Wednesday, 8 July 2009

Surat dari Penjara Israel


Pengantar:
Apa yang akan dilakukan Amerika (pemerintah, rakyat dan persnya) jika seorang warganegaranya yang terhormat, seorang mantan anggota Congress, dirampok dan ditahan oleh satu negara kecil? Dimulai dengan sumpah serapah pers, dan terakhir pasukan Amerika akan menghancurkan negara itu. Tapi tidak jika negara kecil itu adalah negara yahudi Israel. Dan benarlah apa yang dikatakan Ariel Sharon: "Kita, yahudi menguasai Amerika."

Sudah hampir seminggu Cynthia McKinney, mantan anggota Congress yang menjadi aktifis kemanusiaan, ditahan oleh tentara Israel. Ia ditahan setelah berusaha menerobos blokade Israel menuju Gaza untuk memberikan bantuan kemanusiaan di sana. Sebelumnya kapal yang mengangkutnya besarta rombongannya dibajak tentara Israel di perairan internasional sebelum dibawa ke Israel dan selanjutnya ditahan di penjara di kota Ramle.

Aksi penerobosan ini adalah yang kedua dilakukan Cynthia setelah aksi pertama akhir tahun lalu yang gagal setelah kapalnya diserang oleh angkatan laut Israel dan terpaksa balik haluan ke Lebanon.

Berikut adalah pengakuan Cyntia yang dimuat di situs truthseeker.co.uk tgl 3 Juli 2009:

Ini adalah Cynthia McKinney dan saya sedang berbicara dari dalam penjara Israel di Ramle. Saya adalah bagian dari Free Gaza 21, kelompok aktivis kemanusiaan yang sekarang ditahan Israel karena bermaksud memberikan bantuan kesehatan, termasuk memberikan crayon untuk anak-anak Palestina di Gaza. Saya membawa satu tas penuh dengan crayon.

Saat kami sedang dalam perjalanan ke Gaza, pasukan Israel mengancam akan menembak kapal kami, namun kami tidak peduli dan terus berlayar. Kemudian pasukan Israel membajak kapal dan menangkap kami karena kami akan membagikan crayon untuk anak-anak Palestina di Gaza. Kami ditahan dan kami ingin masyarakat dunia melihat bagaimana kami diperlakukan karena berniat memberikan bantuan kemanusiaan untuk rakyat Gaza.

Pada masa awal operasi militer Israel di Gaza bulan Desember 2008, kami berlayar ke Gaza dengan kapal untuk mencoba, sebagai wakil Amerika untuk satu delegasi internasional, mengirimkan 3 ton perlengkapan kesehatan untuk rakyat Gaza yang terkepung dan hancur.

Selama operasi militer itu Amerika menyuplai pesawat F-16 yang menembakkan rudal hellfire ke orang-orang yang terperangkap. Pembersihan etnis menjadi genosida skala penuh. Amerika menyuplai bom phosporus, depleted uranium, teknologi robot, senjata DIME dan bom cluster yang menimbulkan luka yang tidak pernah dijumpai para ahli medis sebelumnya. Saya telah diberitahu oleh para dokter yang berada di Gaza bahwa Israel telah melakukan uji senjata terhadap penduduk Gaza.

Dunia telah menyaksikan kekejian Israel melalui Al Jazeera dan Press TV yang disiarkan dalam bahasa Inggris. Saya menyaksikan siaran itu setiap saat, tidak di Amerika tapi di Lebanon dimana upaya kami yang pertama untuk memasuki Gaza harus berakhir setelah militer Israel menabrak kapal kami saat kami berada di perairan internasional. Adalah suatu keajaiban bahwa saya berada di sini menuliskan pertemuan kedua saya dengan militer Israel, lagi, sebuah misi kemanusiaan telah digagalkan oleh Israel.

Penguasa Israel telah mencoba membuat kami mengaku telah melakukan kejahatan. Saya sekarang berada di penjara Israel dengan nomor 88794. Bagaimana mungkin saya dipenjara karena akan memberi crayon kepada anak-anak?

Zionisme pasti telah kehilangan legitimasi terakhirnya karena telah memperlakukan demikian kepada orang-orang yang sangat percaya pada hak-hak manusia, yang telah memberikan sepenuh hidupnya untuk anak-anak orang lain. Jika Israel merasa terancam karena anak-anak Gaza memiliki crayon maka Israel tidak hanya kehilangan legitimasi terakhirnya, namun juga harus dinyataan sebagai sebuah negara yang gagal.

Saya tengah menghadapi ancaman deportasi dari negara yang telah membawa saya dengan todongan senjata setelah merampas kapal kami. Saya dibawa ke Israel dengan paksa. Saya berada di penjara ini karena mempunyai impian bahwa anak-anak Gaza bisa menggambar dan mewarnai, bahwa penduduk Gaza yang terluka dapat terobati, dan bahwa rumah-rumah penduduk Gaza yang hancur karena bom dapat diperbaiki kembali.

