Tuesday, 14 September 2010
YAHUDI DAN SEKS
Dari: Dr Lasha Darkmoon, Occidental Observer, 29 Agustus 2010
Tulisan Dr Lasha Darkmoon yang menjadi sumber artikel ini, “Sex and the Jews: Letter to a Jewish Correspondent”, ditulis berdasarkan korespondensinya dengan seorang wanita keturunan yahudi yang tersinggung ketika Dr Lasha menulis kalimat perpisahan “selamat tinggal teman wanita yahudi (jewess)-ku”. Tanpa diduga sang teman wanita yahudi marah karena disebut jewess dan menuduh Dr Lasha sebagai anti-semit.
Sebagai seorang ahli sejarah dan sastra kuno, Dr Lasha kemudian melakukan penelitian tentang sejarah wanita yahudi dan di sana ia menemukan banyak fakta-fakta sejarah yang kiranya telah membuat wanita yahudi tersebut tersinggung, yaitu bahwa jewess tidak hanya berarti “wanita yahudi”, tapi juga “pelacur yahudi”.
Dr Lasha menemukan sebuah fenomena sejarah, dimana kaum wanita yahudi banyak terlibat dalam bisnis prostitusi. Sebagian karena tuntutan hidup mengingat di masa lalu kaum yahudi banyak mengalami penindasan, namun sebagian besar lainnya karena orang-orang yahudi pada dasarnya memiliki obsesi yang sangat kuat terhadap seks.
“Di masa lalu di sebagian besar kota besar Eropa, suatu tipe prostitusi ditemukan: penampilan exotik dan berciri asia. Mereka adalah para pelacur yahudi dan mereka banyak dicari lelaki hidung belang. Kata “Jewess” kemudian menjadi sinonim dengan pelacur yahudi,” tulis Dr Lasha.
Saat Baudelaire menulis sebuah puisi tentang pelacur dari Persia dengan siapa ia menghabiskan malam, ia cukup menulisnya sebagai “Jewess”. Itu sudah cukup untuk menunjukkan sebagai seorang pelacur. “One night as I lay next to a frightful Jewess…”).
Saat Keats menulis sebuah puisi dalam sebuah surat pribadi (th 1819) menyinggung tentang seorang pelacur, ia cukup menulisnya sebagai “Jewesses”. Mengapa? Karena banyaknya wanita yahudi yang mendominasi dunia perpelacuran sehingga antara keduanya, wanita yahudi dan pelacur, seakan tidak terpisahkan. Keats juga menyinggung ciri pelacur yang dimaksudkannya, wajah dan dandanan model Asia atau Eropa Timur. Mereka juga mengenakan bel kecil di kaki untuk menunjukkan kehadirannya, hal yang sudah dilakukan para pelacur India kuno.
Pada suatu masa kota Odessa di Ukraina penah menjadi surganya para lelaki hidung belang yang mencari pelacur. Kota ini terkenal dengan rumah-rumah bordilnya yang dikelola oleh germo wanita yahudi yang dulunya merangkap sebagai pelacur. Terkenal dengan gayanya yang genit dan rayuannya yang menggoda, pelacur-pelacur itu biasa disebut sebagai "Jewesses."
Pada tahun 1860-an seorang penulis Perancis yang mengunjungi Odessa menulis bahwa yahudi adalah pelaku perdagangan wanita Rusia yang dijual ke Turki. Pada sensu yang diadakan tahun 1889 menunjukkan bahwa wanita yahudi menjalankan 30 dari 36 rumah bordil di provinsi Kherson, dimana terletak kota Odessa. Pada tahun 1908 konsul American di Odessa mengakui bahwa seluruh bisnis prostitusi dikuasai oleh yahudi. Dari 5127 pelacur yang terdaftar, 1122 di antaranya, atau 22% adalah yahudi. Padahal populasi yahudi di Ukraina saat itu hanya 4%.
Rabbi Rosenak dari Jerman menulis tahun 1902 bahwa separoh dari seluruh pelacur di Jerman adalah yahudi.
Pelacuran yahudi berkembang pesat di seluruh kerajaan Austro-Hungarian. Para germo yahudi banyak mempekerjakan wanita kulit putih kriten sebaimana wanita yahudi sendiri. Sebagian besar dari mereka diperdaya terlebih dahulu, sebagian kecil lainnya merelakan diri menjadi pelacur. Salah seorang germo yahudi yang terkenal adalah Madame "Lucky” Sarah, yang disebut “beruntung” karena bisa menjalankan bisnis prostitusi skala besar, termasuk membangun jaringan internasional yang berbasis di Hungaria. Gadis-gadis Hungaria dianggap sebagai gadis paling menarik, terutama dengan leher dan bahunya yang tinggi.
