Saturday, 16 October 2010

Ahmadinejad Jadikan Momen Kemenangan untuk Lebanon



Tidak ada peristiwa kenegaraan di Lebanon yang disambut rakyatnya se-meriah kedatangan Presiden Iran Ahmadinejad, yang berada di Lebanon selama dua hari, Rabu (13/10) hingga Jum'at (15/10). Ribuan warga Lebanon dari semua golongan, Shiah, Sunni, Kristen dan Druze, mengelu-elukan kedatangan Ahmadinejad sebagaimana menyambut kedatangan seorang pahlawan perang.

"Ini adalah hari perayaan. Tanpa bantuan Iran, pasukan penjajah Israel masih bercokol di sini. Kini menjadi kewajiban kami sebagai rakyat Lebanon untuk menyatakan terima kasih kepadanya (Ahmadinejad) secara terbuka dan bahagia," kata seorang warga Kristen Lebanon saat menyambut kedatangan Ahmadinejad di bandara Beirut, Rabu (13/10).

Berbagai kegiatan kehormatan selanjutnya menanti Ahmadinejad setelah kedatangannya di Lebanon. Di antaranya pemberian gelar kehormatan Doctor Honoris Causa oleh Universitas Lebanon, Kamis (14/10) yang diikuti dengan pemberian kuliah umum oleh Ahmadinejad di universitas kebanggaan rakyat Lebanon tersebut. Pada hari yang sama, selanjutnya Ahmadinejad memenuhi undangan makan malam yang diadakan Perdana Menteri Saad Hariri di istana negara Grand Serail.

Dalam acara makan malam itulah, secara simbolis tampak betapa rakyat Lebanon menghormati Ahmadinejad. Selain tuan rumah Saad Hariri, Presiden Michel Suleiman, dan Ketua Parlemen Nabih Berri, acara tersebut juga diikuti oleh para pemimpin Kristen dari kubu pemerintah "musuh" Iran, yaitu pemimpin partai Phalange Amin Gemayel. Sudah tentu para pemimpin dari Hizbollah, Amal, partai Kristen Free Patriotic Movement serta para pemimpin kubu oposisi juga hadir dalam acara tersebut. Setelah makan malam, Ahmadinejad mengadakan pembicaraan empat pasang mata dengan Perdana Menteri Saad Hariri, Presiden Suleiman, dan Ketua Parlemen Nabih Berri perihal beberapa isu politik dan keamanan di Lebanon dan Timur Tengah.

Esok harinya Ahmadinejad mengunjungi wilayah Lebanon Selatan, basis kelompok Hizbollah dan Amal yang selama ini menjadi ajang pertempuran dan persaingan politik antara Israel dan "kelompok anti-Israel" yang ditulangpunggungi Hizbollah.

Tidak bisa dibantah, kunjungan Ahmadinejad merupakan tonggak kemenangan Iran atas lawan-lawan politiknya di Timur Tengah: Amerika-Israel dan negara-negara Arab komprador seperti Saudi Wahabia, Mesir dan Jordania. Setelah bertahun-tahun dan dengan berbagai upaya termasuk aksi militer, Amerika dan Israel gagal "menundukkan" Lebanon agar menjadi negara "boneka" mereka sebagaimana negara-negara Arab komprador. Justru sebaliknya, Lebanon kini semakin condong mendekati Iran yang ditunjukkan dengan sambutan mereka terhadap Ahmadinejad. Dan meski Israel dan Amerika berupaya keras mencegah kedatangan Ahmadinejad melalui kaki tangannya di kalangan diplomatik internasional sebagaimana juga para kompradornya di Lebanon, pamor Ahmadinejad terlalu kuat untuk ditundukkan.

Saya ingin mengingatkan kembali berbagai konflik antara Israel dengan Lebanon di mana Iran melalui sekutunya, Hizbollah berhasil mengalahkan Israel:

1. Pada bulan Juni 1982 Israhell menyerbu Lebanon, dalam seminggu menguasai separoh lebih wilayah Lebanon dan mengepung ibukota Beirut. Mereka berhasil mencapai targetnya mengusir kekuatan bersenjata Palestina dari Lebanon dengan mengorbankan 20.000 nyawa rakyat Lebanon dan Palestina termasuk pembantaian Sabra-Shatila. Akibat penyerbuan tersebut sentimen anti Israel semakin menguat di kalangan rakyat Lebanon dan kelompok-kelompok perlawanan anti-Israel bermunculan, apalagi karena Israel menduduki 1/3 wilayah Lebanon. Di antara kelompok-kelompok tersebut adalah Hizbollah.

