Thursday, 18 November 2010
Sang Terpilih (15)
Keterangan gambar: Anggota satuan polisi khusus bersama pembimbingnya.
Konspirasi penahanan dua pimpinan BPK kemudian terbongkar berkat dukungan masyarakat yang sangat kuat kepada lembaga pemberantas korupsi ini, disamping tidak adanya bukti-bukti yang bisa dikumpulkan polisi. Namun demi menjaga image pemerintah, khususnya Presiden Subagyo dan Kapolri Karso Dhemit, kasus ini sengaja digantung antara dilanjutkan ke pengadilan dan dihentikan karena tidak ada bukti. Namun bagaimana pun juga kasus ini tetap menjadi catatan hitam dalam sejarah hidup keduanya.
Adapun konspirasi kasus pembunuhan oleh Direktur BPK tidak kalah menarik dari cerita novel fiktif. Memanfaatkan kecerobohan sang Direktur BPK yang agak genit menghadapi wanita cantik, sang direktur dijebak di salam sebuah kamar hotel yang telah dilengkapi alat penyadap dengan umpan seorang "caddy" cantik. Kemudian rekaman pembicaraan keduanya dijadikan bukti adanya motif pembunuhan. Dari rekaman itu dikembangkan opini seolah-olah karena adanya affair antara keduanya, sang suami "caddy" cantik marah kepada sang direktur dan mengancam untuk membeberkan affair tersebut ke publik sehingga sang direktur marah dan membunuh suami "caddy".
Dengan opini itu, tanpa bukti-bukti fisik yang kuat, sang Direktur BPK tetap diganjar penjara 17 tahun. Adapun sang suami "caddy" cantik sebenarnya tewas oleh tim pembunuh yang sangat professional yang pernah dilatih di Israel, bukan preman pasar suruhan Direktur BPK sebagaimana dituduhkan dalam pengadilan. Rakyat Indungsia tentu tidak pernah berfikir aparat keamanannya dilatih oleh Israel sebagaimana rakyat Sri Lanka tidak pernah berfikir bahwa pasukan khusus Sri Lanka dan gerilyawan Macan Tamil sama-sama dilatih di Israel. Keduanya saling membunuh dan Israel mendapat keuntungan dari perseteruan mereka.
Adapun mengenai perseteruan tentara dan polisi yang memicu terjadinya tragedi "Bingei Berdarah" dimana satu batalyon tentara menyerang markas kepolisian daerah, sebenarnya dipicu oleh kecemburuan tentara kepada polisi yang sejak gerakan reformasi menjadi satu-satunya aparat bersenjata yang bertanggungjawab atas masalah ketertiban umum. Tentara semakin jengkel saja karena sejak Indungsia dipimpin oleh Subagyo, tentara semakin dimarginalkan. Bahkan anggaran mereka semakin kecil dari tahun ke tahun. Saat Sri Mulyati menjadi menteri keuangan, penurunan itu bahkan mencapai 25%. Tidak hanya itu, jabatan-jabatan strategis yang selama ini menjadi jatahnya tentara, seperti Kepala Badan Inteligen Negara dan Menhankam, kini justru dipegang oleh polisi.
Semua itu karena "organisasi" memang tidak menginginkan Tentara Nasional Indungsia menjadi kuat. Salah satu faktornya adalah karena "organisasi" memendam dendam kesumat terhadap tentara, yang bersama-sama umat Islam telah menghancurkan komunisme binaan "organisasi" di Indungsia pada tahun 1960-an. Namun faktor mendasarnya adalah karena tentara, dengan doktrin nasinalismenya yang kuat, adalah satu-satunya kekuatan yang bisa menandingi kekuatan "organisasi" di Indungsia.
Beberapa waktu lalu inteligen tentara melenyapkan nyawa seorang agen binaan George Soros yang "menyamar" sebagai aktifis kemanusiaan. Ini dilakukan karena tentara, dengan doktrin nasionalismenya yang kuat, melihat sang aktifis kemanusiaan telah menjadi agen provokator keamanan nasional Indungsia. Tapi George Soros membalas. Sang kepala inteligen tentara, mantan jendral komandan pasukan khusus, dipecat dari jabatannya. Tidak hanya itu, ia kemudian bahkan ditangkap oleh aparat kepolisian yang insiden penangkapannya nyaris memicu perang antar aparat keamanan. Hanya karena pendekatan Subagyo kepada sang jendral yang berjanji akan membebaskan sang mantan kepala inteligen tentara setelah diadili, sang jendral akhirnya menurut menjalani penahanan. Namun bagaimana pun penangkapn seorang jendral pasukan khusus oleh polisi membuat tentara di seluruh Indungsia sakit hati.
Penangkapan itu sekaligus menjadi batu penanda berakhirnya kekuasaan politik tentara untuk digantikan oleh polisi. Kesan semakin terpinggirnya tentara dari kancah politik untuk digantikan polisi tampak semakin besar berkaitan dengan isu terorisme yang kini melanda Indungsia, yang sepenuhnya disponsori "organisasi".
Perlu juga menjadi perhatian bahwa semua isu yang disponsori "organisasi" seperti isu-isu pemanasan global, HIV, flu burung, hingga terorisme, sejatinya adalah rekayasa untuk semakin menguatkan pengaruh "organisasi" sekaligus menangguk keuntungan tiada terkira. Karena bersamaan dengan isu-isu tersebut "organisasi" memaksakan negara-negara di seluruh dunia untuk melaksanakan program yang didiktekan "organiasasi" dengan pembiayaan yang berasal dari hutang kepada negara-negara donor bentukan "organiasasi".
No comments:
Post a Comment