Germo “besar” terkenal lainnya adalah Sarah Grossman, wanita yahudi yang memiliki sebutan "The Turk" karena menguasai bisnis prostitusi antara Hungaria hingga Konstantinopel, Turki. Dua kota kerajaan prostitusi saat itu adalah Czernowitz dan Lemberg. Pada tahun 1892 kerajaan Hongaria mengadili para germo yahudi yang kemudian memicu sentimen anti-yahudi di Hongaria kala itu.
Salah satu upaya germo yahudi dalam menjerat calon pelacur adalah dengan menggunakan upacara perkawinan ala-yahudi yang disebut stillah chuppah. Calon korban prostitusi yang mengira telah mendapatkan suami idaman, ternyata justru dijerumuskan ke dalam lembah hina sebagai pelacur. Sebagian besar pelacur yahudi terjebak karena modus ini. Mereka dijebak oleh orang se-etnis sendiri, di antaranya bahkan para rabbi alias pemuka agama yahudi.
Setelah industri film Hollywood berkembang, muncullah artis-artis top ber-type pelacur wanita yahudi, “jewess”, yang lebih dikenal dengan sebutan femme fatale atau juga disebut “the Vamp”: Theda Bara, nama asli yahudinya Theodosia Goodman, 1885–1955, artis film bisu Hollywood yang terkenal sebagai femme fatale.
Selanjutnya Dr Lasha meminta teman koresponden wanitanya yang berdarah yahudi untuk lebih berintrospekdi daripada mengumbar tuduhan anti-semit kepada orang-orang yang kritis terhadap tindak-tanduk orang-orang yahudi. Meski demikian Dr Lasha tidak memandang negatif semua yahudi, hanya para pemimpin yahudi yang telah menghancurkan reputasi umat yahudi, termasuk para pemimpin agamanya.
“Tidak ada kelompok manusia lain yang sedemikian terobsesi dengan seks selain para rabbi yahudi orthodok. Seluruh agama-agama di dunia menjaga moral yang tinggi sebagai jalan keselamatan yang ditawarkannya, kecuali agama yahudi. Hanya agama yahudi yang kitab sucinya, Perjanjian Lama dan Talmud secara vulgar menulis kata-kata porno seperti (ma’af) puting susu, penis, zakar, pelacur hingga mani.
Ini adalah sebagian dari isi kitab Perjanjian Lama:
There she lusted after her lovers whose genitals were like those of donkeys and whose emission was like that of horses. So you longed for the lewdness of your youth when in Egypt your bosom was caressed and your young breasts fondled. (Ezekiel 23: 20-21).
Dan jika kita membaca kita Talmud (kitab ini ditulis oleh para pemuka yahudi, tapi kemudian dianggap lebih sakral dibandingkan kitab yang diturunkan Tuhan kepada Nabi Musa (Taurat/Torah) dan Nabi Daud (Zabur)) kita akan memasuki dunia pornografi dengan aktornya para pemuka agama yahudi (rabbi).
Salah satu cerit dalam Talmud adalah sbb: “Mereka berkata bahwa Rabbi Elazar ben Dordia tidak pernah meninggalkan satu rumah bordil pun untuk tidak dikunjunginya. Suatu hari ia mendengar ada rumah bordil baru yang terletak di pinggir pantai. Rabbi Elazar pun segera mengumpulkan uangnya dan mengarungi tujuh sungai untuk menuju rumah bordil itu.” (Tractate Avodah Zara 17a).
Cerita lainnya: “Pada suatu masa ada seorang laki-laki yang mendengar adanya seorang pelacur di rumah bordil di tepi pantai yang tarifnya 400 koin emas. Laki-laki itu membawa 400 koin emas miliknya untuk mendapatkan pelacur itu. Saat ia masuk ke kamar, pelacur itu duduk di ranjangnya dengan keadaan telanjang.” (Tractate Menachot, 44a).
Kitab Talmud dipenuhi dengan cerita-cerita semacam itu, tentang para rabbi dan muridnya yang keluyuran ke rumah-rumah bordil. Dan karena istilah pornografi artinya adalah “menulis tentang pelacuran atau perzinahan”, maka Talmud adalah sebuah kitab porno.
Kitab Talmud juga mentolerir tindakan pedhopilia (berhubungan seks dengan anak kecil).
Satu kisah lainnya dalam Talmud menceritakan seorang calon pendeta muda yahudi yang menyusup ke kamar tidur sang Rabbi untuk mengintip gurunya itu melakukan hubungan seks dengan istrinya. Saat ketahuan dan sang Rabbi memarahinya dan mengusirnya pergi. Namun sang murid menolak. “Saya tidak akan pergi. Biarkan saya belajar tentang apa yang diajarkan Torah.” (The Passionate Talmud, Introduction, p. 1)
Pada bagian lainnya Talmud mengajarkan Another bestiality (berhubungan seks dengan binatang). Disebutkan para janda dilarang memelihara anjing piaraan karena dikhawatirkan akan melakukannya dengan anjingnya. Lebih jauh bahkan Talmud mendiskusikan tentang ukuran alat vital laki-laki.
