Tuesday, 31 March 2009
New York Times yang Dituduh Anti-semit
Beberapa waktu lalu seorang jendral angkatan perang Israel mengutuki Amerika. Alasannya? Karena Amerika telah memberikan dukungan 100% atas aksi penyerangan Israel terhadap Gaza. Menurut sang jendral, akibat dukungan bulat-bulat tersebut Israel telah melakukan "blunder" dengan menyerang Gaza.
Beberapa ribu tahun lalu umat Yahudi baru diselamatkan Allah dari kebiadaban firaun Mesir. Dengan mata kepala sendiri mereka menyaksikan kebesaran Allah yang melalui tongkat Nabi Musa telah membelah Laut Merah, menyelamatkan mereka dan menghancurkan tentara firaun. Namun tidak lama kemudian mereka memusuhi Allah karena tidak memberikan makanan kesukaan mereka. Bahkan setelah Allah kembali mengingatkan mereka dengan hukuman keras termasuk mengubah sebagian dari mereka menjadi monyet dan babi, mereka tetap memusuhi Allah.
Hal yang sama (yahudi memusuhi "orang" yang telah menolongnya) terjadi baru-baru ini atas koran New York Times (NYT). Media massa milik yahudi yang dalam berita-berita maupun ulasan-ulasannya cenderung selalu membela yahudi dan Israel, kini dituduh oleh kalangan yahudi Amerika sebagai anti-semit. Alasannya karena NYT menuliskan laporan seorang jurnalisnya tentang perlakuan rakyat dan pemerintah Iran yang sangat baik terhadap kaum minoritas yahudi.
Laporan tersebut adalah fakta yang dialami sendiri oleh jurnalisnya. Dan lagipula sang jurnalis, Roger Cohen, adalah seorang yahudi. Cohen sendiri yang sekali lagi adalah orang yahudi, bahkan tidak luput dari tuduhan anti-semit.
Iran adalah negara di timur tengah yang memiliki jumlah penduduk yahudi tertinggi setelah Israel sendiri. Bulan lalu Cohen mengadakan kunjungan jurnalistik ke negeri tersebut. Di negeri yang menerapkan secara tepat konsep "khafir dhimmi" atau kafir yang dilindungi tersebut, ia mendapatkan kenyataan yang bertolak belakang dengan stereotype yang berkembang di barat yang menganggap Iran memperlakukan warga minoritas dengan kejam. Di Iran orang yahudi bahkan memiliki perwakilan di parlemen. Tidak heran jika mereka menolak pindah kewarganegaraan ke Israel meski pemerintah Israel menawarkan hadiah-hadiah menarik jika mereka mau pindah ke Israel.
"Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa sinagog pertama yang saya masuki adalah sinagog di kota Teheran," kata Cohen.
Ia menganggap tuduhan negatif atas Iran sebagai bentuk "hasutan" dan menyatakan bahwa Iran adalah negeri paling toleran, demokratis, dan maju di timur tengah. "Mungkin saya bias dalam perkataan, namun saya mengatakan yang sebenarnya bahwa perlakukan Iran atas warga yahudi mengatakan banyak hal tentang Iran, kemajuan dan kebudayaannya, daripada suatu retorika penuh hasutan," kata Cohen.
"Ini tidak lain karena saya sebagai orang yahudi sangat jarang mendapat perlakuan hangat sebagaimana di Iran," tambahnya.
Artikel Cohen segera mendapat kecaman pedas dari kalangan yahudi Amerika. Mereka menganggap NYT dan Cohen telah melakukan propaganda bergaya nazi yang mendorong sentimen anti-semit.
Cohen sudah memperkirakan tulisan tersebut akan mendapat kecaman, namun tidak dengan kuantitas yang ia dan NYT terima. "Saya telah memperkirakan adanya kritikan, namun tidak mengira adanya blow up yang disertai kemarahan," kata Cohen menanggapi respons atas tulisannya.
Permusuhan orang-orang yahudi Amerika terhadap NYT karena tulisan Cohen terjadi menyusul kasus yang hampir sama yang menimpa NYT dan juga Washington Post (media yang juga didominasi oleh kepentingan yahudi). Gara-garanya kedua koran paling berpengaruh di Amerika itu memuat kartun yang menyindir kekejian Israel atas warga Palestina di Gaza.
"Kartun seperti itulah yang telah mempengaruhi jutaan orang di tahun 1930-an untuk membenci yahudi dan mendorong terjadinya aksi genoside nazi," demikian pernyataan Simon Wiesenthal Center (Gus Dur, Gunawan Muhammad pernah menerima penghargaan dari lembaga ini, catatan penulis), lembaga sosial yahudi berpengaruh yang bermarkas di Los Angeles.
Anti-Defamation League, organisasi yahudi Amerika lainnya yang lebih berpengaruh mengecam kartun tersebut sebagai "ekspresi anti-semit yang sangat buruk".
Yah, yahudi memang tidak pernah mengenal terima kasih. Menlu Collin Powel yang telah "mengawal" kebijakan perang anti-terorisme Presiden George W. Bush demi kepentingan Israel pun mereka kecam dengan brutal hingga berakibat pada penggantian Powel dengan Condoleeza Rice. Bahkan Hillary Clinton, menlu Amerika yang bersama suaminya mantan presiden Bill Clinton telah mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan yahudi, kini tengah menghadapi tuduhan sebagai "terlalu condong ke Arab".
Sunday, 29 March 2009
Rahasia di Belakang Kasus Madoff
Kasus Skema Ponzi Bernard Madoff merupakan kasus penipuan terbesar sepanjang sejarah dunia yang terkuak (mungkin saja ada kasus penipuan lebih besar yang belum terkuak). Namun hingga tiga bulan lebih penyidikan berlangsung, masih terdapat beberapa misteri yang menjadi pertanyaan masyarakat.
Contoh pentingnya adalah ke mana saja dana masyarakat senilai $50 miliar tersebut mengalir? Mengapa sistem keuangan Amerika yang mencatat setiap transaksi keuangan senilai $10.000, tidak dapat melacak keberadaan uang tersebut? Mengapa media massa yang biasanya gigih menguak suatu kasus publik, termasuk membongkar skandal seks Presiden Kennedy dan "kecurangan" Presiden Nixon, dalam hal ini sangat terkesan diam seribu bahasa? Mengapa beberapa orang-orang berpengaruh yang menjadi korban penipuan Madoff seperti Stephen Spielberg tampak tenang-tenang saja? Dan yang lebih mengherankan lagi mengapa yang menjadi ketua tim pengacara Madoff adalah salah satu korban penipuan Madoff sendiri?
Tulisan Christopher Bollyn, seorang wartawan penyidik independen terkenal Amerika dalam situsnya www.bollyn.info mungkin bisa menjelaskan banyak hal terkait kasus Madoff. Bagi masyarakat Indonesia tulisan Bollyn juga bisa memberikan penjelasan mengenai lika-liku dunia bisnis, sosial dan politik di Amerika yang sangat didominasi dengan kepentingan yahudi. Masyarakat semacam itu pulalah yang selama ini sangat menentukan arah sejarah bangsa Indonesia. Dan masyarakat seperti itu pula yang selama ini banyak dipuja-puji oleh sebagian masyarakat Indonesia.
***
Dari daftar korban Madoff yang pernah dipublikasikan, Ira Sorkin, ketua tim pengacara Madoff, tercatat pernah menginvestasikan dana senilai $900.000 dan $19.000 ke perusahaan Madoff.
Antara tahun 1995 dan 1997 Sorkin menjabat sebagai Chief Legal Officer merangkap anggota dewan direktur Nomura Holding America, Inc. dan Nomura Securities International, Inc., yang menjadi salah satu korban terbesar Madoff. Pada bulan Desember tahun lalu, Nomura Holdings melaporkan kerugian senilai $302 juta akibat penipuan Madoff. Madoff juga menipu satu perusahaan lainnya dimana Sorkin pernah menjadi konsultan hukumnya.
Berdasar fakta-fakta ini maka menjadi sebuah pertanyaan menarik ---namun anehnya diabaikan media massa: apakah Madoff dan Sorkin bekerjasama dalam penipuan? Meski masih menjadi rahasia, bau busuk konspirasi itu semakin jelas terasa setelah terbukanya beberapa fakta yang melingkupinya.
BBC News sempat melaporkan bahwa selama 13 tahun terakhir Madoff tidak pernah mereinvetasi dana masyarakat yang digalangnya. Artinya adalah selama 13 tahun dana masyarakat tersebut disembunyikan di suatu tempat, atau di beberapa tempat. Dan untuk menyembunyikan dana sebesar itu, Madoff harus memiliki mitra berbentuk perusahaan keuangan seperti bank, asuransi atau perusahaan sekuritas. Hanya perusahaan seperti itu yang memiliki kemampuan memobilisasi dana besar dan mengalihkannya ke manapun dikehendaki.
Berdasarkan orang-orang yang dekat dengan Madoff, kemungkinan besar dana tersebut dialihkan ke Swiss, Israel, atau tempat lain yang dikendalikan oleh personil maupun organisasi yahudi.
Salah satu lembaga keuangan yang diduga kuat menjadi partner Madoff dalam melakukan aksinya adalah Israel Discount Bank (IDB) New York. Bank ini selama bertahun-tahun dipimpin oleh Sy Syms, rekan Madoff sebagai anggota dewan penyantun Yeshiva University Business School. Israel Discount Bank dimiliki oleh keluarga Bronfman, salah satu keluarga yahudi paling berpengaruh di Amerika. Dan Sorkin, seorang zionis, menjadi mitra yang pas untuk menjalankan perannya.
Misteri Ira Sorkin
Selain menjalani profesi sebagai pengacara, Sorkin menjabat sebagai CEO sebuah perusahaan bernama American Friend of Hebrew University (AFHU), Inc. Ia juga menjabat sebagai anggota Dewan Gubernur sekaligus Komite Eksekutif Hebrew University. Hebrew University berlokasi di Jerussalem, Israel, dan merupakan universitas tertua di tanah Palestina.
Sebagai CEO AFHU Sorkin bekerjasama dengan Hervey M. Kruger, mantan Wakil Presdir Lehman Brothers (perusahaan keuangan raksasa yang bangkrut karena krisis keuangan) yang menjabat sebagai salah satu direktur di AFHU. Sebagaimana Sorkin, Krueger juga mantan anggota dewan gubernur Hebrew University. Krueger juga pernah menjabat sebagai ketua Shimon Peres Center for Peace (SPCP), sebuah LSM yang banyak menarik dana sumbangan untuk Israel.
Gus Dur adalah salah seorang anggota SPCP dan ini cukup menjelaskan mengapa ia sangat gigih membela Israel, termasuk merencanakan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel saat masih menjabat sebagai presiden Indonesia. Ketika media massa gencar memberitakan kecaman presiden Iran Ahmadinejad terhadap mitos holocoust, Gus Dur justru membela kebenaran holocoust.
Di Hebrew University inilah berkumpul para pejabat maupun mantan pejabat penting Israel seperti Carmi Gillon (mantan ketua Shin Bet, sebuah institusi inteligen domestik semacam FBI di Amerika). Gillon diduga berperan aktif dalam skenario tragedi pemboman gedung WTC th 2001 serta skema ponzi yang menguras banyak dana masyarakat Amerika sehingga memicu krisis mortgage dan krisis keuangan global.
Krueger bergabung dengan Lehman Brothers sejak tahun 1977. Antara tahun 1982 hingga 1996 ia juga merangkap jabatan eksekutif hingga CEO di perusahaan Authomatic Data Processing, Inc, perusahaan provider sistem komputer yang melayani jasa computerized transaction processing dan data communication and information. Dengan jabatannya tersebut Krueger memegang kunci akses Israel atas pasar keuangan global.
Selama di ADP Krueger bekerja sama dengan rekan Madoff, Josh S. Weston, seorang eksekutif lainnya di ADP, serta pendiri perusahaan, Henry Taub. Taub menjabat sebagai anggota dewan penyantun New York University bersama-sama dengan sosok-sosok berpengaruh bisnis keuangan Amerika seperti Maurice Greenberg, Larry Silverstein, Mort Zuckerman, dan Edouard de Rothschild.
Krueger sejak lama menjadi pemain penting yang menyediakan akses pasar keuangan global bagi Israel. Pada tahun 2004 majalah Lifestyles menulis: "Sejak tahun 1960-an, para eksekutif keuangan ini bekerja tanpa henti untuk kepentingan negara Israel."