2. Sampai tahun 1985, Israhell menduduki 1/3 wilayah Lebanon, termasuk di dalamnya 801 kota dan desa. Hezbollah, dengan dukungan Iran dan rakyat Lebanon terutama dari etnis Shiah, terus melakukan perlawanan untuk mengusir tentara Israel. Perlawanan-perlawanan yang gigih tersebut berhasil menggagalkan perjanjian 17 Mei 1983 Israel-Lebanon yang ditandatangani Presiden Lebanon dari kelompok Kristen Phalange, Bashir Gemayel. Perjanjian tersebut dianggap rakyat merugikan Lebanon, di antaranya secara resmi menyerahkan sebagian wilayah Lebanon kepada Israhell. Bashir Gemayel dibunuh oleh rakyat Lebanon sendiri yang kecewa, sementara pasukan Amerika dan Perancis yang ditempatkan di Lebanon untuk mengamankan perjanjian tersebut dibom hingga harus meninggalkan Lebanon dengan muka tercoreng. Selama periode tersebut hingga tahun 1985, Hizbollah dan sekutu-sekutunya berhasil memukul mundur Israhell dari 168 desa dan membebaskan 11% wilayah Lebanon yang diduduki Israel, termasuk kota-kota yang diduduki, Sidon, Tyre, Nabatieh dan sebagian Lembah Bekaa.

3. Pada bulan Juli 1993 Israel melakukan agresi militer ke Lebanon dengan sandi “Operation Accountability”. Sebelumnya menhan Israel Ehud Barak mengancam pemerintah Lebanese: “Lucuti Hizbollah atau kalau tidak lihatlah bagaimana Israel melakukannya sendiri.” Dengan 1.224 serangan bom sebagaimana dicatat UNIFIL, serta 30.000 serangan artileri dan roket, Hizbollah menjawab dengan menghujani Israel dengan ribun roket yang menurut laporan AFP pada tgl 25 Juli 1993: “berlangsung selama 10 jam tanpa jeda”. Selama seminggu Hizbollah dan kelompok perlawanan melakukan tidak kurang dari 30 operasi militer sepanjang "garis pemisah" dengan sasaran pasukan Israel dan kelompok-kelompok komprador. Israel dan Amerika yang menyangka Hizbollah hanya memiliki 500 roket dan kehabisan amunisi dalam tiga hari, akhirnya menawarkan gencatan senjata. Tentara Israel pun kembali ke negerinya dengan muka tertunduk. Pada tgl 19 Agustus 1993, Perdana Menteri Yitzak Rabin berkata dalam sidang kebinet: “Saya malu untuk mengatakannya, Hizbollah telah mengalahkan kita.”

4. Pada tgl 11 April 1996 kembali Israel melakukan agresi ke Lebanon dengan sandi operasi “Grapes of Wrath”. Dimulai dengan pengeboman atas Baalbeck dan basis militer Lebanon di selatan Tyre, serta Dahiyeh di selatan Beirut. Israel mengebom wilayah Lebanon lebih luas dari aksi militer tahun 1993, selama 16 hari tanpa henti. Rakyat Lebanon mengenal aksi militer ini sebagai "Empat Pembantaian" Israel atas rakyat Lebanon, masing-masing pemboman Suhmor, pemboman ambulan Al-Mansouri, pembomam Nabatieh serta pembantaian Qana dimana 118 rakyat Lebanon yang mengungsi di tempat pengungsian milik PBB tewas dibom Israel. Secara keseluruhan 250 rakyat Lebanon tewas dan 7.000 rumah hancur atau rusak yang mengakibatkan puluhan rakyat sipil kehilangan tempat tinggalnya. Kecapaian dan kehilangan muka karena gagal mencapai target militernya sementara Hizbullah dan kekuatan perlawanan lainnya terus menghujani Israel dengan bom dan roket, Israhell pun kembali menawarkan gencatan senjata. Perdana Menteri Simon Peres yang bermaksud menjadikan aksi militer tersebut sebagai penarik dukungan rakyat Israel, tahun itu juga kalah telak dalam pemilu.