Namun saya telah belajar banyak hal di dalam penjara ini. Pertama adalah bahwa penjara ini dipenuhi oleh orang-orang kulit hitam: kebanyakan orang-orang dari Ethiopia (yahudi Falasha) yang juga mempunyai impian... seperti teman satu sel saya yang tengah mengandung. Mereka semua masih berumur 20-an. Mereka menyangka telah datang ke tanah suci. Mereka berharap hidup mereka akan lebih baik.... Mereka bangsa yang dahulu jaya, Ethiopia yang tidak pernah dijajah oleh bangsa manapun, telah dilemparkan ke lubang hitam Amerika, yang menjadi tempat penyiksaan dan pendudukan. Rakyat Ethiopia harus membebaskan negerinya karena politik negara superpower telah menjadi jauh lebih penting daripada hak asasi manusia dan kemerdekaan.

Teman satu sel saya datang ke tanah suci untuk membebaskan diri dari kekejian politik negara superpower di negerinya (Ethiopia terlibat pertempuran yang meletihkan di Somalia karena memenuhi permintaan Amerika yang tidak ingin Somalia dikuasai oleh orang-orang Islam yang ta'at). Mereka datang ke Israel karena mengira Israel akan memenuhi janji mereka. Perjalanan mereka melalui Sudan dan Mesir sangatlah sulit yang hanya bisa yang bayangkan kesulitannya. Kebanyakan dari mereka merupakan wakil terbaik dari keluarganya. Mereka bermaksud mendapatkan status pengungsi dengan mendatangi kantor UNHCR. Mereka ingin mendapatkan status pengungsi untuk mendapatkan perlindungan dari tragedi. Namun saat tiba di Israel mereka hanya mendapat jawaban, "tidak ada kantor UNHCR di Israel."

Polisi Israel diberi kewenangan untuk menangkap dan menjebloskan mereka ke dalam lubang hitam permainan sistem hukum. Wanita-wanita cantik dan penuh harga diri ini mewakili harapan keluarga mereka. Ide tentang Israel yang aman dan damai telah menjebak mereka semua. Melalui kampanye dan propaganda Israel membanggakan diri sebagai tempat aman bagi para pengungsi yahudi maupun kristen. Saya pun mulanya percaya dengan propaganda ini.

Kenyataannya Israel telah berbohong kepada dunia. Israel telah berbohong kepada keluarga dari para wanita ini. Israel berbohong kepada para wanita yang kini terkungkung dalam penjara di Ramle. Dan apa yang terjadi pada kami? Hari ini seorang teman wanita satu sel saya menangis histeris. Ia telah berada di dalam penjara selama 6 bulan. Sebagai warga Amerika, menangis bersama mereka tidaklah cukup. Kebijakan pemerintah Amerika harus lebih baik lagi, dan sementara kita melihat Presiden Obama menghamburkan $12,6 triliun dana talangan kepada para pelaku bisnis pasar uang hal ini menjelaskan bahwa "harapan", "perubahan" dan "ya kita bisa" sangatlah kuat mencerminkan "digniti" dan "self-fulfilment" secara indufidual maupun nasional, yang melingkupi seluruh manusia yang mempercai slogan-slogan itu.

Namun itu tidak lebih dari kampanye marketing yang ditebarkan kepada seluruh penduduk Amerika sebagaimana Israel mengkampanyekan diri kepada dunia. Itu semua menjerat kita, dan lebih tragis lagi menjerat para wanita itu.

Tanyakan kepada rakyat Palestina. Tanyakan kepada orang-orang hitam dan Asia yang tengah meringkuk di penjara di Ramle. Tanyakan kepada para wanita teman satu sel saya. Dan tanyakan kepada diri anda: apa yang akan anda lakukan?

Mari lakukan perubahan pada dunia bersama-sama dan menuntut apa yang kita butuhkan sebagai manusia: harga diri. Saya menyerukan kepada PBB untuk membebaskan para wanita tahanan di Ramle ini. Saya menuntut kepada menlu Amerika untuk memasukkan pelanggaran terhadap para wanita yang ditahan di Israel sebagai salah satu laporan tahunan HAM. Saya juga meminta sekali lagi kepada Presiden Obama untuk berkunjung ke Gaza, kirimkan utusan khusus Anda George Mitchell ke Gaza dan menjalin komunikasi dengan HAMAS yang telah menjadi pilihan rakyat Palestina.

Saya mempersembahkan tulisan ini untuk mereka yang berjuang untuk membebaskan Palestina, dan juga untuk para wanita yang saya temui di Ramle. Ini dari Cynthia McKinney, 2 Juli 2009, juga dikenal dengan sebutan tahanan Ramle nomor 88794.

No comments:

Post a Comment