Pada tahun 1961, Krueger pergi ke Israel untuk bekerja untuk Bank Leumi. Namun baru pada tahun 1962 saat ia bekerja untuk Israel Discount Bank di Israel, ia benar-benar mendedikasikan dirinya untuk kepentingan Israel. Antara dekade 1960-an hingga 1990-an Krueger menjembatani semua bisnis keuangan antara pasar keuangan Israel dengan pasar keuangan global. Baru setelah dekade 90-an para pemain bisnis keuangan lainnya mulai memasuki bidang tersebut. Namun bagaimana pun di mata Israel, Krueger tetap dianggap sebagai "Bapak bisnis keuangan internasional Israel".
***
Krueger adalah direktur dari beberapa perusahaan publik Amerika dan Israel sekaligus. Ia juga salah satu pendiri Renaissance Fund, perusahaan penggalang investasi ke Israel. Pendiri lainnya adalah Charles Bronfman. (Tentang keluarga Bronfman ditulis dalam post lain dalam blog ini. Namun perlu disampaikan bahwa keluarga Bronfman adalah salah satu keluarga Yahudi paling berpengaruh di dunia meski tidak sebanding dengan keluarga Rothschild, misalnya. Bisnis awalnya adalah minuman keras di Kanada dan Amerika. Mereka adalah godfather dari para mafia Amerika. Kini bisnisnya telah menggurita seperti property, media massa, perbankan, industri manufaktur dan sebagainya).
Renaissance Fund didirikan pada awal 1990-an saat Bronfman dengan Claridge Israel Inc-nya bergabung dengan Stockton Partners milik Krueger dengan tujuan lebih meningkatkan investasi ke Israel. Bronfman sebelumnya juga telah mendirikan perusahaan yang didedikasikan untuk meningkatkan investasi ke Israel, yaitu Challenge-Etgar. Dengan kepemilikan atas Israel Discount Bank, keluarga Bronfman mendapatkan akses untuk mengontrol kepentingannya melalui sebuah bank swasta Israel yang memiliki cabang di Swiss, dimana kerahasiaan menjadi kelebihan perbankan di sana. Uang yang mengalir ke IDB bagaikan masuk ke dalam sebuah lubang hitam yang sulit dilacak, sebagaimana dana $50 miliar yang menghilang dari Madoff Investments.
AROGANSI MADOFF
Sementara itu dikabarkan bahwa Madoff, mengabaikan apa yang telah ia perbuat atas puluhan miliar dana masyarakat, dengan arogan mengajukan tuntutan kepada pengadilan untuk tidak menyita harta bendanya senilai $69 juta berupa apartemen mewah dan aset-aset lainnya. Alasan Madoff, harta benda tersebut tidak adalah milik istrinya yang tidak terkait dengan kasusnya.
Stephen A. Weiss, pengacara yang mewakili sekitar 100 korban praktik skema ponzi Madoff mengatakan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam dengan upaya Madoff mempertahankan aset-aset yang diduganya merupakan hasil dari kejahatannya.
"Bernie Madoff tidak cukup cerdas untuk mengatakan bahwa istrinya tidak pernah mendapat keuntungan dari kejahatannya. Ini tidak hanya sekedar ke'kurang peduli'an, namun sudah menjadi sebuah 'pelecehan'," kata Weiss usai sidang pengadilan tgl 3 Maret lalu.
Tidak berlebihan dikatakan sebagai 'pelecehan' mengingat ribuan warga Amerika telah jatuh miskin karena penipuan Madoff, sementara Madoff masih bisa hidup mewah di alam apartemennya seharga $7 juta.
Pelecehan yang dilakukan Madoff tidak lain karena dirinya merasa oleh "rekan-rekan" kejahatannya, orang-orang penting Yahudi hingga negara Israel. $50 miliar tidak mungkin menghilang bagaikan angin lalu, melainkan tersembunyi di suatu tempat yang dijaga ketat kerahasiaannya yang bahkan sistem hukum Amerika tidak mampu menyentuhnya.
PENINDASAN KAUM SHIAH DI SAUDI
Pada waktu pasukan Israel meluluhlantakkan Gaza awal tahun ini, seluruh warga Saudi Arabia yang dikuasai oleh rezim sunni-wahhabi (rejim yang telah menghancurkan situs-situs sejarah penting ummat Islam, termasuk rumah Rosulullah) diam seribu bahasa. Namun tidak bagi warga kota Al-Qatif yang mayoritas beraliran Shiah. Mereka melakukan aksi demonstrasi menentang kekejian Israel.
Aksi simpatik warga shiah Al Qatif menunjukkan betapa besar perbedaan antara warga shiah Saudi dengan mayoritas sunni tetangganya. Dan kini perbedaan ini telah berbuah menjadi aksi kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah Saudi terhadap penduduk shiah di negeri tersebut.
Pengikut shiah di Arab Saudi merupakan minoritas dengan prosentase sekitar 15-20%. Kebanyakan mereka tinggal di bagian timur yang kaya minyak. Berbeda dengan perlakuan penguasa shiah Iran, misalnya, yang memberikan hak-hak penuh kepada warga minoritas sunni, kristen bahkan yahudi yang diangap sebagai "kafir dhimmi", warga shiah Saudi sama sekali tidak memiliki keterwakilan di pemerintahan maupun di parlemen.
Laporan International Crisis Group (ICG) tahun 2005 bisa menjadi informasi penting seputar perlakukan regim Saudi terhadap warga shiah. Dalam laporan yang berjudul "The Shiite Question in Saudi Arabia” disebutkan bahwa sejak berdirinya kerajaan Saudi tahun 1932, “… warga minoritas shiah telah mengalami diskriminasi dan perlakuan sentimen." Disebutkan bahwa warga shiah sama sekali tidak terwakili di semua lembaga negara, termasuk sebagai aparat negara seperti guru, hakim, jaksa, politi maupun personil militer.
Tidak hanya itu, kaum shiah juga dibatasi dalam hal ibadah. Setiap anak sekolah shiah harus bersedia diberi label "bid'ah" atau "kafir" di lembar ijasahnya agar bisa lulus sekolah.
Adapun aksi kekerasan fisik regim Saudi terhadap orang shiah sebenarnya terlalu sering terjadi. Setidaknya setiap tahun pada saat ibadah haji, aparat keamanan Saudi selalu memperlakukan orang-orang shiah yang tengah beribadah, dengan kekerasan. Mereka tidak segan-segan memukuli orang-orang shiah yang melakukan ibadah tidak sesuai dengan keyakinan wahabi. Dan kekerasan seperti itu juga terjadi akhir Februari lalu terhadap para peziarah shiah yang tengah melakukan ibadah umroh di Madinah. Namun kali ini aksi kekerasan aparat keamanan Saudi lebih massif lagi hingga para wanita pun tidak luput dari perlakuan keras mereka.
Perlakuan tersebut kemudian menyebar ke kota-kota shiah seperti Al Qatif dan Al Awamiya. Aksi kekerasan tersebut, mungkin ditambah aksi diamnya pemerintah Saudi atas kekejian regim Israel atas warga Palestina belum lama ini, membuat para pemuka shiah setempat meradang.
"Harga diri kita lebih utama daripada persatuan negeri ini. Jika kita tidak bisa lagi mendapatkan harga diri kita di sini, maka kita mungkin akan mempertimbangkan untuk memisahkan diri dari negeri ini," kata Sheikh Nimr Baqir Al-Nimr, tokoh shiah Saudi dari Al-Awamiya dalam satu khotbah sholat Jum'at.
Alih-alih mencegah ketegangan semakin meruncing, penguasa Saudi justru memerintahkan penangkapan terhadap Sheikh Nimr Baqir Al-Nimr yang kini menjadi buronan. Dan aksi kekerasan pemerintah di wilayah shiah pun semakin meningkat. Warga shiah hanya bisa melawan dengan aksi-aksi demonstrasi.
Meski disembunyikan oleh media-media utama Arab, media-media massa independen dan situs-situs internet independen seperti Rasid.com, Moltaqaa.com, dan Saudi Information Agency, gencar memberitakan aksi-aksi tersebut. Berbagai aksi penangkapan pun dilakukan pemerintah, termasuk terhadap anak-anak dan warga asing. Pada tgl 25 Maret lalu misalnya, pasukan keamanan Saudi menyerbu Al Awamiya yang berpenduduk 45.000 orang, mematikan aliran listrik untuk ketiga kalinya dalam 10 hari.
Sekali lagi regim wahhabi Saudi telah menunjukkan praktik-praktik biadab di dunia modern setelah penghancuran situs-situs sejarah Islam. Mereka lah yang menjadi patron dari beberapa gerakan Islam yang mengaku sebagai ahlul sunnah wal jama'ah, atau juga orang-orang yang mengaku sebagai kaum salafi. Kebencian mereka kepada sesama Islam yang berbeda pandangan lebih besar daripada kebencian mereka terhadap orang kafir. Mereka diam seribu bahasa atas aksi kekejian Israel di Lebanon dan Gaza, namun mulut mereka tidak berhenti mengutuk orang-orang Islam lain hanya karena berbeda pandangan soal hal-hal sepele seperti wudhu. Mereka menyerukan kepatuhan total kepada pemimpin meski dhalim sekalipun, namun rela mendirikan kekuasaan melalui pemberontakan kepada khilafah Islam Turki dengan bantuan orang-orang kafir Inggris dan Yahudi.
Insya Allah saya akan menulis kaitan antara regim wahabi Saudi dengan kaum Yahudi dalam satu posting yang akan datang.
Keterangan gambar: Kemesraan antara raja Saudi dan George W. Bush. Menjadi jawaban mengapa Saudi Arabia diam seribu bahasa menyaksikan kekejian Israel atas Palestina dan kebencian mereka kepada Shiah
Tuesday, 24 March 2009
SETELAH HOMONISASI, KINI INCESTISME
Perhatikan baik-baik dengan kasus Ryan sang "jagal sadis homo". Berbulan-bulan sudah kasus ini diproses aparat hukum, namun sampai saat ini masih belum jelas sejauh mana perkembangan kasusnya. Media massa yang dulu begitu bersemangat mengungkap kasus ini, sekarang dengan "tidak bertanggung jawab" mengabaikan proses hukumnya. Sebaliknya media massa justru mengkultuskannya dengan mengekspos sisi-sisi "unik" (namun bagi orang yang waras pasti dianggap menjijikkan) seputar kehidupan pribadinya, dan "keajaiban"-nya bisa menulis buku, menggelar konser dan merilis album di dalam penjara.
Saya katakan, itu semua belum berakhir. Ryan akan membuat sensasi-sensasi lebih hebat
selanjutnya. Media massa juga mulai mengeluarkan wacana pembebasan Ryan karena alasan "sakit jiwa".
Saya katakan, itu semua adalah sebuah kampanye homonisasi untuk untuk membuat homoseksualitas sebagai sebuah kewajaran. Di Amerika dan Eropa hal ini telah berhasil. Dan kini kelompok kepentingan yang sama tengah berusaha melakukan hal yang sama di Indonesia. Pertama adalah seks bebas, selanjutnya homoseksualitas. Dan setelah homoseksualitas dapat diterima masyarakat, maka kegilaan selanjutnya akan terjadi: kampanye incestisme (incest=hubungan seks sedarah). Hal seperti ini tengah berlangsung di Inggris saat ini.
Sejak pertengahan tahun lalu sampai saat ini media besar Inggris The Times of London edisi web page-nya memiliki satu kolom khusus "Family Section" yang mengupas seputar incestisme (seperti halaman khusus "O Mama O Papa" di sebuah majalah wanita Indonesia dahulu yang sangat jelas mengkampanyekan seks bebas).
Manariknya, atau lebih tepatnya menjijikkannya, ulasan tentang incestisme ini ditulis dalam gaya novel romantis secara bersambung dan pembaca diberi kesempatan untuk berkomentar (sebagaimana "O Mama O Papa"). Tulisan tersebut menceritakan pengakuan seorang wanita yang terlibat dalam hubungan incest dengan abangnya. Pada saat berumur 14 tahun dan abangnya berumur 15 tahun, mereka tanpa sadar melakukan petting (bercumbu) yang nyaris berujung pada hubungan seks. Namun saat berumur 17 tahun, hubungan terlarang tersebut tidak dapat lagi ditahan, dan setelahnya mereka secara rutin melakukan hubungan seks sampai 12 tahun lamanya. Dan sejak saat itu ia tidak bisa lagi menjalin hubungan kasih sayang dengan laki-laki lain.
