Tuesday, 22 February 2011

Republik Weimar Jerman


Ketika isu "kebohongan" SBY tengah gencar-gencarnya menjadi pemberitaan media-media nasional, dua kali saya melihat pernyataan ekonom senior mantan menko perekonomian Rizal Ramli di televisi yang menyebut tentang "ironi bangsa Jerman". Menurutnya bangsa Jerman yang sangat maju budayanya menjadi hancur karena "kejahatan Hitler". Secara tidak langsung Ramli hendak menyamakan Hitler dengan SBY.

Saya memang setuju dengan pendapat Rizal bahwa kepemimpinan yang lemah sebagaimana ditunjukkan SBY akan membawa kehancuran bagi bangsa Indonesia. Namun saya tidak setuju jika menyamakan SBY dengan Hitler. Dengan segala kepakarannya tersebut, bahkan seorang Rizal Ramli belum memahami realitas sejarah Jerman karena termakan "propaganda yahudi".

Republik Weimar Jerman, negeri yang terbentuk paska Perang Dunia I dimana Hitler berada sebelum membentuk gerakan nasionalis-sosialis NAZI, adalah negeri yang sudah hancur dalam segala aspek. Apa yang telah dilakukan Hitler justru sebuah keberhasilan pembangunan yang sangat luar biasa, yang sayangnya dilupakan orang karena sejarah memang telah menempatkannya di tempat yang "salah". Dari sebuah negara yang gagal (failed state), di bawah kepemimpinan Hitler, Jerman tampil menjadi negara makmur secara ekonomi, stabil secara sosial politik dan kuat secara militer. Semua itu bisa dicapai Hitler karena keberhasilannya "menyingkirkan" orang-orang yahudi dari panggung politik dan ekonomi dan membuat Jerman mendiri secara ekonomi, terlepas dari jeratan hutang terhadap para bankir yahudi.

Kehancuran segala aspek tersebut sengaja diciptakan secara sistematis demi menciptakan kondisi ideal agar Jerman jatuh ke dalam cengkeraman komunisme. Sebagaimana tercantum dalam "Protocols of Learned Elders of Zion" atau Protokol Zions, setelah Rusia Jerman adalah sasaran komunisme berikutnya. Sebagai dasarnya adalah Perjanjian Versailles yang mengakhiri Perang Dunia I yang sangat merugikan Jerman dan membuat perekonomian Jerman hancur karena harus membayara kompensasi perang yang tidak tertanggungkan. Sebagian besar konspirator Perjanjian Versailles adalah yahudi. Di antaranya Max Warburg, tangan kanan keluarga Rothschild yang juga menjadi konspirator pembentukan bank sentral Amerika tahun 1913. Yang lainnya adalah Hugo Pruess, penulis konstitusi Republik Weimar Jerman. Sebelum kemunculan Nazi, Jerman sudah nyaris jatuh ke tangan komunisme. Orang-orang komunis bahkan telah merebut kekuasaan di provinsi Bavaria. Tapi Hitler dengan Nazi-nya menggagalkan konspirasi jahat tersebut.

Secara umum kehancuran Republik Weimar meliputi kondisi sbb: hyper-inflasi, angka pengangguran yang tinggi, hutang pemerintah yang menggunung, kelaparan, kriminalitas, dekadensi moral, hukum yang tidak bekerja dan sebagainya. Tentu saja ada satu ciri lain yang tidak bisa diabaikan, yaitu kesenjangan sosial ekonomi yang luar biasa lebar dengan orang-orang yahudi berada di puncak strata sosial-ekonomi. Tragisnya, orang-orang kaya Jerman harus kehilangan harta bendanya karena kebangkrutan ekonomi untuk diborong oleh orang-orang yahudi dengan harga murah.

