampir seluruhnya berada di kawasan Euro-Asia (Eurasian) yang sejak jaman dahulu telah menjadi 'jantung' perekonomian dunia dengan jalur perdagangan 'Jalur Sutra' yang terkenal.
Upaya mengkonsolidasikan kedua organisasi itu menjadi satu blok kekuatan baru yang lebih solid dan besar tampak sangat jelas dengan diselenggarakannya pertemuan tingkat tinggi kedua organisasi itu secara bersamaan di kota Ufa, Rusia, pada tanggal 8 hingga 10 Juli lalu.
Bukan sesuatu yang kebetulan bahwa KTT ke-7 BRICS dan ke-15 SCO ini diselenggarakan bersamaan sebagai pertemuan besar internasional. Rusia bermaksud mengajak mitra-mitra strategisnya itu mewujudkan tatanan dunia baru 'Silk World Order' atau 'Sino-Russo World Order'. Meski kedua pertemuan itu secara resmi berlangsung terpisah, namun ada beberapa sesi dimana delegasi kedua organisasi itu bertemu. Bahkan dalam satu sesi informal terjadi pertemuan sekaligus negara-negara anggota BRICS, SCO, dan Eurasian Economic Union (EEU).
Pertemuan 'akbar' ini merupakan kelanjutan dari pertemuan Presiden Cina Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada tanggal 8 Mei di Moscow, menjelang peringatan 'Hari Kemenangan' Rusia tanggal 9 Mei di Moskow, dimana kedua pemimpin itu mendiskusikan integrasi ambisi Rusia dengan Eurasian Economic Union-nya dengan ambisi Cina untuk mewujudkan proyek 'New Silk Road'-nya yang menghubungkan Eropa hingga Asia Timur dengan jalur kereta api.
Pertemuan ini juga semakin istimewa dengan kehadiran Perdana Menteri Narendra Modi dan Presiden Iran Hassan Rohani. Seperti diketahui, India dan Iran menggalang kerjasama pembangunan pelabuhan Chabahar di Iran sebagai pintu masuk bagi perdagangan India ke Rusia dan Eropa, Asia Tengah dan Timur Tengah. Kedua negara bersama Pakistan akan segera menjadi anggota penuh SCO, sementara Mesir dan sejumlah negara lainnya telah mengajukan permohonan untuk menjadi anggota.
Amerika yang khawatir dengan perkembangan ini telah melakukan segala cara untuk menghambatnya. Mulai dengan memperkarakan Brazil dalam sebuah kasus hukum hingga meminta negara-negara Uni Eropa untuk tidak bergabung dengan lembaga keuangan bentukan Cina, Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB). Dalam kajian militer terbaru Amerika juga ditekankan pada kesiapan Amerika menghadapi konfrontasi militer dengan 'Persekutuan Setan' Cina, Rusia, Iran, dan Korea Utara.
Namun, pada saat Amerika sibuk mengurusi masalah pertahanan dan keamanan, Cina dan Rusia sibuk mempersiapkan infrastruktur ekonomi. Di Belarus, Cina membangun kota modern di tengah hutan yang dekat dengan Bandara Internasional Minsk, yang oleh 'Bloomberg' disebut sebagai 'ibukota Eurasian'. Terletak di tengah jalur jalan raya yang menghubungkan Berlin, Warsawa, Minsk, dan Moscow, kota ini akan menjadi sebuah kawasan industri dan manufaktur terbesar di Eropa. Cina juga sibuk membangun jalan raya dan jalur kereta api cepat yang akan menghubungkannya langsung dengan Eropa, Timur Tengah hingga Afrika.
Tidak hanya itu, Cina juga sangat berambisi membangun jalur kereta api yang menghubungkan Cina dengan Rusia dan Amerika, melalui Selat Bering dan Alaska. Cina diketahui juga telah melakukan kerjasama intensif di bidang energi dan infrastruktur di sejumlah negara Afrika, Asia Selatan hingga Indonesia. Ini belum termasuk rencana Rusia membangun jalur pipa migas baru menuju Jerman dan Turki.
Saat semua proyek ambisius itu terealisir, termasuk dengan berfungsinya New Development Bank (NDB) milik BRICS, SCO Development Bank dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) yang digagas Cina, maka perekonomian dunia dikendalikan Cina dan Rusia, dan bukan lagi Amerika, Uni Eropa, Jepang, IMF dan Bank Dunia.
Namun Amerika tentu tidak akan tinggal diam. Konflik di Ukraina, Laut Cina Selatan, serta merosotnya harga minyak dunia karena membanjirnya produk 'shale oil' Amerika adalah bentuk upaya Amerika untuk menghambat perkembangan poros dunia baru yang dipimpin Rusia-Cina.
Bila dunia tidak beruntung, bahkan mungkin akan muncul bencana yang paling hebat sepanjang sejarah, yaitu perang nuklir.
Ref:
Nahdi Darius Nazemroava, "The US Dollar and Bretton Woods are Finished: The BRICS/SCO Summits in Ufa Mark the Start of a “Silk World Order”", Global Research July 10, 2015
6 comments:
Bursa saham china tumbang sampe 30% karna ulahnya amerika dn sekarang terjadi perlambatan ekonomi dinegaranya, amerika tidk akan tinggl diam kemungkinan.
Bung Adi tahu isi tuntutan Austria- Hungaria ke Serbia (PD1)?
Perdana, ma'af saya tidak tahu detilnya. Yang saya tahu Austria-Hungaria hanya menundut pembunuh pengeran Austria untuk diserahkan kepada mereka.
salam Bang Cahyono, mohon izin saya share ya tulisan2 abang.
EU tngh goyang dg krisisnya Yunani.. Panggung EEU telh terbuka lebar..
Akutal Bang Adi..
Sy sangat salut dgn wawasan anda bang adi..
Lanjutkan, supaya semua orang tahu dgn kelicikan amerika & zionis israel.
Post a Comment