Saat abangnya menjalin hubungan dengan wanita lain, ia mengajukan pilihan kepada adik perempuannya: jika tidak dikehendaki, ia akan membatalkan perkawinan dan memilih hidup bersama dengan adiknya. Akhirnya dengan berat hari dan berlinang air mata, sang adik merelakan abangnya menikahi wanita lain. Kini sang adik perempuan menjadi seorang dosen dan menjalin hubungan "kumpul kebo" dengan seorang laki-laki.
Komentar-komentar yang dimuat, ironisnya mayoritas mendukung tindakan tersebut. Sangat mungkin telah disensor sebelumnya.
"Lakukan apa yang kamu inginkan, asal jangan menyakiti orang," komentar seorang komentator dari Kanada. "Bukan hak saya untuk mengadili Anda," kata komentator lainnya dari Inggris. "Menurut saya selama keduanya menginginkan dan sadar atas apa yang mereka lakukan, maka oke-oke saja," kata yang lainnya lagi.
Bagi pembaca yang waras, tentu saja mereka tahu bahwa hubungan tersebut sangat tidak sehat dalam konteks psikologi, aib dalam konteks sosial, dan dosa besar dalam konteks agama. Kebaikan apa yang bisa didapat oleh seorang wanita yang orientasi seksnya terampas oleh abangnya, bukan laki-laki yang menjadi suami dan ayah anak-anaknya? Dan laki-laki mana yang akan menyerahkan hatinya kepada seorang wanita yang telah menjalin hubungan seks dengan saudara kandungnya? Wanita itu akan terjerumus selamanya dalam kehidupan yang tidak sehat.
Namun inilah "kebaikan" yang tengah dipromosikan oleh sekelompok orang yahudi belakang layar untuk menguasai dunia. Mereka menghancurkan semua tata nilai lama: sosial, ekonomi, budaya, agama dll, dan di atas puing-puingnya mereka membangun tata nilai baru dimana mereka menjadi penguasanya.
Demikian juga halnya dengan The Times of London. Salah satu anggota jaringan media massa The Times yang dimiliki oleh Rupert Murdoch yahudi Australia yang merupakan operator media massa keluarga Rothschild, yang bersama beberapa figur misterius lain menjadi penguasa dunia di belakang layar. Percayalah, Rupert Murdoch dan orang-orang semacamnya, dengan menggunakan tangan pengusaha lokal, sudah menguasai mayoritas media massa nasional. Ini menjadi jawaban mengapa media massa banyak mempromosikan figur-figur homosek atau penderita kelainan seks lain seperti Olga Syahputra (Dahsyat RCTI) Dorche (Dorche Show TransTV) serta program reality show "Be A Man". Ini juga menjadi jawaban mengapa media massa bias dalam memberitakan polemik UU anti pornografi/pornoaksi.
(Saya tahu mengapa Hillary Clinton dari partai Demokrat pendorong homonisasi Amerika memilih Dahsyat RCTI daripada televisi lainnya. Tidak lain karena faktor Olga ini).
Orang-orang yang mempunyai rasa kebangsaan di hatinya tentu akan mempromosikan nilai-nilai tradisional keluarga yang sehat dan alami sebagai basis sebuah masyarakat yang sehat. Sebaliknya, orang-orang tamak dan rakus akan melakukan sebaliknya. Seorang wanita tidak akan mendedikasikan hidupnya untuk masa depan keluarganya jika masyarakat membolehkan ia menjalin hubungan seks dengan semua laki-laki termasuk keluarganya sendiri.
Saat ini sekitar 40% kelahiran di Amerika terjadi di luar pernikahan. Dengan kata lain hampir separoh rakyat Amerika di masa mendatang akan hidup dalam masa kecil yang tidak sehat: tanpa kasih sayang orang tua.
Atau mungkin rakyat Amerika sendiri sudah tidak peduli lagi dengan nilai-nilai tradisional keluarga. Buktinya presiden mereka pun bukan termasuk orang yang hidup dalam keluarga yang sehat.
Keterangan gambar: artis Hollywood Angelina Jolie berpose bersama abang kandungnya. Angelina adalah salah satu artis yang mempromosikan incestisme.
Monday, 23 March 2009
PEMBUNUHAN DAVID DAN SKANDAL INSLAW
Indonesian free press -- Tewasnya David Hartanto, mahasiswa genius Indonesia di kampus Nanyang University Singapura masih menyimpan banyak misteri. Spekulasi terakhir yang berkembang sebagaimana disiarkan oleh TVOne tgl 22 Maret lalu adalah motif perampokan atas program sofware yang dibuat oleh David oleh profesornya sendiri.
Bagi orang awam mungkin agak janggal, hanya sebuah program komputer buatan sendiri bisa menjadi motif pembunuhan. Namun tidak jika mereka tahu bahwa sebuah program komputer buatan seorang genius komputer bisa dihargai hingga ratusan miliar rupiah dan menjadi daya tarik orang jahat untuk merampoknya. Apalagi kalau program tersebut juga menyangkut keamanan negara atau kelompk tertentu.
Tanpa bermaksud terlibat dalam perdebatan mengenai motif pembunuhan David, saya ingin mereview kembali sebuah kasus yang mirip dengan kasus David yang sebenarnya sudah pernah saya postingkan di blog ini. Namun untuk menyegarkan kembali ingatan, apalagi setelah terjadinya kasus David, saya tuliskan kembali di sini. Tulisan ini mengenai sebuah skandal besar yang terjadi di Amerika yang ditulis oleh Michael Collins Piper dalam buku The New Jerussalem.
Mungkin pembaca juga bertanya, bukankah Singapura bukan Amerika? Memang, namun keduanya mirip, yaitu dalam hal dominasi yahudi dalam pemerintahannya. Perdana menteri pertama Singapura adalah seorang yahudi. Penasihat Lee Kuan Yew adalah orang-orang yahudi. Mossad memiliki markas di sini. Di Singapura bahkan terdapat 1 skuadron tempur pesawat Israel.
Skandal INSLAW dimulai bulan Maret tahun 1982 saat perusahaan software komputer Inslaw milik Bill dan Nancy Hamilton yang berbasis di Washington memenangkan tender senilai 10 juta dollar yang diadakan Kejaksaan Agung Amerika. Tender tersebut mewajibkan Inslaw dalam jangka waktu tiga tahun harus menyediakan suatu program canggih Promise di 22 kantor Kejaksaan Agung, ditambah penyediaan program word processor di 72 kantor kecil lainnya di seluruh negara bagian Amerika. Program Promise adalah program sangat canggih yang memungkinkan penelusuran cepat melalui sarana komunikasi terhadap target individu-individu tertentu.
Sementara itu seorang kroni Jaksa Agung Edwin Messe, Dr Earl Brian, yang bekerja untuk CIA, tergiur dengan nilai kontrak tersebut berusaha mengambil alih kontrak dengan membeli saham Inslaw, namun ditolak oleh suami istri Hamilton.
Pada tahun 1983 Kejaksaan Agung mengatur pertemuan antara Hamilton dengan seorang yang mangaku pejabat Departemen Kehakiman Israel bernama Dr Ben Orr. Ben Orr mangaku sangat terkesan dengan Promise, namun Hamilton harus menelan kekecewaan karena ternyata Ben Orr tidak berniat untuk membeli. Beberapa waktu kemudian, melalui sumber informan di Kejaksaan Agung, Hamilton tahu bahwa Earl Brian berusaha mencuri teknologi Promise dan menjualnya ke LEKEM, unit inteligen Angkatan Bersenjata Israel yang dipimpin oleh Rafael Eitan untuk melacak orang-orang Palestina maupun politikus yang kritis terhadap Israel. Eitan sendiri tidak lain tidak bukan adalah Ben Orr yang telah bertemu dengan Hamilton. Dan Brian ternyata tidak hanya menjual software bajakan ke LEKEM, namun juga ke beberapa dinas rahasia asing lainnya.
Kisahnya semakin panjang karena Eitan adalah pejabat dinas rahasia Israel Mossad yang membimbing Jonathan Pollard, mata-mata Israel yang menggemparkan Amerika karena tertangkap saat mencuri teknologi canggih militer Amerika untuk dijual ke Israel. Operasional LEKEM dan Mossad di Amerika dibiayai oleh beberapa perusahaan di Bahama yang dikelolah firma hukum Burn & Summit yang dimiliki tidak lain oleh Deputi Jaksa Agung Arnold Burns.
Di tengah-tengah kenyataan produknya dibajak habis-habisan, Hamilton harus menelan pil pahit, Kejaksaan Agung menunggak pembayaran sisa nilai kontrak senilai 7 juta dolar. Tidak hanya itu, pada tahun 1984 Kejaksaan Agung secara sepihak membatalkan kontrak. Seakan tidak pernah lepas dari “penderitaan”, suami-istri Hamilton masih harus menghadapi “serangan” Earl Brian yang tidak pernah patah semangat mengambil-alih saham INSLAW dengan dukungan koneksi-koneksinya, termasuk perusahaan pialang Charles Allen & Co.
Pada bulan Pebruari 1985 Hamilton mengajukan perlindungan kebangkrutan ke Pengadilan Federal di Washington seraya mengajukan tuntutan kepada Kejaksaan Agung atas kerugian yang dideritanya. Untuk urusan itu ia menyerahkannya ke pengacara Leigh Ratiner dari kantor pengacara Dickstein, Shapiro and Morin. Meski Kejaksaan Agung, melalui Eitan berupaya keras mengalahkan Hamilton, termasuk dengan suap senilai 600.000 dolar yang diberikan kepada Ratiner, hakim federal yang menangani perkara tersebut, George Bason Jr. memenangkan Hamilton tahun 1988.
Namun itu semua baru permulaan dari masalah yang lebih besar. Ketika keputusannya belum dapat dieksekusi, George Bason diganti secara mendadak, penggantinya hakim Martil Tell yang sebenarnya tidak memiliki kualifikasi seperti Bason. (Dalam kesaksiannya kemudian kepada Kongress saat kasus tersebut akhirnya diperiksa oleh Kongress, Bason menyatakan dengan tegas bahwa penggantiannya disebabkan oleh keputusannya yang melawan kepentingan Departemen Kehakiman).
Siapa di balik penggantian Bason, ternyata tidak lain adalah Deputi Jaksa Agung Arnold Burns, jaksa berpengaruh yang lama terkait dengan kegiatan Anti Demafation League (ADL) sekaligus pendiri “Nesher”, organisasi rahasia berpengaruh yang beranggotakan sekitar 300 pejabat publik Amerika yang misinya mendukung kepentingan Israel.
Meski sebagian besar media massa Amerika dikuasai orang Yahudi dan menyembunyikan kasus ini, beberapa media massa independen, terutama The Spotlight dan The Napa Sentinel, mengeksposnya dengan gencar dan masalah ini menjadi kasus yang menarik perhatian banyak pihak sehingga Elliot Richardson, mantan Jaksa Agung Amerika yang prihatin dengan kebobrokan institusi yang pernah dipimpinnya, menawarkan diri menjadi pembela Hamilton. Selain itu Hamilton juga mendapat dukungan anggota Kongres Jack Brooks yang mengadakan penyidikan terhadap kasus ini. Namun kekuasaan musuh-musuh Hamilton terlalu kuat meski ia telah mendapatkan dukungan beberapa figur terkenal.
Sementara itu Kejaksaan Agung mengajukan banding atas keputusan yang telah dibuat hakim Bason, dan pada tahun 1990 pengadilan banding menetapkan pengadilan tidak berhak mengadili perkaran yang diajukan Hamilton. Pengadilan juga menetapkan apabila Hamilton masih menginginkan perkaranya disidangkan ia harus mengajukan penuntutan dari awal lagi.
Pada tahun 1991, di bawah tekanan publik, Jaksa Agung William Barr yang juga mantan pejabat CIA membentuk tim khusus di bawah pimpinan mantan hakim federal Nicholas Bua untuk menyelidiki kasus ini. Hasil penyidikan yang diumumkan tahun 1993, seperti sudah diduga, memenangkan Kejaksaan Agung atas Hamilton. Sementara pada tahun 1992 Hamilton mengajukan banding ke Mahkamah Agung hanya untuk mendapatkan kekecewaan karena Mahkamah Agung dalam keputusannya tahun 1997 tetap memenangkan Kejaksaan Agung.
Sementara itu seiring dengan terbukanya kasus ini, satu demi satu orang-orang yang mengetahui kasus ini meninggal secara misterius.