5. Pada tgl 24 Mei 2000, kelelahan dan putus asa menghadapi serangan tanpa henti Hizbollah dan sekutu-sekutunya yang menimbulkan kerugian yang sangat besar, Israel mengundurkan diri dari wilayah pendudukan di Lebanon Selatan. Sedemikian putus asanya Israel sehingga mereka tidak sempat memberitahukan rencana pengunduran tersebut kepada komprador-kompradornya, Tentara Lahdist yang mayoritas beretnis Kristen Maronit. Sejak saat itu hampir seluruh wilayah pendudukan Israel di Lebanon berhasil dibebaskan, kecuali beberapa desa di perbatasan seperti Shebaa, Kfar Kouba dan Ghajar yang kini menjadi sasaran selanjutnya Hizbollah untuk dibebaskan.

6. Pada bulan Juli 2006, setahun setelah pasukan Syria meninggalkan Lebanon menyusul kampanye anti-Syria yang disulut oleh pembunuhan mantan perdana menteri Rafiq Hariri, Israel kembali menyerbu Lebanon, memulai apa yang oleh media massa barat dikamuflasekan sebagai "Perang Lebanon II", padahal Israel telah enam kali menyerang Lebanon. Inilah kekalahan terbesar Israel. Meski telah mengerahkan 40.000 pasukan terbaiknya yang dilengkapi persenjataan paling modern, Israel dipukul mundur dengan korban jauh lebih besar daripada aksi-aksi militer sebelumnya.

Peristiwa paling dramatis mungkin adalah pidato Ahmadinejad di dekat perbatasan Lebanon-Israel menyerukan perlawanan terhadap agresi Israel serta persatuan Lebanon-Iran, namun pidato paling mengesankan adalah saat Ahmadinejad memberikan kuliah umum di Universitas Lebanon di Beirut. "Kami percaya bahwa ilmu pengetahuan yang sebenarnya akan meningkatkan kesejahteraan, perdamaian, kasih sayang dan persaudaraan," kata Ahmadinejad.

Mengenai isu nuklir yang kini melanda Iran, Ahmadinejad memberikan alasan yang sangat rasional: "Energi nuklir bisa memberikan keuntungan besar bagi umat manusia, dan kami percaya energi ini bisa digunakan dalam 16 bentuk (cara). Dan kini, Amerika menggunakan teknologi ini untuk membuat bom. Adapun negara-negara Uni Eropa, mereka mengatakan dalam 10 tahun mendatang mereka mungkin akan setuju Iran memiliki teknologi ini. Sementara saat ini mereka ingin teknologi ini hanya untuk mereka."

Menurut Ahmadinejad, jika Iran, Lebanon, atau negara berkembang lain bisa menguasai teknologi ini, biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan energi bisa dihemat hingga 85%. "Namun saat ini jika rakyat Lebanon ingin menguasai teknologi ini (sehingga bisa melakukan penghematan), harus meminta ijin terlebih dahulu kepada Amerika dan Uni Eropa. Barat ingin memonopoli teknologi ini," kata Ahmadinejad.

Tentang pendudukan Amerika dan sekutunya di Afghanistan dan Irak, Ahmadinejad berkomentar, "Mereka menduduki Afghanistan dalam waktu beberapa hari saja, dan kini lihatlah apa yang telah mereka lakukan terhadap rakyat Afghanistan selama sembilan tahun. Tentara Amerikalah yang telah membom 100 warga sipil dalam satu pesta pernikahan. Saat ditanya mengapa, mereka menjawab: karena ada teroris di dalam pesta itu. Mereka membom seluruh desa. Saat ditanya mereka menjawab: ada teroris di sana."

Ahmadinejad menyerukan para pemimpin politik dan agama untuk bekerjasama memecahkan persoalan umat manusia. "Scholars of divine religions can put major challenges facing human societies on the agenda to find solutions to them,” kata Ahmadinejad.

No comments:

Post a Comment