Indonesian Free Press -- Seperti di Indonesia, juga di sejumlah negara di dunia lainnya seperti Rusia, Iran, Cina, Lebanon dll, saat ini tengah terjadi pergulatan politik antara kelompok pro-asing/liberalis melawan kelompok nasionalis di Polandia.
Pertemuan Prabowo Subianto dan SBY semalam (27 Juli), aksi boikot penetapan UU Ormas oleh empat fraksi DPR-RI dan aksi-aksi penolakan terhadap gubernur DKI Ahok beberapa waktu lalu merupakan bentuk dan konsolidasi perlawanan kelompok nasionalis terhadap dominasi kelompok globalis/liberalis pro-aseng/asing. Bedanya, jika di Indonesia yang tengah berkuasa adalah kelompok globalis/liberalis, di Polandia yang tengah berkuasa justru kelompok nasionalis. (Meski bagi blogger SBY hanya 30%).
Pemerintahan Polandia yang dipimpin oleh partai PIS Law dan Justice Party kini tengah dalam serangan massif media massa yang mayoritas dikuasai oleh modal asing, yang bekerja untuk kepentingan Jerman dan Uni Eropa. Secara bertubi-tubi mereka menciptakan berita-berita bombastis yang mendiskreditkan pemerintahan nasioalis. Kebohongan demi kebohongan media tanpa henti diarahkan untuk mendiskreditkan pemerintah, tidak hanya di mata rakyat Polandia tapi juga di mata internasional.
Polandia, seperti Hungaria dan Ukraina sebelum Revolusi Maidan 2014, tidak mau tunduk pada Uni Eropa, Jerman dan Big Brother, maka kinilah saatnya untuk dihancurkan seperti Ukraina.
Mereka telah menyusun 16 langkah serius, tahap demi tahap. Mereka dipimpin oleh tangan kanan George Soros bernama Lyudmyla Kozlovska. Berasal dari Ukraina, ia mendirikan LSM bernama 'Open Dialogue'. Namun, bukannya dialog yang dikedepankan, LSM ini terus-menerus menyebarkan kebohongan dan agitasi kepada pemerintah melalui Facebook. Tujuannya adalah agar rakyat marah dan menuntut pemerintah turun untuk digantikan regim yang pro-Uni Eropa/asing.
Karena pemerintah saat ini terpilih secara mayoritas oleh rakyat, para pejabat pemerintahan komunis dan liberalis sebelumnya yang korup khawatir kejahatan mereka dan jaringan asing mereka terbongkar. Di sisi lain, tanpa pemerintahan yang nasionalis Polandia dipastikan sudah hancur dan terpecah belah. Tidak ada uang, produksi dan pekerjaan, dan tidak ada lagi pertumbuhan penduduk pada saat imigran-imigran asing dari Afrika dan Timur Tengah didorong masuk oleh Uni Eropa.
Tokoh lain yang bekerja untuk asing adalah mantan Perdana Menteri Donald Tusk yang kini menjabat Presiden European Council di Brussels. Ia dijuluki sebagai 'Raja Eropa', namun sebagai warga Polandia ia terus bekerja bukan untuk rakyatnya. Selain mengimpor imigran ke negerinya, ia juga tanpa henti berusaha menjual industri Polandia kepada Jerman dengan harga murah.
Dalam sikap terbarunya yang jelas-jelas mencampuri urusan dalam negeri Polandia, sebagai pejabat Uni Eropa Donald Tusk mendesak pemerintah Polandia untuk menghentikan reformasi hukum yang tengah dijalankan untuk menghentikan modus-modus korupsi regim sebelumnya.
Sementara itu, di jalanan, para liberal idiots (sama dengan jokower-ahoker di Indonesia) berteriak-teriak : "Beraksi di jalanan dan di luar negeri (Brussels dan Berlin)", "Diktator! Mereka mengambil kebebasan kita! Mereka menghancurkan demokrasi kita!" dll. Semuanya adalah bohong.
Sementara pemerintahan saat ini adalah yang terbaik bagi Polandia. Dan semuanya adalah fakta. Mereka sangat patriotik, mendukung nilai-nilai tradisi dan agama, menghargai sejarah bangsa, dan terus berusaha memperbaiki apa yang tersisa dari pengkhianatan regim-regim korup sebelumnya.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, para orang tua menerima bantuan finansial untuk membesarkan anak-anak mereka sehingga mendorong pertumbuhan bayi, 14.000 bayi lahir lebih banyak di bandingkan tahun lalu. Pemerintah juga berusaha membongkar kejahatan konspirasi dalam insiden jatuhnya pesawat kepresidenan di Smolensk, tahun 2010 yang menewaskan Presiden Kaczynski dan sejumlah pejabat tinggi. Sejumlah orang meyakini Donald Tusk turut terlibat dalam konspirasi yang menewaskan 90 elit nasionalis Polandia itu.
Saudara kandung Presiden Kaczynski adalah pemimpin partai nasionalis yang berkuasa. Meski tidak memegang jabatan formal apapun di pemerintahan saat ini, para agen asing/neoliberalis sangat membenci dan mengkhawatirkan pengaruhnya di pemerintahan. Apalagi dengan adanya rencana undang-undang baru yang bakal memberangus praktik-praktik korupsi dan membongkar kejahatan regim lama.
Meski dituduh diktator, pemerintah justru terkesan sangat lembut terhadap para demonstran. Sangat jauh berbeda dengan Donald Tusk yang memerintahkan polisi menumpas aksi-aksi demonstrasi dengan kekerasan.(ca)
1 comment:
Post a Comment