• Agustus 1991, jurnalis independen Danny Casolaro yang bekerja untuk Hamilton dan banyak berhubungan dengan CIA, meninggal di kamar hotel. Polisi menyatakan ia meninggal bunuh diri.
• Tahun 1992, pengusaha dan detektif swasta Ian Stuart Spiro bersama istri dan ketiga anaknya meninggal secara misterius. Seorang tetangga Spiro juga ditemukan tewas terbunuh (diduga turut dibunuh karena melihat aksi pembunuhan keluarga Spiro). Namun polisi menyatakan Spiro bunuh diri setelah membunuh anak istrinya.
• Juli 1991, reporter Anson Ng yang bekerja untuk surat kabar Inggris, Financial Times, dan tengah menyelidiki kasus INSLAW serta kaitan Israel dengan skandal Iran-Contra, meninggal karena tembakan. Lagi-lagi polisi menyatakan penyebab kematian adalah bunuh diri.
• Dennis Eisman, seorang pengacara bagi pengekspos kasus INSLAW Michael Riconosciuto, meninggal dengan luka tembakan di dada. Sekali lagi polisi menyatakan penyebab kematian adalah bunuh diri.
• Maret 1990, jurnalis Inggris Jonathan Moyle yang juga menyelidiki kasus INSLAW meninggal tergantung di sebuah hotel.
• Analis pertahanan Alan D. Standorf, tubuhnya ditemukan meninggal dalam sebuah mobil di Bandara Nasional Washington.
• Michael Allen May, teman mantan presiden Nixon, meninggal empat hari setelah surat kabar independen The Napa Sentinel menulis laporan tentang keterkaitannya dengan kasus INSLAW. Polisi menyatakan penyebab kematian karena overdosis obat-obatan.
• Insinyur Barry Kumnick, salah satu pengembang teknologi PROMIS, juga ditemukan meninggal dunia.
Penyelidikan yang dilakukan mantan Jaksa Agung Richardson menemukan bukti-bukti yang berbeda dengan keterangan polisi. Menurutnya kematian-kematian misterius tersebut di atas disebabkan oleh aksi OSI (Office of Special Investigation), unit khusus dalam Kejaksaan Agung yang awalnya didirikan untuk memburu mantan anggota NAZI Jerman dengan bekerja sama dengan dinas rahasia Israel Mossad. Dalam laporannya tanggal 14 Februari 1994 Richardson mengatakan bahwa Kejaksaan Agung, melalui OSI, mempekerjakan agen-agen rahasia yang berasal dari berbagai instansi pemerintah termasuk angkatan bersenjata, juga agen-agen rahasia dari negara asing. Kejaksaan Agung juga terlibat dalam kegiatan-kegiatan bisnis gelap dengan beberapa perusahaan dan individu.
Michael Collins Piper, menemukan bahwa Deputi Sherif Tim Carroll yang menyidik kematian Ian Stuart Spiro merupakan agen Mossad melalui aktifitasnya di Anti-Demafation League (ADL). Carroll juga terlibat dalam aksi penyerangan sekelompok polisi terhadap rumah Willis A. Carto, penerbit The Spotlight yang mengekspos kasus INSLAW. Sedangkan hakim Martin Teel adalah individu yang bertanggungjawab atas dibreidelnya The Spotlight, majalah independen yang banyak membuka kasus-kasus yang disembunyikan dan diabaikan media-media massa utama, tahun 2001.
PEMBUNUHAN RITUAL YAHUDI (3)
Memahami kekejian Yahudi
Untuk memahami mengapa orang-orang Yahudi suka melakukan pembunuhan ritual, orang harus memahami watak dan kharakter mereka dengan melalui sejarah.
Sejarahwan Dio Cassius, dalam buku sejarahnya yang ke-78 bab 32 menceritakan kekejian orang-orang Yahudi dalam peristiwa pemberontakan terhadap Romawi tahun 117:
"Saat itu orang-orang Yahudi di Cyrene (sekarang Tripoli, Libya), memilih seorang pemimpinnya bernama Andreas, membantai semua orang-orang Romawi dan Yunani, mencabik-cabik tubuh, meminum darahnya, menjadikan kulitnya sebagai pakaian, dan sebagiannya digergaji menjadi dua dari kepala ke selangkangan. Sebagian dilemparkan ke kandang binatang buas, dan sebagian lagi dipaksa untuk bertarung hingga mati. Sebanyak 220.000 orang tewas dibantai. Di Mesir mereka melakukan hal-hal yang sama, juga di Cyprus, dipimpin oleh Artemion, di sana mereka membantai 40.000 orang."
Pada tgl 17 September 1936 koran Daily Mail menuliskan kekejaman tentara komunis dalam Perang Sipil Spanyol sbb:
"Baena, Cordoba: Sembilan puluh satu pembunuhan, sebagian besar dengan tembakan, pukulan kampak, atau cekikan. Sebagian dibakar hidup-hidup. Dua orang suster yang diseret dari gereja Maria, dipaku matanya dengan medali bergambar bunda Maria yang biasa dikenakannya."
Atau kesaksian William Dudley Pelley, wartawan Amerika simpatisan komunism yang menyaksikan langsung kekejian orang-orang komunis Sovyet terhadap warga Rusia yang mayoritas adalah pemeluk Kristen yang taat: anak-anak sekolah dan gurunya ditembaki di dalam kelas seperti binatang hingga darah dan cairan otak tercecer hingga langit-langit, para petani termasuk wanita dan anak-anak ditembak kepalanya dan kemudian disalib di pintu rumah. Semua itu terjadi hampir di seluruh pelosok Rusia hingga puluhan juta warga kristen Rusia tewas selama revolusi komunis dan beberapa tahun setelahnya. Karena kekejian itulah maka Pelley berubah pandangan politiknya menjadi sangat anti-komunis.
Dan kekejian Pol Pot di Kamboja dan PKI di Indonesia? Menyembelihi orang seperti binatang. Mereka hanya meniru tuannya, kaum komunis Sovyet yang semuanya adalah orang-orang Yahudi.
Semua itu bisa menjelaskan mengapa tentara Israel dengan santai membunuhi rakyat sipil Palestina di siang bolong dan di hadapan miliaran pasang mata umat manusia se-dunia.
Baru-baru ini angkatan bersenjatan Israel memproduksi dua macam kaos singlet yang digunakan untuk para tentaranya. Di kaos pertama tergambar seorang wanita Palestina yang tengah hamil di dalam lingkaran teleskop senjata laras panjang. Di bawah lingkaran terdapat tulisan: "Satu sama dengan dua". Maksudnya adalah jika tentara Israel menembak seorang wanita Palestina yang tengah hamil, maka ia telah "berhasil" menembak dua orang musuh sekaligus.
Gambar di kaos kedua tidak kalah mencengangkan. Seorang anak kecil Palestina di dalam lingkaran teleskop senjata laras panjang. Di bawahnya tertulis: Anak-anak Palestina lebih bernilai (karena lebih sulit ditembak).
Yah, angkatan bersenjata Israel mengkonfirmasi tuduhan masyarakat internasional bahwa mereka telah sengaja membantai perempuan dan anak-anak Israel.
Antara peristiwa pemberontakan di Cyrene hingga munculnya komunisme dan pembantaian rakyat Palestina terhempang jarak waktu hampir 2.000 tahun. Namun kekejian itu tidak banyak berubah.
Tidak semua yahudi
Tidak semua orang yahudi berhati keji. Gilad Altzmon (musisi jazz dan penulis, tinggal di Inggris), Bobby Fischer (juara dunia catur dari Amerika, meninggal di pengasingan di Eslandia), dan Victor Ostrovsky (mantan agen rahasia Mossad, kini menjadi penulis dan tinggal di Kanada) adalah orang-orang yahudi yang menentang kekejian kaumnya. Dan masih ada ribuan orang yahudi lainnya seperti mereka.
Perlu dipahami bahwa Yahudi, sebagaimana Islam, bukanlah suatu ras. Kaum yahudi terdiri dari beberapa sub ras: kulit putih, merah, kuning, kulit hitam, dan campuran antar-ras. Yahudi Melayu pun ada.
Di antara sub ras-sub ras pembentuk bangsa yahudi tersebut terdapat dua sub ras yang paling dominan, yaitu sephardin dan askhenazi. Yang pertama adalah yahudi campuran dengan ras kulit putih Eropa barat seperti Spanyol, Italia, Perancis, dan Inggris. Sedangkan askhenazi adalah yahudi campuran dengan ras Armenoid atau disebut juga Hither Asiatic yang tinggal di sekitar Turki sekarang. Yahudi askenazi selanjutnya melakukan ekspansi ke barat hingga Polandia dan Jerman berhadap-hadapan dengan yahudi sephardin di sebelah baratnya.
Yahudi sephardin dikenal juga sebagai "yahudi bangsawan" karena warna kulitnya yang lebih putih, lebih intelek dan sopan. Sedangkan yahudi azkhenazi dikenal juga sebagai "yahudi jelata" karena warna kulitnya yang lebih gelap, kurang berpendidikan dan kasar tingkah lakunya. Satu lagi, yahudi ashkenazi cenderung berhidung panjang dan bengkok serta alis lebih tebal.
William Dudley Pelley dengan sangat jitu menulis hubungan antara kedua sub ras yahudi terbesar tersebut dalam papernya yang berjudul "Dupes Of Judah - A Challenge To The American Legion". Menurut Pelley antara kedua sub ras tersebut terdapat persaingan tajam, meski dalam menghadapi gentile (non-yahudi) mereka selalu bekerjasama. Istilah "kike" (atau yahudi hitam) yang sampai saat ini masih banyak digunakan, sebenarnya bahkan diciptakan oleh yahudi sephardin untuk menghina yahudi askhenazi.
Persaingan antara keduanya sedemikian kerasnya hingga mereka merekayasa beberapa peristiwa peperangan besar untuk saling berebut pengaruh dunia seperti Perang Krim, Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Kalau ashkenazi menyukai pembunuhan brutal sebagaimana dilakukan orang-orang komunis, yahudi sephardin lebih menyukai tindakan lebih elegan seperti dengan menggunakan pistol atau bom atom.
Namun so'al apakah yahudi ashkenazi atau sephardin yang melakukan pembunuhan ritual, tampaknya tidak bisa dibedakan. Di Inggris di mana orang-orang yahudinya dari sub ras sephardin, pembunuhan-pembunuhan ritual juga sering terjadi.
Tradisi dan Budaya
Kebiasaan kaum yahudi melakukan pembunuhan ritual dapat dilacak hingga pada jaman nabi Ibrahim yang pernah bermaksud menyembelih putranya Ismail sebagai persembahan kepada Tuhan. Saat itu Tuhan mencegahnya dengan mengganti Ismail dengan domba. Maka sejak itu semua nabi kaum yahudi keturunan Ibrahim melarang pembunuhan untuk ibadah.
Namun sebagaimana kebiasaan kaum yahudi yang suka membangkang, larangan tersebut dilanggar. Bahkan beberapa nabi, yang terkenal adalah nabi Zakharia dan Yahya (Johannes Pembaptis), justru dibunuh oleh mereka. Dalam cerita Islam nabi Zakharia digergaji dan nabi Yahya dipenggal kepalanya.
Jewish Encyclopedia (1904, Vol. VIII) menulis: "Faktanya, sekarang secara umum diterima oleh para ahli yang kritis, adalah bahwa pada hari-hari terakhir kerajaan (yahudi), pengorbanan manusia diberikan untuk Yhwh (tuhannya orang Yahudi) dan bahwa para nabi menentangnya..."
Kaum yahudi mempunyai beberapa hari raya, yang anehnya tidak berkaitan dengan kewahyuan atau kenabian, melainkan berkaitan dengan sejarah. Di antaranya purim, passhover, dan yom kippur.
Hari raya dimana biasa disertai dengan pembunuhan ritual terhadap orang-orang non-yahudi adalah purim dan passover. Purim jatuh sekitar bulan Februari, dan passover sebulan setelahnya. Yang pertama adalah hari peringatan bebasnya yahudi dari penindasan Haman, penguasa keji Kerajaan Parsia. Sedangkan yang kedua adalah peringatan bebasnya yahudi dari penindasan firaun Mesir.
