Sunday, 21 November 2010
Sang Terpilih (16)
Keterangan gambar: Freeport, ikon eksploitasi kekayaan alam Indonesia oleh asing
Sebenarnya Subagyo mempunyai pemikiran cemerlang untuk memberdayakan tentara-tentara yang menganggur karena tidak ada perang itu. Dengan devisi zeni-nya, tentara bisa membangun infrastuktur jalan dan jembatan di daerah-daerah tertinggal namun kaya sumber daya alam seperti Kalimantan dan Irian Jaya. Mereka juga bisa membuka lahan pertanian dan perkebunan di kedua daerah itu. Selanjutnya di lahan-lahan perkebunan dan pertanian yang baru dibuka tersebut tentara bisa diberdayakan menjadi penggarap lahan dengan pola PIR yang pernah diterapkan pada masa pemerintahan presiden kedua. Jika dikombonasikan dengan program transmigrasi yang juga pernah dilakukan oleh pemerintahan terdahulu, namun sayangnya kini dihentikan karena "tekanan organisasi", program-program itu bisa meningkatkan produksi nasional secara signifikan, meningkatkan kesejahtaraan rakyat dan tentara sekaligus meningkatkan ketahanan nasional karena di daerah-daerah terpencil pun terdapat barak-barak tentara yang menjaga teritorial Indungsia.
Namun tentu saja ide seperti itu tidak akan pernah disetujui "organisasi". Sesaat setelah Subagyo menyampaikan idenya tersebut dalam rapat kabinet, Budiloyo diam-diam memberitahu George Soros tentang hal itu. Soros pun langsung menelpon Subagyo menanyakan langsung rencana itu. Subagyo bersikukuh dengan rencana itu dengan anggapan bahwa dengan membuat makmur rakyat Indungsia, toh "organisasi" juga turut diuntungkan. Jawaban Soros sangat sarkastis: "Sebenarnya Anda kerja untuk siapa?"
Dalam hal ini peran seorang "mata-mata" seperti Budiloyo sangat berarti bagi "organisasi". Namun seandanya tidak ada Budiloyo pun "organisasi" tetap bisa mengontrol Subagyo. Mengetahui bahwa Subagyo selalu mengganti furniture istana negara setiap tahunnya dari sebuah toko furniture terkenal di Brussels, Belgia, Mossad telah menempatkan agennya di toko tersebut yang tidak mengalami kesulitan menanamkan alat penyadap canggih pada furniture yang dipesan Subagyo.
Loyalitas Subagyo kepada "organisasi" yang ditandai dengan pidato kemenangan dalam bahasa Inggris, benar-benar diimplementasikannya. Pada masa pemerintahannya-lah tanda-tanda kehadiran yahudi semakin marak di Indungsia. Pada waktu bersamaan, penghancuran nilai-nilai agama serta simbol-simbol Islam tidak kalah gencarnya.
Graffiti bergambar bintang Daud dan tulisan Israel muncul di kota-kota besar Indungsia. Ahmad Sani pun semakin berani memamerkan simbol-simbol yahudinya ke publik. Wajah-wajah dan nama-nama "jewy" semakin banyak muncul di televisi, sebagai artis sinetron maupun host acara-acara populer. Di antaranya tentu saja adalah Cathy Moron, terhitung masih kerabat mantan perdana menteri Israel, Ariel Moron. Beberapa jabatan publik juga secara demonstratif diserahkan pada para "jewy", di antaranya juru bicara kemenlu yang diemban oleh Mechele Tennet, keponakan jauh dari mantan Direktur CIA, George Tennet.
Sebaliknya Islam dan nilai-nilai religius secara simbolis terus dimarginalkan. Stasiun-stasiun televisi semakin intensif mengkampanyekan pornografi, homoseksualitas, dan pelacuran. Kementrian Koordinator Kesra bahkan membuat iklan besar-besaran tentang prostisusi yang dipoles dengan iklan layanan sosial. Seorang host acara televisi populer yang berwajah sangat "jewy" memerankan tokoh ustadz demi mengolok-olok simbol-simbol Islam.
Namun yang paling monumental adalah drama penghancuran simbol Islam yang dilakukan oleh seorang ustadz terkenal dan seorang pelacur. Pada suatu saat sang pelacur membuat pernyataan publik bahwa sang ustadz telah memperkosanya di sebuah hotel. Bukannya membuat pengaduan pencemaran nama baik, sang ustadz justru menawarkan perdamaian yang sangat jelas menandakan pembenaran atas tuduhan sang pelacur. Yang ironis adalah, setelah drama memalukan itu media massa justru memberikan tempat terhormat kepada sang ustadz dan pelacur tersebut. Sang ustadz dan pelacur kini sering muncul di televisi dan media cetak.
Hal ini tentunya sangat kontras dengan apa yang dialami ustadz kondang Indungsia lainnya, yang dijauhi media massa setelah membuat pengakuan telah melakukan poligami. Yang pertama adalah pelaku zinah dan mendapatkan kedudukan terhormat, sedang yang kedua adalah pelaku poligami dan harus tersingkir.
Tentu saja sang ustadz pezinah adalah "binaan organisasi". Salah seorang putranya bahkan secara terang-terangan mengaku sebagai pengikut sekte penyembah setan dengan ritual favorit meminum darah binatang di atas pentas pertunjukan musik metal.
Di masa kepemimpinan Subagyo pulalah, perusahaan-perusahaan global yahudi semakin intensif melakukan infiltrasi ke Indungsia. Jika dahulu George Soros harus sembunyi saat melakukan akuisisi perusahaan investasi, Santi Investama dan melaluinya kemudian mencaplok berbagai perusahaan di berbagai sektor, termasuk pabrik rokok dan stasiun televisi swasta terbesar, kini bahkan perusahaan milik atasan Soros, keluarga Rothschild secara terang-terangan membeli saham mayoritas perusahaan pertambangan milik pengusahan pribumi binaan "organisasi" yang tercatat sebagai manusia terkaya di Indungsia.
No comments:
Post a Comment