Sunday, 30 November 2008
PELAJARAN DARI INDIA
Beberapa waktu lalu saya terlibat sebuah diskusi tentang krisis keuangan global di sebuah milis yang dikelola teman-teman se-SMA. Teman diskusi saya, seorang pegawai bank dan seorang dosen ITB pemegang gelar doktor ilmu kimia dari Jepang. Teman saya yang pegawai bank mengirimkan tulisan Dahlan Iskah (bos Jawa Pos Group) tentang sub-prime mortgage yang menjadi penyebab krisis. Di akhir tulisan teman saya itu menambahkan komentar singkat: “Setidaknya kita masih bisa menanam jagung”. Komentar ini dikomentari teman saya yang doktor ITB: “Jagung siapa. Semuanya sudah dimiliki BISI.”
Teman saya yang pegawai bank rupanya berilusi menjadi seorang petani di negeri Indonesia yang adil makmur gemah ripah loh jinawi. Namun teman saya yang doktor ITB lebih realistis: Indonesia bukan lagi negeri adil makmur gemah ripah loh jinawi.
Diskusi tersebut mengingatkan saya pada sebuah artikel di situs berita Daily Mail.co.uk pada 3 Novemberi lalu berjudul The GM Genocide, tentang fenomena bunuh diri massal para petani India karena kemiskinan dan jeratan hutang.
Menurut artikel tersebut diperkirakan 125.000 petani India melakukan bunuh diri beberapa tahun terakhir karena kegagalan panen dan jeratan hutang. Kementrian Pertanian India mengkonfirmasi lebih dari 1.000 petani melakukan bunuh diri setiap bulannya. Fenomena bunuh diri massal, atau sering disebut GM Genocide ini nyaris diabaikan media massa sampai Pangeran Charles dari Inggris membuat pernyataan keras menyangkut fenomena ini. Menurut Charles bunuh diri massal petani India telah menjadi sebuah krisis kemanusiaan besar dan telah tiba saatnya untuk mengakhiri fenomena miris tersebut.
Berbicara via telemedia di sebuah konperensi di New Dehli, Charles menuduh perselingkuhan industriawan bio-agriteknologi dan politisi sebagai penyebab tragedi tersebut.
Para politisi dan industriawan, dibantu para “ilmuwan bayaran”, segera membantah pernyataan tersebut. Menurut mereka GM (genetically modified, produk pertanian yang telah direkayasa secara genetis) telah meningkatkan produksi pertanian India jauh lebih besar dari sebelumnya. Para petani di seluruh dunia pun seharusnya mengikuti keberhasilan itu, demikian kata mereka. Para ahli pro GM mengklaim fenomena bunuhdiri massal disebabkan oleh kemiskinan stuktural, alkohol, dan kekeringan, bukan oleh GM.
Untuk mengetahui kondisi sesungguhnya, Andrew Malone, jurnalis Daily Mail melakukan pengamatan langsung di daerah yang disebut 'suicide belt' atau “sabuk bunuh diri” di propinsi Maharashtra. Yang dilihatnya jauh lebih dahsyat dari perkiraan. “Orang-orang desa yang sederhana, mereka mati secara perlahan-lahan,” lapor Andrew.
Andrew menemukan sebagian besar petani di daerah “sabuk bunuh diri” mengalami kegagalan panen setelah menggunakan bibit GM buatan perusahaan Amerika Monsanto Co. Selanjutnya mereka masih dibebani dengan hutang yang harus mereka bayar yang mereka dapatkan sebelumnya untuk membeli bibit yang setiap saat bertambah mahal harganya hingga mencapai 10 x harga bibit tradisional.
“Di satu desa kecil saya menemukan 18 petani bunuh diri setelah terlilit hutang. Di banyak kasus para istri menyusul kematian sang suami dengan melakukan bunuh diri juga, meninggalkan anak-anak yang menangis histeris mengingat orang tuanya,” ungkap Andrew.
Para petani mengaku tergiur membeli bibit GM setelah salesman Monsanto dan pegawai pertanian pemerintah menjanjikan hasil berlipat ganda selain ketahannya terhadap hama penyakit. Mereka pun rela merogoh kocek lebih banyak untuk membeli bibit GM. Mereka bahkan rela berhutang kepada rentenir karena tergiur dengan hasil yang dijanjikan.
Kenyataannya pemerintah berperan serta dalam tragedi ini. Dalam rangka mempromosikan bibit GM, pemerintah menghilangkan bibit tradisional dari pusat-pusat pembibitan. Dan sebagai imbalan dibukanya India untuk produk-produk GM buatan Amerika terutama dari Monsanto Co, pemerintah India mendapatkan “bantuan” dari IMF sepanjang dekade 1980-an dan 1990-an millenium lalu yang mendorong booming ekonomi India hingga mencapai pertumbuhan 9% setahun.