Pada hari-hari raya tersebut biasanya orang-orang yahudi melakukan puasa selama beberapa hari. Di hari terakhir mereka merayakan dengan pesta. Dalam pesta tersebut biasanya dilakukan pesta makan besar-besaran disertai caci-maki terhadap "memori" haman. Sampai sekarang pun orang-orang yahudi masih suka membuat kue berbentuk telinga yang disebut sebagai telinga haman dan menjadi makanan kesukaan para hari raya purim.
Pada pembunuhan ritual purim biasanya dibutuhkan darah orang kristen atau Islam dewasa sebagai campuran makanan mereka. Darah tersebut sebelumnya dikeringkan terlebih dahulu dan bubuknya digunakan sebagai campuran bahan makanan. Terkadang bubuk darah kering yang tersisa digunakan sebagai bahan makanan untuk pesta hari raya passover yang jatuh sebulan setelahnya.
Jika pembunuhan ritual dilakukan di hari passover, darah anak kecil kristen atau islam dibutuhkan. Biasanya berumur kurang dari 7 tahun. Terkadang korbannya disunat, disalib, dikenakan mahkota duri dan terakhir ditombak di pinggangnya sebagaimana dilakukan terhadap Yesus pada waktu penyalibannya.
Hari raya lainnya yang biasanya membutuhkan darah orang-orang goyim (non-yahudi) adalah Chanucah yang jatuh pada bulan Desember, sebagai hari peringatan atas pemberontakan yahudi atas penguasa Yunani (penerus Alexander Agung) tahun 165 SM. Saat itu orang-orang Yahudi di bawah kepemimpinan Maccabees berhasil merebut Jerussalem dari tangan orang-orang Yunani sebelum akhirnya dirampas kembali oleh orang-orang Romawi.
Meski kebencian kepada non-yahudi menjadi dasar utama pembunuhan ritual di hari raya yahudi, kepercayaan-kepercayaan tak berdasar dan takhayul juga turut berperan. Banyak orang-orang yahudi percaya bahwa tanpa melakukan pembunuhan ritual mereka tidak akan menjadi bangsa yang jaya.
Pembunuhan-pembunuhan politik seperti yang terjadi pada Tsar Rusia dan keluarganya diduga kuat juga bermotif agama. Hal ini terlihat dengan adanya beberapa simbol agama yang ditinggalkan para pembunuhnya.
Sunday, 22 March 2009
PEMBUNUHAN RITUAL YAHUDI (2)
Kasus di Inggris
Kasus pembunuhan ritual pertama yang diketahui terjadi tahun 1144, dan setelah itu kasus demi kasus terjadi susul menyusul hingga akhirnya Raja Inggris, Edward I memerintahkan pengusiran semua orang Yahudi dari tanah Inggris pada tahun 1290.
Di antara puluhan kasus yang terjadi, kasus pembunuhan "Little St. Hugh" di kota Lincoln pada tahun 1255. Meski sebagian kasus masih menjadi perdebatan, kasus St. Hugh adalah kasus yang terdokumentasikan oleh sistem hukum Inggris dimana terbukti terjadi pembunuhan ritual atas anak kecil St. Hugh oleh orang-orang Yahudi setempat. Kasus-kasus di kota besar lainnya seperti di London, Winchester dan Oxford juga telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Berikut ini adalah tiga kasus pembunuhan ritual yang terkenal di Inggris dari beberapa kasus yang terkuak, sebelum pengusiran Yahudi tahun 1290.
Tahun 1144, Norwich. Mayat seorang anak laki-laki 12 th dengan tanda-tanda luka penyaliban dan tusukan tombak di pinggang, ditemukan di dalam karung yang disembunyikan di belakang pohon. Anak tersebut bernama William yang dikenal anak periang. Seorang yahudi yang pindah agama ke kristen bernama Theobald of Cambridge membuat pengakuan menggemparkan bahwa orang-orang Yahudi mencari darah anak-anak kristen setiap tahun sebagai prasyarat untuk dapat kembali ke Palestina. Biasanya orang-orang Yahudi dari seluruh Inggris berkumpul untuk melakukan pengundian, dari kota mana darah anak kristen diperoleh. Theobald mengatakan tahun sebelumnya undian jatuh di kota Narbonne dan tahun tersebut jatuh di Norwich. Sherif setempat yang diduga telah disuap, menolak mengusut kasus ini. Namun berita atas kasus ini terus menyebar ke seluruh Inggris.
Dalam buku karangan JC Cox "Norfolk Churces" dan "Victoria Country History of Norfolk" tahun 1906 terdapat gambar lukisan pembunuhan William. Lukisan aslinya terdapat di gereja Loddon Church, Norfolk sebelum hilang secara misterius.
Tidak ada orang Inggris yang membantah fakta tersebut kecuali orang Yahudi. Sejarahwan berdarah yahudi, C. Roth dalam bukunya "The Ritual Murder Libel and the Jew (1935)" menuliskan: Penyelidikan modern, setelah penelitian yang mendalam atas semua fakta yang ada, menyimpulkan bahwa anak tersebut (William) mungkin hilang kesadaran karena penyakit ayan dan kemudian dipendam secara terburu-buru oleh keluarganya.
Tulisan C. Roth justru secara kuat mengindikasikan upaya serius yahudi untuk menghilangkan jejak pembunuhan ritual yang dilakukannya. Pertama mayat ditemukan tidak terkubur, melainkan disembunyikan di balik pohon di dalam karung. Dan kalau memang keluarga William yang membunuh, mengapa harus dengan menombak dan menyalib dan kemudian membuang mayatnya ke balik pohon?
Sejarahwan John Foxe dalam bukunya "Arts and Monuments of the Church" mencatat kasus pembunuhan ritual ini sebagaimana juga Bollandists dan sejarahwan lainnya. Selain itu William Turbe yang kemudian menjadi Bishop of Norwich, adalah figur penting yang bersikukuh kasus tersebut sebagai pembunuhan ritual Yahudi.
Tahun 1255, Lincoln. Seorang anak bernama Hugh diculik dan dibunuh oleh orang-orang yahudi. Ibunya berhasil menemukan mayatnya yang dipenuhi luka penyaliban dan penyiksaan atas petunjuk seorang yahudi bernama Joppin. Dengan jaminan hukum, Jopin kemudian membuat pengakuan lain yang mengarah pada penangkapan 91 orang Yahudi lainnya. Raja Henry III memerintahkan penyidikan yang serius dan menolak memberikan pengampunan kepada Joppin. 18 orang Yahudi, termasuk Joppin dihukum gantung karena terbukti melakukan pembunuhan ritual atas Hugh.
Makam Hugh masih dapat dilihat di katedral Lincoln sebelum kemudian kekuatan uang yahudi bekerja untuk mengaburkan eksistensinya. Di bekas makam Hugh kini berdiri sebuah papan peringatan yang di atasnya terdapat tulisan yang membantah adanya praktik pembunuhan ritual. Hebatnya, tulisan itu berupaya menghapuskan hukum yang telah ditetapkan pengadilan dan dikukuhkan dengan cap kerajaan.
Tahun 1290, Oxford. Tercatat dalam dokumen kerajaan The Patent Roll 18 yang ditandatangani Raja Edward I, berisi penangkapan terhadap seorang yahudi bernama Isaac de Pulet yang terbukti melakukan pembunuhan ritual terhadap seorang remaja kristen.
Hanya sebulan setelah penahanan de Pulet, raja mengelurkan perintah pengusiran terhadap semua orang Yahudi di Inggris.
Di masa selanjutnya orang yahudi yang ingin tetap tinggal di Inggris harus pindah agama, atau menyamar menjadi orang Kristen. Kemudian, secara rahasia dan melalui berbagai intrik politik yang keji termasuk menyuap Olliver Cromwell dan William Orange untuk menjungkalkan raja, mereka kembali menginvasi Inggris hingga berhasil mendudukkan seorang yahudi (yang menyamar sebagai kristen) bernama Disraeli menjadi anggota parlemen dan bahkan selanjutnya menjadi perdana menteri. Semua ahli sejarah tahu bahwa keluarga kerajaan Inggris saat ini adalah keturunan Jerman yang sebenarnya tidak berhak menjadi raja.
Tidak hanya itu, mereka bahkan berani melakukan pembunuhan kharakter terhadap raja-raja, bangsawan, hingga pemimpin gereja Inggris.
Jewish Chronicle Supplement, April, 1936, menuliskan kasus-kaus pembunuhan ritual selalu terjadi saat raja membutuhkan uang orang-orang yahudi. Dengan kata lain raja dituduh sengaja merancang pembunuhan ritual untuk memeras orang-orang yahudi. Tuduhan sama dilontarkan oleh Jew Hyamson dalam bukunya History of the Jews in England, th 1928.
Buku Dictionary of Dates karya Haydn, tahun 1847 menuliskan bahwa pembunuhan ritual di Inggris merupakan fakta yang tidak bisa dibantah. Namun edisi selanjutnya tulisan tersebut tidak ada lagi. Saat itu yahudi, melalui Disraeli dan Rothschild penguasa Bank of England telah menguasai semua sendi kehidupan Inggris.
Keterangan gambar: Plakat yang menggambarkan pembunuhan ritual oleh orang-orang yahudi atas anak kecil, masih banyak ditemukan di Eropa sampai saat ini.
Penjarahan pun Terjadi di Israel
Tidak ada negara yang seberuntung Israel. Memiliki tanah yang paling subur di Timur Tengah, situs-situs sejarah yang mampu menarik jutaan wisatawan untuk datang berkunjung setiap tahun, memiliki SDM yang konon paling genius di seluruh dunia, dan lebih dari semuanya adalah bantuan cuma-cuma senilai $3 miliar setahun dari Amerika (sekitar $500 per-kapita per-tahun). Belum lagi jika dihitung sumbangan dan bantuan dari Yahudi super kaya di perantauan seperti misalnya aliran dana perusahaan asuransi raksasa Amerika AIG untuk membiayai 95% kredit perumahan Israel. Tidak heran jika dikatakan bahwa Israel adalah negara paling makmur di Timur Tengah.
Namun bahkan semua itu tidak dapat menghalangi Israel dari resesi akibat krisis keuangan global. Dan seperti di negara-negara terbelakang, kondisi seperti ini juga diwarnai dengan aksi-aksi penjarahan.
Sebagaimana dilaporkan LA Times 19 Maret lalu, aksi-aksi penjarahan sebagai dampak krisis ekonomi Israel terjadi di berbagai kota selama beberapa hari terakhir, termasuk kota terbesar Tel Aviv. Dan tentu saja hal ini sangat mengejutkan tidak saja masyarakat internasional, namun juga rakyat Israel sendiri yang mengira negaranya sebagai negara paling ideal di dunia.
Meski aksi-aksi penjarahan relatif masih dapat dikendalikan, para aktifis sosial dan pengamat ekonomi Israel mengkhawatirkan, kondisi akan semakin parah di masa-masa mendatang.
"Apa yang kita lihat adalah cerita-cerita kecil tentang bangkrutnya bisnis yang mengancam kehidupan masyarakat. Namun cerita-cerita kecil ini adalah awal dari kebangkrutan yang lebih besar," kata Dafna Cohen, jubir Histadrut, federasi buruh Israel.
Selama beberapa bulan terakhir resesi ekonomi telah dirasakan rakyat Israel, mulai dari turunnya ekspor komoditi pertanian, turunnya jumlah wisatawan asing, tutupnya beberapa pabrik, dan terakhir aksi-aksi penjarahan yang dimotori oleh para pekerja supermarket yang tidak mendapat gaji serta supplier yang tidak mendapatkan pembayaran. Namun ironisnya para elit politik Israel justru sibuk dengan urusan pembagian kekuasaan.
Ekonomi Israel diperkirakan mengalami kontraksi 1,5% tahun ini, demikian estimasi Bank Sentral Israel. Sebelumnya selama lima tahun terakhir ekonomi Israel tumbuh 4% setahun. Bank sentral juga memprediksikan ekspor tahun ini mengalami penurunan hingga 11%.
Di sisi lain saat krisis bergerak dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya, warga Israel saling menyalahkan satu sama lain: para pemodal yang mengalami kerugian di pasar keuangan global dan turut menghilangkan dana masyarakat, bank-bank yang terlalu pelit memberikan kredit, dan para pengusaha yang menunda pembayaran kewajiban.
