Saturday, 17 July 2010
Ironi Demokrasi Barat
Stasiun Televisi terkenal Amerika, CNN, baru saja memecat seorang editor senior untuk kawasan Timur Tengah, hanya karena yang bersangkutan menyatakan simpati kepada seorang tokoh Syiah Lebanon yang baru meninggal. Menyusul pemecatan seorang wartawan senior gedung putih, Helen Thomas, karena mengkritik kebijakan Amerika di Timur Tengah, ini menjadi salah satu penanda betapa Amerika telah menjadi "negara demokrasi" yang melindungi kebebasan menyampaikan pendapat.
"Saya sedih mendengar kepergian Seyyed Mohammed Hussein Fadlallah, salah seorang tokoh Hizbollah yang sangat saya hormati," tulis Octavia Nasr di mikro-blog Twitter miliknya, Minggu tgl 4 Juli lalu. Namun hanya karena tulisan itu, Octavia Nasr, editor senior yang oleh CNN pernah dinyatakan sebagai "leader in integrating social media with newsgathering and reporting", yang telah bekerja untuk CNN selama 20 tahun itu dipecat dari jabatannya.
Sehari setelah tulisan Octavia di Twitter, para pejabat CNN langsung membuat pernyataan bahwa Octavia telah membuat "penilaian yang keliru", yang "tidak sesuai dengan standar editorial CNN" yang harus mendapatkan sanksi setimpal. Tidak lama setelah itu Octavia pun dipecat.
Dua hari setelah menulis di Twitter yang membuat atasannya marah, Octavia mencoba menurunkan kemarahan atasannya dengan menulis, "bagi saya sebagai seorang wanita Timur Tengah, Fadhallah adalah seorang tokoh shiah yang berani membela hak-hak wanita. Ia menyerukan penghapusan sistem "pembunuhan untuk harga diri" dengan menyebut kebiasaan itu sebagai primitif dan tidak berguna. Ia menyebut laki-laki yang merendahkan wanita sebagai pelanggar hukum Islam." Namun bagi para pejabat CNN penjelasan tersebut terlalu lambat dan terlalu sedikit.
Pemecatan tersebut hanya berselang sebulan setelah pemecatan Helen Thomas setelah membuat kritikan terhadap kebijakan Timur Tengah Amerika dan Israel dalam sebuah konperensi pers di Gedung Putih. Tulisan kontroversial Octavia sendiri di Twitter kini telah dihapus.
Kasus yang menimpa Octavia, terkait dengan sosok Ayotollah Fadhallah, bukan satu-satunya. Dubes Inggris di Lebanon, Frances Guy, juga mengalami hal yang sama meski tidak sepahit Octavia. Sebuah tulisan Guy di blog pribadinya berjudul "The Passing of Decent Men" mengundang kemarahan pemerintah Israel yang meminta pemerintah Inggris melakukan tindakan terhadapnya. Akibat desakan dari pemerintahnya, Guy akhirnya menghapus tulisan tersebut.
Dalam tulisannya itu Frances Guy, seorang wanita berumur 50 tahun, menyebut Shaikh Fadhallah adalah seorang sosok yang paling menyenangkan diajak berdiskusi. "That for me is the real effect of a true man of religion, leaving an impact on everyone he meets, no matter what their faith. Sheikh Fadlallah passed away yesterday. Lebanon is a lesser place the day after but his absence will be felt well beyond Lebanon's shores," tulis Guy.
Tulisan tersebut langsung mendapat kritikan keras dari Israel. Jubir kementrian luar negeri Israel Yigal Palmor kepada Jerusalem Post mengatakan, "Sheikh Fadlallah berada di balik aksi-aksi penculikan, pemboman bunuh diri dan aksi-aksi kekerasan lain, namun duta besar Guy mengatakan ia sebagai manusia pecinta perdamaian. Padahal dubes Guy adalah wanita yang terhormat."
Ayatollah Fadlallah adalah seorang pendiri organisasi Hezbollah meski ia telah menarik diri dari gerakan itu. Ia menentang keras kebijakan Amerika dan Israel di Timur Tengah dan pendukung Revolusi Iran tahun 1979. Namun demikian ia juga dikenal sebagai penentang praktik-praktik atas nama agama yang dianggap keliru seperti "membunuh demi harga diri" dan kebiasaan "menyiksa diri" pada hari Asyura. Aktifitas sehari-harinya adalah memberi kuliah, menulis, mendirikan sekolah-sekolah agama dan mendirikan organisasi sosial Mabarrat Association.
Grand Ayatollah Fadhallah pernah beberapa kali mengalami percobaan pembunuhan, termasuk sebuah aksi bom mobil di Beirut tgl 8 Maret 1985 yang menewaskan 80 orang. Aksi tersebut kemudian diketahui dilakukan oleh Mossad-CIA dan inteligen Arab Saudi.
No comments:
Post a Comment