Namun, sementara pertumbuhan ekonomi tampak jelas di kota-kota besar seperti Mumbai dan Dehli, dan orang-orang India seperti Mukesh Ambani, Laksmi Mittal dan Azim Pramji muncul sebagai orang-orang terkaya di dunia (Mukesh Ambani baru saja membangun rumah pribadi setinggi gedung 60 tingkat senilai 1 miliar dolar atau lebih dari Rp 10 triliun dan membeli pesawat jet pribadi senilai $60 juta untuk hadiah ulang tahun sang istri), di desa-desa kemiskinan justru semakin merajalela. Dan meski area pertanian pengguna bibit GM tumbuh dua kali lipat dalam dua tahun terakhir hingga mencapai 17 juta acre, banyak petani harus membayar terlalu mahal.
Jauh dari bibit tahan hama yang dipromosikan, bibit GM mudah terkena penyakit bollworms, sejenis cacing parasit. Selain itu bibit GM membutuhkan air yang jauh lebih banyak dari bibit tradisional. Dengan kekeringan yang melanda India dua tahun terakhir, kebanyakan bibit GM mati sebelum berkembang, meninggalkan petani miskin yang terlilit hutang.
Umumnya kegagalan panen masih dapat diobati dengan keberhasilan panen di musim berikutnya dengan bibit yang diambil dari sisa hasil panen yang masih dapat dipetik. Namun tidak demikian halnya dengan bibit GM yang mengandung sifat “terminator technology”, bibit yang disemai dari hasil panen tidak bisa memberikan hasil yang memadai. Akibatnya petani harus membeli bibit setiap tahun, dengan harga bibit yang semakin lama semakin naik seiring semakin tinggi ketergantungan petani kepada bibit tersebut.
Seorang petani yang kehilangan temannya karena bunuh diri mengatakan, “Dia meninggal karena bibit GM. Mereka menjual bibit itu, mengatakan bibit itu tidak memerlukan pestisida, namun kenyataannya tidak demikian. Kami harus membelinya setiap tahun. Ini membunuh kami semua. Tolong katakan pada dunia apa yang terjadi di sini.”
Pemerintah India terkesan abai terhadap penderitaan para petani hingga para petani pun merasa putus asa terhadap segala upaya penyelamatan. “Kami hanya ingin bantuan untuk mencegah lebih banyak lagi dari kami yang mati,” kata para petani.
Pangeran Charles begitu tersentuh dengan fenomena tersebut sehingga beliau mendirikan sebuah yayasan Bhumi Vardaan Foundation yang didedikasikan untuk membantu para petani. Para petani juga mulai melakukan perlawanan, di antaranya mengadakan aksi penjarahan terhadap distributor bibit GM selain mengadakan aksi-aksi protes.
Pemerintah propinsi Andhra Pradesh pernah melarang proguk GM Monsanto Co dijual di propinsi tersebut pada tahun 2005, namun kemudian dicabut kembali. Pemerintah Andhra Pradesh juga tengah melakukan tuntutan hukum kepada Monsanto Co dan anak perusahaannya di Mumbai, Maharashtra Hybrid Seed dengan tuduhan melakukan praktek monopoli benih pertanian yang disertai penetapan harga terlalu tinggi, selain tuntutan ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan kepada petani.
Terlepas dari fenomena GM Suicide di India, Monsanto Co adalah perusahaan yang sangat kontroversial. Didirikan awal abad 20 oleh keluarga Monsanto, Yahudi pedagang budak asal kota New Orleans, Monsanto Company tercatat sebagai perusahaan bioteknologi pertanian terbesar di dunia dengan keuntungan tahun 2007 lalu mencapai 8,5 miliar dolar, Monsanto terkenal dengan produk-produknya yang tidak ramah lingkungan. Monsanto juga terkenal dengan praktik bisnisnya yang kotor seperti penyuapan dan tindak kekerasan ala mafia. Ia diketahui menyewa mantan pejabat tinggi Amerika hingga tentara bayaran untuk memperlancar bisnisnya. Di antara pejabat tinggi Amerika yang disewa adalah Donald Rumsfeld, mantan menteri pertahanan dalang Perang Irak.
Saya masih belum tahu apakah produk BISI yang disebutkan teman saya dari ITB merupakan salah satu produk dari Monsanto Company. Namun yang pasti Monsanto telah mulai menancapkan kukunya di Indonesia. Buktinya jelas dari beberapa kasus penyuapan yang dilakukan Monsanto terhadap para pejabat Indonesia. Pada tahun 2002 Monsanto mengakui telah menyuap Menteri Negara Lingkungan Hidup senilai $50 ribu untuk menghindari kewajiban pemeriksaan dampak lingkungan atas produknya. Monsanto juga mengaku telah menyuap beberapa pejabat Indonesia antara tahun 1997-2002. Pada bulan Januari 2005 Monsanto juga didenda $1,5 juta karena berusaha menyuap seorang pejabat Indonesia.
Mohon info: sumber berita mana yg memuat pengakuan Monsanto menyuap pejabat2 Indonesia pada tahun2 yg Anda tulis di atas?
ReplyDelete