Indonesian Free Press -- Pasukan Amerika meninggalkan tiga pangkalan militernya di Irak di tengah-tengah ancaman serangan roket pejuang Irak yang semakin marak. Demikian seperti dilaporkan situs Southfront kemarin (17 Maret).
"Pasukan Amerika meninggalkan pangkalan al-Qaim di perbatasan Suriah-Iraq, dan dua pangkalan lainnya di Iraq dalam beberapa minggu mendatang. Dengan demikian Amerika bakal meninggalkan 3 dari 8 pangkalannya di negara ini," tulis laporan itu.
Keputusan penarikan tersebut dilakukan Senin (16 Maret) dengan menyebut keberhasilan menumpas ISIS sebagai alasasnnya. Namun sebenarnya hal ini disebabkan oleh serangan-serangan roket yang gencar akhir-akhir ini terhadap fasilitas-fasilitas AS di Iraq," tambah laporan itu.
Al-Qaim terletak di jalan raya antara ibukota Irak Bahdad dan kota Deir Ezzor di Suriah timur. Tempat ini berdekatan dengan kota al-Bukamal di seberang perbatasan Suriah yang merupakan basis milisi-milisi dukungan Iran. Dengan penarikan ini berarti Amerika menarik diri dari upaya memotong jalur suplai Iran-Suriah yang menjadi urat nadi Iran-Irak-Suriah.
Laporan serupa diberikan oleh situs Bulgarian Military yang menulis: "Koalisi pimpinan Amerika memutuskan untuk meninggalkan sejumah pangkalan militernya di Iraq setelah terjadinya sejumlah serangan roket. Menurut militer AS pasukan yang ditarik itu dipindahkan ke pangkalana yang lebih besar sehingga tidak mengganggu misi militer di Irak. Penjelasan resminya adalah keberhasilan menumpas kelompok ISIS, namun korban-korban dari dua serangan terhadap pengkalan Taji tampaknya menjadi alasan yang masuk akal."
Pada tanggal 11 Maret lalu pejuang Irak menembakkan roket-roket ke pangkalan Taji di utara Baghdad, menewaskan 3 tentara koalisi Amerika, 2 dari Amerika dan seorang dari Inggris. Tiga hari kemudian serangan roket kembali menimpa pangkalan Taji dan melukai sejumlah tentara koalisi.
Satu kelompok bersenjata baru bernama Ausbat al-Thaayirin mengklaim sebagai pelaku serangan roket. Serangan dilakukan sebagai balasan atas pembunuhan AS terhadap komandan tentara Al Quds Iran Jendral Soleimani dan Wakil Komandan milisi Iraqi Popular Mobilization Units (PMU) Abu Mahdi al-Muhandis tanggal 3 Januari. Kelompok ini mengklaim akan terus melakukan serangan terhadap pasukan AS di Irak.
Penarikan Pasukan AS Jadi Isu Utama Pemerintahan Irak
Sementara itu keberadaan pasukan AS di Irak menjadi isu terpenting bagi pembentukan pemerintahan Irak saat ini. Calon perdana menteri yang ditunjuk Presiden Irak, Adnan Zurfi harus menghadapi situasi yang sangat sulit terkait keberadaan pasukan AS. Ia harus mengikuti resolusi parlemen Irak perihal penarikan pasukan AS jika ingin mendapatkan dukungan parlemen. Sementara AS memegang urat nadi ekonomi Irak berupa penyimpanan dana penjualan minyak Irak di Bank Sentral AS yang bisa dibekukan AS setiap saat. Pendahulu Zurfi, Alawi, harus mundur dari pencalonan perdana menteri setelah gagal mendapat dukungan parlemen karena ketidak sanggupan menjalankan amanah parlemen.
Karim Alaiwi, anggota parlemen dari faksi Fatah (Conquest) dan anggota komisi Pertahanan dan Keamanan Parlemen Iraq mengatakan kepada media Arab al-Maalomah, Selasa (17 Maret) bahwa Zurfi memiliki jalan sulit untuk terpilih sebagai perdana menteri. Alaiwi menegaskan bahwa partainya dan mayoritas faksi di parlemen akan memberikan dukungan bagi Zurfi dengan satu syarat, yaitu berani mengusir semua pasukan asing di Irak terutama AS.
Sebagaimana diketahui pada 5 Januari lalu parlemen meloloskan resolusi pengusiran pasukan AS di Irak.(ca)
1 comment:
Lihai nya Amerika dengan mengunci dana penjualan minyak..
Jadi pelajaran bagi negara2 lain
Post a Comment