Sebuah penjarahan di sebuah supermarket di luar kota Haifa merupakan aksi serupa yang banyak diberitakan di Israel akhir-akhir ini. Awalnya perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan untuk membayar tagihan para supplier, menunda pembayaran gaji karyawan. Namun setelah gaji karyawan pun menjadi tidak jelas apakah akah benar-benar dibayarkan atau tidak, para manajer mulai menghindar dan tidak masuk kerja. Maka para karyawan mulai melakukan penjarahan untuk mengganti gaji mereka yang tidak dibayar. Dan aksi penjarahan bertambah ramai setelah para supplier pun turut bergabung. Terakhir yang turut beraksi dalam aksi bar-bar tersebut adalah warga masyarakat yang tinggal di sekitar supermarket.
Di tempat lain di distrik Ramat Yishai, Galilea, sebanyak 200 karyawan pabrik pengolah daging ayam mengunci diri di tempat kerja setelah perusahaan tidak dapat membayarkan gaji mereka. Kemudian untuk mengurangi kerugian, mereka pun mulai menjarah daging-daging ayam yang belum siap diolah yang tersimpan di ruang pendingin. Selanjutnya mereka menjajakan jarahannya di tepi jalan raya di dekat pabrik.
"Ini adalah aksi simbolik," kata Moti Saar, pimpinan serikat pekerja pabrik tersebut. "Menjarah daging ayam tidak dapat mengganti kerugian yang kami alami. Namun ini menjadi isyarat bahwa kami, rakyat, menginginkan pekerjaan," sambungnya.
Galilea dan Haifa adalah daerah utara Israel yang relatif rendah tingkat investasi dan paling parah terkena resesi. Penduduk setempat kecewa karena wacana kebijakan ekonomi pemerintah yang berkembang adalah pemberian talangan kepada pengusaha-pengusaha besar, bukan mereka yang kehilangan pekerjaan.
"Tidak ada wacana tentang penyelamatan para pekerja yang telah bekerja dengan baik, mendapatkan gaji yang rendah, dan tidak mempunyai daya tawar yang memadai," kata Barbara Swirsky, Direktur Eksekutif Adva Center, LSM kajian ekonomi sosial.
Tidak hanya kawasan Israel Utara saja yang merasakan dampak krisis ekonomi. Bahkan Tel Aviv yang merupakan jantung ekonomi Israel di kawasan Israel tengah memiliki cerita unik tentang dampak krisis ekonomi. Pine Garden Banquet, sebuah hall tempat favorit kalangan atas Israel mengadakan pesta dan pertemuan sejak Januari lalu telah ditutup. Pemiliknya melarikan diri dari Israel setelah gagal membayar cicilan bank, pembayaran supplier dan gaji karyawan yang semuanya mencapai $20 juta. Beberapa hari setelah tutup, para supplier dan karyawan yang marah melakukan penjarahan terhadap barang-barang mewah yang ada di tempat itu.
Seorang reporter surat kabar Haaritz mewawancarai seorang gadis yang gagal menikah karena bapaknya turut menjadi korban kebangkrutan Pine Garden. Saat wawancara berlangsung, bapak sang gadis muncul dari belakang dengan sebuah plastik penuh barang-barang porselin jarahan. "Hai, ini bagus untuk tempat daging," kata sang gadis memotong wawancara.
Sebagian warga Israel merasa simpati terhadap para penjarah. Namun tidak dapat dipungkiri aksi-aksi penjarahan tersebut juga memalukan mereka.
"Apa yang kita lihat adalah patahnya batas rasa malu... saat orang melakukan penjarahan di tengah kota di siang hari," kata anchor tv Channel 10 dalam siarannya.
Di tempat lain di Galilee, sebuah supermarket telah lama melayani kebutuhan masyarakat ultra-orthodok yang umumnya berpenghasilan rendah. Mereka mengambil margin keuntungan yang rendah. Namun hal ini pun tidak dapat menghindarkan diri dari penjarahan. Hanya caranya lebih "sopan".
Saat sang pemilik supermarket menghilang, para manager mengijinkan karyawan untuk mengambil barang-barang yang ada di toko senilai dengan gaji yang tidak terbayarkan. Namun karyawan mengambil lebih dari yang semestinya. Akibatnya para supplier hingga para pemeluk yahudi orthodok miskin yang panik, turut melakukan penjarahan. Mereka melarang polisi yang tiba di tempat untuk campur tangan.
Walikota setempat mengakui aksi penjarahan sebagai tindakan berlebihan. "Namun itu tidak mencerminkan kharakter masyarakat ini," tambahnya berupaya menghibur diri.
Saturday, 21 March 2009
Pembunuhan Ritual Yahudi (1)
Damascus Affair adalah kasus penculikan dan pembunuhan terhadap seorang pendeta Kristen dan muridnya dengan motif ritual agama, di kota Damaskus Syria pahun 1840. Pelaku adalah orang-orang Yahudi setempat. Kasus ini kemudian menjadi masalah internasional yang melibatkan negara-negara Eropa, Amerika, Turki dan Mesir dan memicu terjadinya aksi-aksi kekerasan anti Yahudi di Eropa dan Timur Tengah selama bertahun-tahun.
Tentang kasus ini Wikipedia menulis: Pada tgl 5 Februari 1840, Pendeta Thomas, pemimpin agama Kristen Franciscan setempat asal Perancis, hilang bersama seorang pembantunya. Pendeta yang juga merangkap dokter tersebut dikenal luas di kalangan masyarakat Yahudi, Kristen dan Muslim setempat. Beberapa hari sebelum hilang Pendeta Thomas terlibat perselisihan dengan seorang muslim Turki yang marah karena pendeta Thomas telah menghina nabi Muhammad. Muslim Turki tersebut dikabarkan mengeluarkan ancaman, "Anjing kristen itu harus mati di tangan saya."
Setelah kabar menghilangnya pendeta Thomas menyebar, Konsul Perancis di Damaskus, Ratti Menton yang dekat dengan kalangan Kristen dan bersama orang-orang kristen tengah berupaya menguasai akses ekonomi yang sebelumnya dikuasai keluarga Farhi yang Yahudi, melakukan investigasi di daerah pemukiman Yahudi sehingga menimbulkan kecurigaan masyarakat bahwa orang-orang Yahudi berada di balik hilangnya pendeta Thomas.
Gubernur setempat, Sherif Pasha, demi mendapatkan simpati Perancis, turut berperan menambah kecurigaan masyarakat dengan mengijinkan praktik penyiksaan terhadap para tersangka yang warga Yahudi. Pengakuan melalui penyiksaan diperolah dari seorang tersangka tukang cukur Yahudi bernama Negrin dan delapan tersangka lainnya yang merupakan tokoh-tokoh utama masyarakat Yahudi setempat. Di antara mereka adalah Joseph Lanado, Moses Abulafia, Rabi Jacob Antebi, dan Farhi. Mereka dipenjara dan disiksa dengan keji. Gigi dan janggut mereka dicabut, dibakar, dan terakhir diguyur dengan emas panas, untuk membuat mereka mengaku melakukan perbuatan kriminal yang tidak dilakukan. Lanado, seorang yang sudah lanjut usia meninggal akibat penyiksaan. Moses Abulafia pindah agama menjadi muslim untuk menghindari penyiksaan.
Kasus ini menarik perhatian masyarakat internasional, khususnya setelah konsul Austria di Aleppo (Syria), Eliahu Picotto, menghadap ke penguasa Mesir, Ibrahim Pasha (saat itu Mesir adalah penguasa Damaskus) untuk meminta penghentian penyelidikan. Dalam sebuah aksi yang luarbiasa sebanyak 15 ribu warga yahudi melakukan aksi protes di enam kota di Amerika menentang penangkapan orang-orang Yahudi dalam kasus tersebut. Konsul Amerika di Mesir menyampaikan protes presiden Amerika Matin Van Buren kepada Mesir. Sir Moses Haim Montefiore, dengan didukung oleh tokoh-tokoh barat termasuk Lord Palmrston dari Inggris, pengacara terkenal Perancis Adolphe Cremieux, Konsul Austria Marlatto, misionaris John Nicolayson dan Solomon Munk, memimpin satu delegasi menemui pemimpin Syria, Mehemet Ali.
Negosiasi atas nasib para tersangka dilakukan di Alexandria dari tgl 4 Agustus sampai 28 Agustus dan berakhir dengan dibebaskannya para 9 tersangka tidak bersalah yang masih hidup (dari total 13 tersangka yang ditangkap). Selanjutnya di Konstantinopel, Montefiore berhasil mendesak Sultan Abdulmecid mengeluarkan maklumat kerajaan Turki Ottoman (firman) yang isinya membantah tuduhan kasus ritual murder untuk mencegah terjadinya kerusuhan massal menyusul dibebaskannya para tersangka.
Catatan atas tulisan Wikipedia
Wikipedia berusaha menimbulkan opini seolah pembunuh pendeta Thomas adalah orang muslim Turki yang telah mengancam membunuhnya karena telah menghina nabi Muhammad. Hal ini sangat tidak beralasan karena sebagai seorang terpelajar yang mengetahui reaksi kaum muslim terhadap penghinaan nabinya, pendeta Thomas tidak akan gegabah melakukan hal tersebut. Apalagi jika penghinaan itu dilakukan di Syria, dimana ummat Islam merupakan mayoritas.
Wikipedia (kalangan aktivis pembela hak-hak kulit putih menyindirnya dengan istilah kikepedia. Kike adalah panggilan ejekan untuk orang-orang Yahudi askenazhi) berusaha mengalihkan fakta bahwa para pelaku telah terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman mati, dengan menyoroti aksi penyiksaan yang telah membuat pelaku membuat pengakuan palsu. Faktanya adalah penyiksaan yang dilakukan penyidik Mesir dan Syria masih dalam batas kewajaran. Alat penyisa berupa alat pemukul yang disebut bastinado merupakan alat interogasi yang biasa di pakai di sebagian besar negara untuk mengorek keterangan tersangka. Tidak ada konvensi internasional saat itu yang melarang penggunaan alat ini. Selain itu para pelaku yang dapat menunjukkan dengan tepat lokasi pembuangan jenasah korban telah menjadi bukti yang tidak dapat disangkal bahwa mereka benar melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap pendeta Thomas.
Adapun motif pembebasan para pelaku adalah karena penyuapan dan tekanan lobi Yahudi internasional kepada penguasa Mesir dan Syria serta Turki. Mereka melihat Damascus Affair dapat menjadi sebuah bola liar yang dapat menghancurkan kekuasaan Yahudi sebagaimana pernah terjadi di masa lalu. Sebagaimana tercatat dalam sejarah, Raja Inggris Edward I mengusir semua orang Yahudi dari Inggris tahun 1290 menyusul terjadi kasus-kasus pembunuhan ritual di Inggris. Hal yang sama terjadi dengan pengusiran orang Yahudi dari Spanyol tahun 1492.
Pun demikian dampak Damascus Affair bagi Yahudi. Berbagai aksi kekerasan termasuk pembantaian terhadap orang-orang Yahudi terjadi di beberapa tampat di Eropa dan Timur Tengah menyusul terbongkarnya Damascus Affair. Namun orang-orang Yahudi sudah belajar banyak dari kasus-kasus terhahulu. Mereka sudah mengorganisir diri, selain dengan kekuatan uangnya, mereka juga sudah menguasai media massa sehingga dampak destruktif terhadap mereka dapat dikurangi drastis.
Pembunuhan untuk upacara ritual (ritual murder) oleh orang-orang Yahudi merupakan suatu hal yang tidak masuk di akal manusia modern saat ini. Bahkan bagi sebagian besar orang-orang yang anti-Yahudi hal tersebut dianggap sebagai sebuah dongeng belaka. Padahal ratusan kasus pembunuhan ritual oleh orang-orang Yahudi telah tercatat di berbagai penjuru negara. Lukisan-lukisan dan plakat-plakat yang menggambarkan ritual tersebut masih banyak ditemui di Eropa hingga sekarang. Paper karya Arnold Leese berjudul “Jewish Ritual Murder” merupakan karya tulis ilmiah terbaik tentang topik ini. Paper ini mendokumentasikan ratusan peristiwa pembunuhan ritual di Eropa dan Timur Tengah sejak abad 12. Paper ini dapat diakses di sini: http://www.churchoftrueisrael.com/streicher/jrm
Hal ini tidak lain karena Yahudi yang menguasai media massa dan informasi telah berhasil menanamkan sebuah tabu terhadap masalah ini. Coba saja melakukan searching di dunia internet dengan keyword “ritual murder”. Maka sebagian besar data yang keluar adalah blood libel (fitnah berdarah). Ya, sebagaimana istilah anti-semit, istilah blood libel secara efektif membungkam setiap pembahasan terhadap masalah ritual murder. Bagi siapa saja yang berani membicarakan hal ini, kecuali di negara-negara di mana kekuasaan Yahudi belum begitu kuat seperti di Indonesia, akan dicap sebagai anti-semit dan harus menjalani hukuman yang terkadang jauh di luar pikiran manusia.
