Tuesday, 31 March 2009
New York Times yang Dituduh Anti-semit
Beberapa waktu lalu seorang jendral angkatan perang Israel mengutuki Amerika. Alasannya? Karena Amerika telah memberikan dukungan 100% atas aksi penyerangan Israel terhadap Gaza. Menurut sang jendral, akibat dukungan bulat-bulat tersebut Israel telah melakukan "blunder" dengan menyerang Gaza.
Beberapa ribu tahun lalu umat Yahudi baru diselamatkan Allah dari kebiadaban firaun Mesir. Dengan mata kepala sendiri mereka menyaksikan kebesaran Allah yang melalui tongkat Nabi Musa telah membelah Laut Merah, menyelamatkan mereka dan menghancurkan tentara firaun. Namun tidak lama kemudian mereka memusuhi Allah karena tidak memberikan makanan kesukaan mereka. Bahkan setelah Allah kembali mengingatkan mereka dengan hukuman keras termasuk mengubah sebagian dari mereka menjadi monyet dan babi, mereka tetap memusuhi Allah.
Hal yang sama (yahudi memusuhi "orang" yang telah menolongnya) terjadi baru-baru ini atas koran New York Times (NYT). Media massa milik yahudi yang dalam berita-berita maupun ulasan-ulasannya cenderung selalu membela yahudi dan Israel, kini dituduh oleh kalangan yahudi Amerika sebagai anti-semit. Alasannya karena NYT menuliskan laporan seorang jurnalisnya tentang perlakuan rakyat dan pemerintah Iran yang sangat baik terhadap kaum minoritas yahudi.
Laporan tersebut adalah fakta yang dialami sendiri oleh jurnalisnya. Dan lagipula sang jurnalis, Roger Cohen, adalah seorang yahudi. Cohen sendiri yang sekali lagi adalah orang yahudi, bahkan tidak luput dari tuduhan anti-semit.
Iran adalah negara di timur tengah yang memiliki jumlah penduduk yahudi tertinggi setelah Israel sendiri. Bulan lalu Cohen mengadakan kunjungan jurnalistik ke negeri tersebut. Di negeri yang menerapkan secara tepat konsep "khafir dhimmi" atau kafir yang dilindungi tersebut, ia mendapatkan kenyataan yang bertolak belakang dengan stereotype yang berkembang di barat yang menganggap Iran memperlakukan warga minoritas dengan kejam. Di Iran orang yahudi bahkan memiliki perwakilan di parlemen. Tidak heran jika mereka menolak pindah kewarganegaraan ke Israel meski pemerintah Israel menawarkan hadiah-hadiah menarik jika mereka mau pindah ke Israel.
"Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya bahwa sinagog pertama yang saya masuki adalah sinagog di kota Teheran," kata Cohen.
Ia menganggap tuduhan negatif atas Iran sebagai bentuk "hasutan" dan menyatakan bahwa Iran adalah negeri paling toleran, demokratis, dan maju di timur tengah. "Mungkin saya bias dalam perkataan, namun saya mengatakan yang sebenarnya bahwa perlakukan Iran atas warga yahudi mengatakan banyak hal tentang Iran, kemajuan dan kebudayaannya, daripada suatu retorika penuh hasutan," kata Cohen.
"Ini tidak lain karena saya sebagai orang yahudi sangat jarang mendapat perlakuan hangat sebagaimana di Iran," tambahnya.
Artikel Cohen segera mendapat kecaman pedas dari kalangan yahudi Amerika. Mereka menganggap NYT dan Cohen telah melakukan propaganda bergaya nazi yang mendorong sentimen anti-semit.
Cohen sudah memperkirakan tulisan tersebut akan mendapat kecaman, namun tidak dengan kuantitas yang ia dan NYT terima. "Saya telah memperkirakan adanya kritikan, namun tidak mengira adanya blow up yang disertai kemarahan," kata Cohen menanggapi respons atas tulisannya.
Permusuhan orang-orang yahudi Amerika terhadap NYT karena tulisan Cohen terjadi menyusul kasus yang hampir sama yang menimpa NYT dan juga Washington Post (media yang juga didominasi oleh kepentingan yahudi). Gara-garanya kedua koran paling berpengaruh di Amerika itu memuat kartun yang menyindir kekejian Israel atas warga Palestina di Gaza.
"Kartun seperti itulah yang telah mempengaruhi jutaan orang di tahun 1930-an untuk membenci yahudi dan mendorong terjadinya aksi genoside nazi," demikian pernyataan Simon Wiesenthal Center (Gus Dur, Gunawan Muhammad pernah menerima penghargaan dari lembaga ini, catatan penulis), lembaga sosial yahudi berpengaruh yang bermarkas di Los Angeles.
Anti-Defamation League, organisasi yahudi Amerika lainnya yang lebih berpengaruh mengecam kartun tersebut sebagai "ekspresi anti-semit yang sangat buruk".
Yah, yahudi memang tidak pernah mengenal terima kasih. Menlu Collin Powel yang telah "mengawal" kebijakan perang anti-terorisme Presiden George W. Bush demi kepentingan Israel pun mereka kecam dengan brutal hingga berakibat pada penggantian Powel dengan Condoleeza Rice. Bahkan Hillary Clinton, menlu Amerika yang bersama suaminya mantan presiden Bill Clinton telah mendedikasikan hidupnya untuk kepentingan yahudi, kini tengah menghadapi tuduhan sebagai "terlalu condong ke Arab".
No comments:
Post a Comment