Selain menguasai sumber-sumber ekonomi dan keuangan, orang-orang yahudi juga menguasai secara eksklusif semua aspek sosial-politik Jerman kala itu: pengadilan dan pers. Sebelum kemenangan Nazi tahun 1933, pers Jerman dikuasai oleh tiga orang yahudi: Leopold Ullstein, August Scherl, dan Rudolf Mosse. Selain itu ada figur bernama Berliner Tageblatt yang dianggap sebagai pembentuk opini publik terkemuka Jerman, dan Theodor Wolff, seorang wartawan yahudi yang juga aktif berpolitik.

Antara tahun 1925-1929 empat dari enam anggota Dewan Direktur bank sentral Jerman adalah yahudi, termasuk Jakob Goldschmidt dan Rudolf Havenstein. Dengan keberadaan mereka, kepentingan kapitalis yahudi menjadi prioritas dan mata yang Jerman menjadi tidak berharga karena hyper-inflasi.

Dengan konstitusinya yang dibuat oleh Hugo Pruess, segala bentuk pornografi dan "kebebasan berekspresi" membanjiri Jerman, menghancurkan ikatan moral yang menjadi pembentuk kekuatan bangsa. Berbagai macam literatur, film, drama, dan karya seni yang mengkampanyekan pornografi beredar luas di Jerman. Sedemikian rendah moral masyarakat Jerman waktu itu karena ulah yahudi, seorang sastrawan Jerman berdarah yahudi memperingatkan rekan-rekannya atas kemungkinan munculnya sentimen anti-yahudi.

"Bahkan orang-orang Romawi tidak mengenal bentuk kemaksiatan Berlin, dimana ratusan laki-laki berdandan perempuan dan perempuan berdandan laki-laki menari-nari di muka umum. Berlin telah menjadi Babylon," kata Stefan Zweig sang sastrawan yahudi Jerman.

Penerbitan-penerbitan besar milik yahudi seperti Benjamin Harz, Leon Hirsch, dan Jacobsthal gencar menerbitkan buku-buku yang bertentangan dengan nilai-nilai moral Kristen. Beberapa di antara buku-buku tersebut sudah nampak kemaksiatannya dilihat dari judulnya saja: “Sittengeschichte des Lasters” (History Of Morals and Vices), “Bilderlexikon der Erotic” (Picture Lexicon of Eroticism), “Sittengischichte des Geheime und Verbotene” (History of the Secret and the Forbidden), dll.

Di sisi lain para aktifis sosial Jerman gencar mengkampanyekan kebebasan aborsi, suatu hal yang kala itu sangat dianggap tak bermoral. Di antara mereka adalah Dr Max Hodann, Dr Lothar Wolf, Martha Ruben-Wolf, dan Alfons Goldschmidt.

Namun tentu saja semua itu masih belum seberapa jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Sigmund Freud, sang "Bapak Sexisme". Secara efektif menghancurkan nilai-nilai moral, Freud menciptakan teori psikoanalisis yang menetapkan bahwa seks adalah motif dasar manusia yang membentuk semua kepribadian dan kharakter. Menurutnya, manusia yang "sehat secara psikologis" adalah manusia yang "membebaskan" keinginan-keinginan seks-nya tersalurkan. Hal ini masih diperparah lagi oleh Nitzche sang "Bapak Atheisme" yang mengajarkan manusia untuk "meninggalkan Tuhan". Baik Freud maupun Nitzche adalah orang-orang yahudi.

Dunia film dan teater Republik Weimar juga dikuasai orang-orang yahudi seperti Josef von Sternberg, Bertolt Brecht, Erich Pommer dan sebagainya. Maka film-film porno pun dengan lancar beredar luas di masyarakat: “Sundige Mutter” (Sinful Mama), “Wenn Ein Weib Den Weg Verliert” (When A Woman Loses Her Way), “Zieh Dich Aus” (Get Undressed), “Tausend Nackte Frauen” (One Thousand Naked Women) dll.

Namun setelah Hitler menguasai Jerman, semua kemaksiatan itu dibongkarnya habis dan nilai-nilai moral Kekristenan dikembalikan oleh-nya. Tidak mengherankan jika Hitler mendapat dukungan kuat kalangan gereja, termasuk gereja Vatikan.

No comments:

Post a Comment