Di Amerika, negeri di mana Yahudi sedemikian kuat menguasai segala sendiri negara, isu blood libel bisa menjadi hal yang sangat fatal sebagaimana terjadi dalam kasus pembunuhan ritual di Chicago tahun 1955.
Kasus Pembunuhan Ritual di Chicago, Amerika
Selama tahun 1955 di kota Chicago, Illinois, Amerika, terjadi lima kasus penculikan dan pembunuhan bermotif agama terhadap 5 orang anak. Mereka adalah kakak beradik John dan Anton Schuessler, Robert Peterson, dan kakak beradik perempuan Barbara dan Patricia Grimes. Kelima korban menunjukkan tanda-tanda kematian yang sama: telanjang dan kehabisan darah oleh luka sayatan.
Segera saja kota Chicago dilanda desas-desus tentang pembunuhan ritual berantai oleh orang-orang Yahudi. Orang-orang tua melarang anak-anaknya pergi ke perkampungan Yahudi dan tempat-tempat Yahudi berkumpul. Namun meski menjadi kasus pembunuhan paling menarik perhatian masyarakat Amerika, kasus ini tidak terpecahkan sampai sekarang. Dan bagi keluarga Schuessler, penderitaan masih belum berakhir setelah kematian kakan beradik John dan Anton.
Para ahli forensik menyimpulkan kelima korban masih hidup selama beberapa hari setelah dikabarkan hilang. Kelima jenasah menunjukkan bekas ikatan di tangan dan kaki. Di tubuh mereka terdapat bekas luka-luka sayatan dan pukulan yang sebenarnya tidak mematikan, namun menjadi fatal bila tidak diberi pertolongan. Penyidik menyimpulkan mereka meninggal karena kehabisan darah dan kedinginan. Para ahli forensik juga menemukan bekas-bekas di tubuh yang menunjukkan para korban diangkut dengan mobil sedan Packard, mobil yang populer di kalangan kelas atas Amerika saat itu.
Demi mengejar oplah, media lokal The Chicago Sun Times segera mempublikasikan edisi khusus sore hari yang menulis secara detil tentang motif pembunuhan ritual dalam kasus tersebut. Namun hanya dalam hitungan menit, edisi tersebut ditarik kembali.
Sebanyak delapan kopian edisi tersebut berhasil didapatkan oleh Mrs. Lyle Clark Van Hyning, seorang aktifis wanita kulit putih yang kemudian mempublikasikannya dalam jurnal Women's Voice. Mrs. Lyle menanyakan kepada The Chicago Sun Times perihal penarikan edisi khusus. Jawaban yang diperoleh adalah akibat edisi tersebut redaksi telah mendapatkan protes dari beberapa pihak dan adanya ancaman terjadinya kerusuhan rasial.
Mrs. Lyle Clark yang curiga dengan motif pembunuhan ritual mengirimkan kopian edisi khusus Chicago Sun Times serta paper karya Arnold Leese berjudul "Jewish Ritual Murder" kepada Anton Schuessler Sr., ayah dari John dan Anton Schuessler Jr yang menjadi korban. Schuessler terkesima membaca kiriman Mrs. Lyle. Segera ia membuat laporan ke kantor polisi setempat untuk menyelidiki kemungkinan motif ritual murder dalam kematian kedua putranya.
Sheriff Cook County dimana keluarga Schuessler tinggal dijabat oleh seorang Yahudi bernama Joseph Lohman justru menangkap Anton Schuessler Sr dengan tuduhan pembunuhan terhadap anak-anaknya sendiri. Sheriff Lohman kemudian menunjuk detektif Harry Gloss untuk menyelidiki kasus tersebut. Selain itu seorang deputi sheriff yang juga berdarah Yahudi dikirim ke rumah keluarga Schuessler. Dengan dalih mencari bukti-bukti pembunuhan, deputi sheriff Horowitz menteror keluarga Schuessler dan secara efektif mengenakan status tahanan rumah kepada Mrs Schuessler dan keluarganya.
Dua orang detektif kepolisian Chicago yang kemudian dikirim untuk membantu memecahkan kasus ini, James Lynch dan James McMohan, keduanya kulit putih, menemukan kenyataan bahwa bukti-bukti justru telah hancur oleh penyelidikan yang dilakukan sheriff Lohman dan aparatnya.
Sementara itu Anton Schuessler Sr, alih-alih dibebaskan, justru dikirim ke klinik kejiwaan di Des Plaines, Illinois yang dioperasikan oleh seorang dokter Yahudi, Dr. Leon Steinfeld. Dan di klinik ini nasib Anton Schuessler Sr berakhir tragis. Ia meninggal dunia secara misterius di hari pertama kedatangannya.
Kematian tragis tersebut menyulut demonstrasi besar-besaran menuntut Dr. Steinfeld membuat kesaksian. Dr Steinfeld berkukuh bahwa Anton Schuessler Sr menderita penyakit "hallucinations" dan "paranoid delutions" yang kemudian memicu sakit jantung perenggut nyawa. Padahal Anton adalah seorang laki-laki sehat berumur 42 tahun yang tidak pernah menderita sakit jantung.
Kepala coroner Cook County Dr Thomas McCarron sadar bahwa Dr Steinfeld melakukan kebohongan. Ia menyerahkan bukti-bukti medis terkait kepada jaksa wilayah untuk menyidiki Dr Steinfeld dengan tuduhan pembunuhan dan pemberian keterangan palsu. Jaksa wilayah menolak permintaan Dr Thomas dan kemudian seseorang meledakkan bom di muka rumah Dr Thomas.
Namun kemudian nasib buruk menimpa Dr Steinfeld. Ia terkena kasus kriminal dengan tuduhan sengaja menghindarkan para pemuda yahudi dari kewajiban mengikuti wajib militer. Yang ia lakukan adalah memberikan beberapa obat-obatan yang merangsang beberapa penyakit yang dapat dikontrol namun cukup kuat untuk membuat penderita menghindari wajib militer. Untuk setiap kepala pemuda Yahudi yang ia "selamatkan" dari wajib militer, ia mendapat imbalan $2.000.
Orang-orang Yahudi kemudian merasa "sudah cukup" dengan Steinfeld. Steinfeld pun, yang merasa terancam jiwanya, melarikan diri ke Swiss. Namun vonis mati sudah terlanjur dijatuhkan. Steinfeld ditemukan tewas gantung diri di sebuah hotel di Swiss.
Kembali ke kasus ritual murder di Chicago. Untuk mengurangi ketegangan sosial yang berpotensi menimbulkan kerusuhan anti-Yahudi di seluruh Amerika, seorang kolumnis berdarah Yahudi, Irv Kupcinet, menggelar program "sympathy fund" dengan menghadirkan janda Anton Schuessler. Komunitas Yahudi Chicago pun memberikan sumbangan senilai $100.000 (saat ini nilainya sama dengan beberapa juta dolar atau setara beberapa puluh miliar rupiah). Tidak ada motif lain, kecuali menyuap janda Anton Schuessler untuk menghentikan tuntutannya.
Sementara itu kemisteriusan sekitar kasus pembunuhan ritual di Chicago ini masih belum berhenti. Arnold Leese, ahli sejarah yang menghabiskan waktunya untuk meneliti kasus-kasus ritual murder dan terlibat secara mendalam dalam kasus ini, meninggal secara tiba-tiba pada tahun 1956.
Kini, 55 tahun sudah kasus yang menggemparkan bangsa Amerika itu terselubung dalam kabut misteri. Tempat dimana mayat-mayat itu ditemukan kini menjadi salah satu tempat paling "berhantu" di Amerika. Masyarakat setempat membangun sebuah batu monumen di tempat tersebut. Orang-orang Yahudi menuntut monumen itu disingkirkan.
Keterangan gambar: Lukisan yang menggambarkan pembunuhan ritual terhadap Agnes Hruza, remaja Polandia berumur 19 tahun pada tahun 1899. Sorang Yahudi bernama Hilsner terbukti menjadi salah satu pelaku. Lukisan ini sempat beredar luas di Polandia sebelum kaum komunis melarangnya.
Friday, 20 March 2009
Hipokritisme Bono U2
Siapa tidak kenal Bono, sang vokalis group band papan atas dunia asal Irlandia, U2? Ia adalah selebritis papan atas di dunia. Dan yang tidak dipunyai oleh para selebritis adalah, Bono juga pemenang hadiah nobel perdamaian. Sosoknya membuat suatu acara sosial menjadi acara paling bergengsi dengan kehadirannya. Ia selalu ada di event-event bergengsi dunia: pertemuan ekonomi global di Davos, sidang umum PBB, pemberian hadiah nobel, penganugerahan Oscar, dlsb.
(Saya sendiri secara pribadi mengagumi karya-karya musik Bono bersama band-nya. Lagu "With or Without You" yang dinyanyikannya merupakan satu dari sedikit lagu abadi favorit saya. Namun tulisan ini tidak ada hubungannya dengan itu semua).
Namun bersamaan dengan statusnya sebagai tokoh politik perdamaian dunia, hipokritisme juga melekat kuat pada sosoknya. Di satu sisi ia mengumbar pernyataan tentang perdamaian, namun di sisi lain ia hidup di antara para penjahat perang. Di satu sisi ia mengecam kemiskinan, namun di sisi lainnya ia hidup bergelimang kemewahan.
Sebagai contoh, pada bulan Oktober tahun lalu Bono menjadi keynote speaker acara California Women’s Conference di Long Beach. Pembicara lainnya termasuk Gubernur Arnold "Terminator" Schwarzenegger dan Madeline Albright. Yah, Madeline, mantan menlu AS era Presiden Bill Clinton berdarah Yahudi yang pernah membuat pernyataan kontroversial. Saat diwawancarai di sebuah acara televisi nasional tentang dampak blokade ekonomi yang dilakukan Amerika terhadap Irak yang telah menewaskan 500.000 anak-anak Irak karena kekurangan gizi. Medeline dengan tenang berkata: "Itu adalah harga yang pantas bagi Irak."
Saat berpidato pun Bono sama sekali tidak menyinggung kebijakan ekonomi gubernur Arnold yang lebih memihak para kapitalis. Ia tidak menyinggung masalah imigrasi menghancurkan sendi-sendi sosial masyarakat Kalifornia. Ia juga tidak menyinggung dampak krisis keuangan yang tengah melanda Amerika yang menyebabkan ribuan anak-anak Kalifornia kelaparan, ribuan pekerja kehilangan pekerjaan, dan jutaan orang terancam kehilangan rumahnya karena tidak sanggung pembayar cicilan mortgage. Bono justru berbicara tentang Afrika, negeri yang masyarakatnya tidak pernah merasa Bono telah berbuat nyata untuk mereka.
Itulah gunanya Bono. Bahkan demi mengangkat citra dirinya yang hancur, presiden maniak perang George W Bush mengundang Bono sebagai bintang tamu acara National Prayers Breakfast. Dan Bono menikmati semua itu. ---Ada satu cerita menarik mengenai hubungan antara Afrika dengan Bono. Dalam sebuah pertemuan ekonomi global di Davos, seorang wartawan asal Afrika mengkritik Bono karena selalu mengatasnamakan Afrika padahal rakyat Afrika tidak pernah merasa diwakili oleh Bono. Bono marah-marah terhadap wartawan tersebut.
Hanya jika orang mengetahui bahwa Bono adalah salah satu pemilik saham majalah Forbes, media representasi orang-orang Wall Street dan provokator Perang Irak, mereka faham mengapa Bono menjadi seseorang yang sangat hipokrit.
Bono dengan U2nya sebenarnya tengah dalam masalah serius sekarang. Kurang diminati oleh para penggemar musik rock generasi muda, tidak ada lagi lagu hits, dan wajah para personilnya yang sudah kurang begitu menarik. Kini group musik ini pun tengah menghadapi kritikan tajam dari masyarakat Irlandia setelah keputusannya memindahkan markasnya ke Belanda demi menghindari pajak. Upayanya untuk mengubah Dublin Skylne demi ekspansi hotel Clarence miliknya juga menunjukkan Bono sudah menjauh dari masyarakat Irlandia.