Ilana Hammerman dalam bukunya In Foreign Parts: Trafficking in Women in Israel menulis tentang industri seks di Israel dan menyebutnya sebagai yang terbesar di dunia. Disebutkan dalam buku itu, ribuan gadis-gadis Rusia dan Eropa Timur diculik untuk kemudian dijebloskan ke rumah-rumah bordil di Israel. Kekurangan makanan dan tinggal di rumah bordil yang kumuh, gadis-gadis itu (umumnya beragama Kristen Katholik) kadang dipaksa melayani tamu hingga 60 orang sehari. Salah satu tipe lelaki hidung belang langganan mereka adalah para rabbi yang meniduri mereka dengan masih menggunakan kopiahnya.
Sebagian temuan Hammerman dalam bukunya:
“I had a very famous rabbi who would come and order a girl to have sex with him in the doggie position, and would ask her to bark," a former brothel owner testified at a [Knesset] parliamentary committee. One of the working women, presented as a devout Christian, expresses an aversion to her religious clients: "They had a big black hat and under it [another] little black hat and they were real perverts.”
Menurut film dokumentasi CNN tahun 1998, Israel adalah negeri penikmat pelacuran per-kapita terbesar di dunia. Setiap bulan tercatat terjadi satu juta kali kunjungan ke tempat pelacuran oleh para lelaki Israel. Ribuan wanita diculik setiap tahunnya dari Rusia, Ukraine, Moldavia, Uzbekistan dan bahkan China untuk dijual sebagai budak sek di Israel.
Mengomentari dokumentasi CNN tersebut Jonathan Rosenblum, seorang komentator televisi Israel mengatakan, “Orang-orang pembenci yahudi (anti semit) menuduh kita sebagai penyebar seks bebas dan seks menyimpang. Kini kita dengan senang hati mengakui hal itu.”
Seorang penulis yahudi, David Weinberg dalam sebuah artikel berjudul “Not So Holy Land” tentang pelacuran di Israel tahun 1998, menulis, “Kondisinya sedemikian buruknya sehingga cukup untuk membuat Anda menangis sedih, atau muntah karena malu.”
Woody Allen, sutradara film berdarah yahudi, dituduh istrinya sendiri, Mia Farrow, telah melakukan pelecehan seks terhadap anak angkatnya yang masih berumur 7 tahun bernama Dylan. Woody dengan tenang membantah tuduhan itu dan berkata, “Saya hanya berhubungan seks dengan orang yang saya cintai.” Woody adalah pendukung setia temannya sesama sutradara film berdarah yahudi, Roman Polansky yang melarikan diri ke Swiss setelah dituduh melakukan pemerkosaan terhadap seorang gadis kecil di Amerika.
Hope Weissman, seorang professor berdarah yahudi di Wesleyan University di Connecticut, adalah profesor pertama yang mengajarkan kepada mahasiswanya tentang pornography dengan cara melihat gambar-gambar majalah porno serta melihat pertunjukan tari telanjang oleh seorang artis porno berdarah yahudi, Annie Sprinkle. Puncaknya para mahasiswa satu demi satu diperintahkan untuk memandang dari dekat (dilengkapi dengan lampu senter), alat kewanitaan Annie.
Pada tahun 2001, seorang profesor yahudi lainnya, Peter Singer, menulis artikel berjudul “Heavy Petting” di Princetown University, menyarankan orang untuk mencoba berhubungan seks dengan anjing. Pada tahun yang sama sebuah berita menghebohkan muncul di Inggris tentang sebuah pertunjukan tari telanjang di sebuah sinagog.
“Saya adalah mesin seks. Saya bisa mengubah sepotong kayu menjadi sesuatu yang merangsang syahwat,” kata seorang host radio terkenal Amerika berdarah yahudi, Howard Stern suatu ketika.
Satu hal yang pasti, suatu kaum yang bercampur dengan sebagian orang yahudi, bagaimana pun tingginya standar moral kaum tersebut, dalam waktu singkat dapat dipastikan berubah menjadi kaum yang hancur moralnya. Sepanjang sejarah dipenuhi oleh hal-hal seperti itu: Romawi, Inggris, Perancis, Rusia, Turki, Eropa, Amerika dlsb. Hal serupa kini tengah terjadi di Indonesia meski dengan proses yang relatif lambat. Lihat saja acara-acara hiburan televisi yang dipenuhi oleh para pelaku free sex, bencong dan homoseks.
Apa kabar Luna Maya-Ariel-Cut Tari? Oh ya siapa ya ibundanya Luna Maya, bule wanita yang menyarankan Luna untuk menjalani hidup bersama tanpa nikah dengan Ariel? Dan siapa pula suami Cut Tari, setengah bule yang tetap enjoi meski istrinya ditiduri orang dan ditonton jutaan orang? Kalau bukan yahudi, saya berhenti menulis di blog ini.
Like this (^_^)v
ReplyDelete