Thursday, 1 April 2010
Di Balik UU Kesehatan Amerika
Dengan UU Kesehatan yang baru tampak Amerika telah menempatkan diri sebagai negara facsis dan komunis sekaligus. Ciri-ciri negara facsis tampak dari semangat mendukung aborsi dan bunuh diri (euthanasia) dalam undang-undang tersebut. Sedang ciri negara komunis tampak dari disentralisasikannya layanan kesehatan masyarakat. Hal ini tentu jauh dari gambaran sebuah negara demokrasi modern yang selama ini ada di benak masyarakat. Atau memang demikianlah hakikat yang disebut dengan negara demokrasi modern dan gambaran tentang negara demokrasi yang ada di pikiran masyarakat, termasuk yang didapatkan dari bangku kuliah, hanya ilusi belaka. Namun jika melihat orang di belakang Barack Obama, kita bisa menarik benang merah tentang apa yang sebenarnya terjadi di Amerika dan akan seperti apakah negara ini nantinya.
Namun orang-orang kulit putih yang "sadar" melihat sisi lain yang sangat membahayakan eksistensi mereka. UU tersebut mereka pandang sebagai alat untuk mereduksi kekayaan orang-orang kelas menengah kulit putih secara sistematis demi dialihkan ke warga kelas bawah non-kulit putih termasuk para imigran gelap. Semuanya dibuat dalam rangka melemahkan kekuatan etnis kulit putih-kristen-katholik sebagai lawan potensial kaum yahudi selain Islam. Bukan dalam kasus ini saja orang-orang kulit putih itu mencurigai adanya agenda pelemahan terhadap eksistensi mereka khususnya di Amerika. UU imigrasi yang diundangkan dekade 1960-an mereka anggap sebagai milestone upaya sistematis pelemahan kepada orang-orang kulit putih oleh orang-orang yahudi.
Orang di belakang Obama yang dimaksud adalah George Soros, operator dari kepentingan "kekuasaan di belakang layar" kapitalis yahudi internasional yang sukses memecah belah Balkan namun gagal menggulingkan Presiden Iran Ahmadinejad, serta sosok di balik krisis moneter Asia Timur tahun 1997. Setelah menangguk keuntungan tiada tara karena krisis finansial Amerika (merampok dana masyarakat dan setelah terjadi krisis tampil sebagai penolong dengan bantuan hutang dengan bunga mencekik leher) tahun 2008 lalu, Soros berusaha berusaha mengendalikan nasib seluruh bangsa Amerika.
Dikenal sebagai "mesin uang"-nya Obama, hubungan Obama dengan Soros telah dimulai sejak tahun 2005 saat Obama mencalonkan diri sebagai senator dan terus berlanjut hingga pencalonan Obama sebagai presiden. Pada saat yang sama Soros juga mengucurkan dana kepada partai demokrat untuk menyetir kebijakan partai menjadi lebih sosialis. "George Soros telah membeli Partai Demokrat," kata Christine Iverson, jubir Partai Republik suatu ketika.
Sebagian dana Soros mengalir ke kelompok-kelompok masyarakat sosialis-progresif-komunis yang agenda politiknya mendukung sentralisasi program kesehatan masyarakat serta "membuka" pintu perbatasan Amerika bagi imigran asing. Namun sejauh ini tidak ada kelompok masyarakat Amerika, termasuk para politisi, yang secara terbuka berani menentang Soros yang telah menggiring Amerika ke jurang kebinasaan.
"Mengubah nilai pasar dari dunia kesehatan" adalah apa yang dikatakan Soros tentang undang-undang kesehatan yang dicita-citakannya, ketika berbicara di hadapan mahasiswa dan dosen kedokteran Universitas Columbia baru-baru ini.
Untuk memperlancar cita-citanya itu Soros membangun LSM Institute On Medicine As A Profession tahun 2003 dengan dana $7.5 juta melalui LSM global miliknya, The Open Society Institute. Secara terbuka Institute On Medicine As A Profession memiliki misi "menformalisasikan undang-undang industri kesehatan baik melalui negara atau melalui pemerintah."
Beberapa ahli kesehatan yahudi menjadi anggota dewan direktur Institute On Medicine As A Profession seperti suami istri David dan Sheila Rothman yang memiliki Universitas Columbia. Selain itu Soros juga menggunakan dua LSM-nya yang lain untuk mewujudkan misinya, yaitu The Center For American Progress dan The Democratic Alliance.
Untuk mendukung rencana undang-undang kesehatan Obama, sebuah aksi demonstrasi dilakukan oleh kelompok yang menamakan diri Health Care for America Now!. Mereka mengklaim sebagai "kampanye akar rumput nasional dari lebih dari 1.000 organisasi pendukung UU kesehatan yang melindungi seluruh rakyat Amerika". Sudah tentu para tokoh kelompok ini memiliki hubungan dekat dengan Barack Obama, Partai Demokrat, dan George Soros. Secara umum mereka memiliki 2 ciri: tidak berkepentingan dengan masalah kesehatan dan jauh dari akar rumput. Mereka adalah para aktivis LSM yang selama ini hanya peduli pada masalah sosial-politik dan mendapatkan dana operasionalnya dari para miliuner yahudi seperti George Soros.
LSM-LSM utama pendukung aksi demo Health Care for America Now! adalah MoveOn.org, The Center for American Progress, dan The Campaign for America’s Future, semuanya bentukan George Soros. Para aktifisnya di antaranya adalah mantan kolumnis Washington Post Harold Meyerson, Tom Hayden, dan aktivis wanita Barbara Ehrenreich, semuanya yahudi. Orang-orang yahudi memang suka melakukan aksi-aksi demo yang dilanjutkan dengan pesta pora di apartemen mewah hasil kejahatan kerah putih, selama mereka diakui sebagai sebagai "orang-orang yang paling peduli terhadap masyarakat". Dan gaya hidup seperti ini ditiru oleh orang-orang non-yahudi yang berhalusinasi sebagai orang-orang "progresif", "demokrat", "liberal" atau istilah-istilah omong kosong lainnya --- Halo apa kabar Andi Arief (staff ahli Presiden dan Komisaris PT Pos) dan Budiman Soedjatmiko (lulusan S2 di Inggris dan anggota DPR-RI dari PDI), sangat jauh nian perbedaan orientasi politik kalian kini dengan dahulu), masih ingat slogan-slogan pro petani miskin?---.
Setiap tahun The Campaign for America’s Future mengadakan konperensi berjudul "mengundang": “Take Back America”, yang diikuti oleh orang-orang yang mengaku dan digembar-gemborkan media massa "jew ass sucker" sebagai figur-figur “progressif” (istilah lain untuk “marxists”). Pada tahun 2006 konperensi ini dihadiri oleh Barack Obama, anggota Congress Nancy Pelosi, dan Senator Russ Feingold. Konperensi tersebut mengkampanyekan sentralisasi layanan kesehatan Amerika yang kini direalisasikan oleh Obama.
No comments:
Post a Comment