Pada konser pelantikan Barack Obama bulan Januari lalu Bono mengucapkan selamat kepada Obama, "Suatu kehormatan besar bagi kami empat anak muda Irlandia dari utara Dublin, berada di sini untuk menghormati Anda tuan Barack Obama, untuk menjadi presiden Amerika." Namun kenyataannya hanya 1 personil saja dari anggota band U2 yang masih tinggal di kawasan utara Dublin yang agak kumuh. 3 lainnya termasuk Bono, kini tinggal di kawasan selatan yang lebih makmur.
Dalam sebuah penampilan di acara "In The Name of Love”, Bono memuji Martin Luther King yang "mimpinya" menjadi menginspirasi tidak saja rakyat Amerika, Eropa, Afrika, juga Israel. Namun setelah menyadari sambutannya yang terlalu jauh, buru-buru ia menambahan: juga rakyat Palestina.
Yah, inilah ikon kaum liberal model "Sasame Street". Menyamakan rakyat Palestina dengan Israel. Tidak beda dengan menyamakan korban perampokan dengan perampoknya. Atau ia sebenarnya ingin mengatakan kepada rakyat Palestina: "Hei rakyat Palestina, kami mempunyai mimpi yang akan kami bagi untuk kalian."
Pada tahun 2005 lalu dunia menyaksikan drama komedi yang tidak lucu saat penyanyi Bob Geldof, pendukung maniak perang George W Bush dan Tony Blair, dianugerahi penghargaan Man of Peace. Namun bulan Desember berikutnya dunia menyaksikan drama komedi yang lebih tidak lucu lagi: penganugerahan nobel perdamaian untuk Bono "the Man of War".
Meski berteriak-teriak menyatakan anti-perang, Bono adalah pemilik perusahaan Pandemic/Bioware, produser Mercenaries 2, sebuah video game yang menggambarkan penyerangan Amerika atas Venezuela. ---Analisis saya video game ini merupakan sebuah "covert operation" untuk mempersiapkan dunia terhadap aksi invasi sebenarnya Amerika atas Venezuela. Tahun lalu Bono juga bertemu Menhan AS Robert Gates membicarakan rencana pembentukan komando Amerika baru di Afrika. Mengenai majalah Forbes yang menjadi penabuh genderang perang Amerika dan dimiliki sebagian sahamnya olehnya, Bono berkata, "Saya suka majalah ini karena pandangannya yang konsisten." Maksudnya tentu saja adalah pandangan pro-perangnya yang konsisten.
Sebagaimana Sir Bob Geldof, Sir Bono ---Ratu Inggris memang suka memberi gelar kebangsawanan kepada sosok-sosok kontroversial, termasuk penyanyi homo Elton John atau petinju eksentrik Nashem Hamid. Namun nama yang terakhir ini gelarnya dicabut kembali setelah memuji-muji Islam dalam pertarungan terakhirnya di Las Vegas Amerika--- juga bernyanyi untuk sosok-sosok gila perang seperti George w. Bush dan Tony Blair. Tentang Tony Blair yang menjadi pendukung kuat perang Irak dan Afghanistan, Bono memujinya sebagai telah "melakukan tugas yang dia percayai".
Sir Bono juga memuji-muji Billy Graham. Menariknya, sebagaimana Bono memuji Presiden Bush yang telah menyerbu Afghanistan dan Irak dalam acara National Prayers Breakfast tahun 2008, Billy Graham juga memuji Presiden Lyndon B Johnson yang telah menyerbu Vietnam dalam acara yang sama tahun 1966. Sebagaimana Billy Graham yang telah menyanyikan lagu-lagu perdamaian sembari memuji-muji para penggila perang, Bono pun demikian.
Mengenai kedekatan Bono dengan George W Bush dan Tony Blair, bahkan rekan Bono sesama personil band U2, drummer Larry Mullen, merasa terganggu. Menurut Mullen baik Bush maupun Blair, keduanya seharusnya diadili sebagai penjahat perang.
Soal ironi hadiah nobel perdamaian, sebenarnya bukan Bono pemenangnya. Masih ada sosok-sosok lain yang jauh lebih kontroversial dibandingkan Bono. Dalam deretan nama pemenang nobel perdamaian itu ada nama "bapak terorisme internasional" Shimon Peres dan Menachen Bagin dari Israel, "arsitek" pengeboman Kamboja dan kudeta berdarah Chili tahun 1973 Henry Kissinger, serta Al Gore, pendukung kuat Perang Irak dan Perang Afghanistan yang kini "menyamar" sebagai pejuang lingkungan hidup.
Wednesday, 18 March 2009
Tsunami Aceh, Buah Sebuah Konspirasi?
Sekitar setahun lalu saya bertemu dengan seorang teman lama, dosen sebuah institut teknik swasta terkenal di Medan. Singkat cerita, sang dosen mengumbar cerita tentang konspirasi Amerika "memeras" Indonesia dengan tujuan membuat bangsa Indonesia "pasrah bongkokan" (menyerah bulat-bulat) kepada Amerika. Di antara tanda-tanda konspirasi tersebut adalah kasus jatuhnya pesawat Adam Air di perairan Sulawesi Selatan. Satu lagi konspirasi yang dilakukan Amerika, demikian sang dosen bercerita, adalah peristiwa bencana tsunami yang melanda Aceh dan negara-negara Asia Selatan hingga Afrika, tanggal 26 Desember 2004 lalu. Menurutnya, peristiwa tersebut disebabkan oleh ledakan nuklir bawah laut yang dilakukan Amerika di perairan Lautan Hindia.
Mengingat tingkah laku sang dosen yang eksentrik, saya sama sekali tidak mempercayai teori yang "di luar jangkauan akal" saya. Untuk apa Amerika "memeras" Indonesia? Hal itu justru membuat bangsa Indonesia menjauh dari Amerika dan membuat Amerika rugi sendiri. Tanpa diperas pun, Amerika masih bisa mendiktekan semua kemauannya terhadap para pemimpin Indonesia.
Namun setelah melihat banyak fenomena paska bencana tsunami, terutama semakin besarnya pengaruh asing terhadap Aceh dan disertai tanda-tanda lepasnya Aceh dari NKRI sebagaimana direkomendasikan oleh RAND Corp (lembaga think thank swasta yang rekomendasinya menjadi dasar politik internasional Amerika), saya sadar bahwa teori ledakan nuklir tidak boleh dikesampingkan begitu saja. Apalagi setelah saya membaca sebuah artikel di situs truthseeker.co.uk berjudul "Did New York Orchestrate The Asian Tsunami?" karya Joe Vialls yang membuka banyak informasi baru yang tidak banyak diketahui orang yang mendukung teori tersebut.
Salah satu informasi tersebut adalah adanya dua armada AL Amerika yang tiba di Aceh segera setelah bencana dan sempat menguasai Banca Aceh dan beberapa kota di Aceh selama beberapa waktu sebelum bantuan dari para relawan tanah air dan mancanegara tiba. Pasukan Amerika itu masih ditambah lagi dengan sepasukan tempur Australia yang tiba di Aceh menggunakan empat pesawat angkut Hercules. Dan ironisnya, pada saat pasukan-pasukan asing itu merajalela di bumi Aceh, aparat keamanan Indonesia baik dari unsur kepolisian maupun TNI "menghilang" entah kemana. (Seorang kamerawan Australia berhasil mengabadikan para tentara marinir Amerika bersenjata lengkap tengah menyisir lokasi sebuah markas militer TNI yang hancur. Sebuah hak eksklusif TNI yang dilanggar).
Dua armada tempur Amerika tersebut masing-masing bertolak dari Hongkong dan Guam. Armada dari Hongkong dipimpin oleh kapal Induk nuklir Abraham Lincoln. Adapun armada dari Guam dipimpin oleh kapal induk amphibi USS Bonhomme Richard yang juga dikenal sebagai armada "Expeditionary Strike Group 5" yang mempunyai kekuatan tempur nuklir yang sanggup menghancurkan satu benua. Ironisnya kedua armada tempur tersebut selama setahun sebelumnya justru telah menghabiskan waktu untuk mempersiapkan misi kemanusiaan. Sebuah kebetulan yang sangat kecil probabilitasnya.
Namun yang lebih mengherankan mungkin adalah satuan tugas lintas udara Australia. Meski media massa Australia sampai tgl 27 Desember 2004 melaporkan bahwa kerusakan terparah terjadi di Sri Lanka (bersama Australia menjadi anggota persemakmuran), dua pesawat angkut Hercules terbang ke Malaysia. Dua pesawat lainnya stand by di Darwin, Australia Utara untuk berjaga-jaga. Dan pada saat bantuan dari lembaga-lembaga bantuan swasta Australia mengalir ke Sri Lanka, keempat pesawat tersebut terbang ke Medan karena bandara di Banda Aceh rusak parah. Selanjutnya satuan tugas bersenjata lengkap itu melanjutkan ke Banca Aceh dengan jalan darat.
Fenomena konspirasi tersebut dapat dilacak sejak detik pertama terjadinya bencana. Pada saat terjadi gempa di Laut Hindia pagi tgl 26 Desember 2004, ororitas geofisika Indonesia di Jakarta mencatat gempa berkekuatan 6,4 skala Richter dengan episentrum 155 mil sebelah selatan pantai Aceh. Namun secara tiba-tiba otoritas geofisika Amerika, NOAA, meralat episentrum gempa di sebelah barat laut Aceh dengan kekuatan 8 skala Richter. Kekuatan gempa pun berubah-ubah dari menjadi 8,5, 8,9 dan terakhir menjadi 9 skala Richter.
Adalah sebuah keanehan, sebuah lembaga geofisika besar seperti NOAA meralat ukuran sebuah gempa, apalagi sampai tiga kali. Selain keanehan kekuatan gempa, para seismografer Indonesia dan India juga heran dengan fenomena tidak adanya gempa-gempa kecil pembuka gempa puncak sebagaimana tidak adanya gempa susulan. Keanehan juga terjadi dengan tidak adanya resonansi (suara) gelombang elektromagnetik antara 0,5-12 Hertz yang biasanya mengawali sebuah gempa. Sekedar informasi sebelum terjadi gempa terdapat tegangan lapisan bawah tanah yang mengeluarkan resonansi gelombang elektromagnetik yang biasa menjadi sebuah peringatan bagi para seismograf.
Menciptakan tsunami dengan ledakan nuklir di bawah laut dikenal dengan istilah "sea burst", telah menjadi pemikiran para ahli militer terutama pada saat Perang Dingin antara NATO dan PAKTA WARSAWA tahun 1950-an hingga 1980-an. Cara ini dianggap efektif untuk menghancurkan infrastuktur dan kota-kota musuh yang berada di pinggir pantai untuk selanjutnya diduduki.
Adapun membuat "sea burst" untuk menghancurkan Aceh membawa konsekwensi yang menguntungkan bagi Amerika dan orang-orang yang "mengendalikannya di balik layar". Bencana ini membuka lebar-lebar invasi militer maupun budaya Amerika atas Aceh, negeri yang selama ratusan tahun dijuluki sebagai "Serambi Mekkah". Kini negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang pernah mendeklarasikan kemerdekaan Aceh atas Indonesia untuk selangkah lagi menyusul Timor Timur lepas dari Indonesia melalui referendum yang "dirancang" dan "dilaksanakan" oleh "penguasa di balik layar" melalui tangan PBB.
Selain keuntungan politik, militer dan budaya, bencana tsunami Aceh juga membawa keuntungan ekonomi tiada tara bagi para bankir kapitalis Amerika. Membutuhkan dana besar untuk rehabilitasi, pemerintah menerima tawaran "bantuan bersayap" dari negara-negara donor berupa hutang luar negeri berbunga ganda yang harus dibayar dengan darah dan keringat jutaan rakyat Indonesia.
Satu keuntungan lagi, dengan satu ledakan saja dan tanpa harus melalui peperangan yang lama dan melelahkan, sebanyak 150.000 goyim muslim "berhasil" dibunuh dan ribuan sisanya menjadi orang-orang miskin yang tidak berdaya.
Belakangan hari teman saya yang dosen nyentrik tersebut terdengar menjadi aktivis di sebuah LSM asing. Dan terakhir ia ditangkap polisi karena menjadi motor penggerak satu aliran agama yang dipimpin oleh tukang becak yang mengaku menjadi nabi. Saya semakin menemukan kebenaran teori ledakan nuklir yang dikatakan teman saya itu. Bukankah sebagai "agen asing" ia mempunyai banyak informasi rahasia?