Sunday, 29 May 2011
KEKHAWATIRAN REGIM-REGIM OPORTUNIS ARAB
Tumbangnya diktator Ben Ali dan Husni Mubarak dari kekuasaan tanpa pembelaan sedikut pun dari "patron" mereka selama ini, Amerika, membuat regim-regim oportunis pendukung Amerika-Israel seperti Jordania dan Arab Saudi "ketar-ketir".
Bagaimana tidak, Husni Mubarak telah melakukan segalanya untuk mendukung politik Amerika-Israel, termasuk turut memblokade Jalur Gaza dan bersama Israel melakukan pembantaian sistematis diam-diam terhadap rakyat Palestina di sana. Namun tatkala usia-nya sudah uzur dan rakyat Mesir menyeretnya dari kursi kekuasaan dan menuntutnya karena tindakan kediktatorannya di masa lalu, Amerika diam membisu. Tidak heran jika Raja Jordania dan Saudi Wahabiah pun ketakutan nasibnya akan seperti Mubarak atah bahkan lebih buruk lagi.
Baru-baru ini Pangeran Bandar al Faisal, anggota keluarga kerajaan Saudi paling berpengaruh setelah raja, mengadakan kunjungan rahasia ke Pakistan. Para analis politik menyebutkan kunjungan tersebut dimaksudkan untuk menjalin dukungan Pakistan di tengah kekhawatiran bahwa Amerika suatu saat mungkin akan meninggalkan rejim Saudi dan membiarkannya berhadapan langsung dengan Iran yang ditakutinya. Pakistan, negara mayoritas Islam Sunni terbesar dengan kakuatan nuklirnya diharapkan Saudi bisa mengimbangi ancaman Iran.
Pada bulan Januari lalu bahkan seorang pangeran Saudi, Turki bin Abdul Aziz Al Saud telah memperingatkan keluarga kerajaan Saudi untuk meninggalkan negeri mereka sebelum terjadi kudeta militer atau aksi demonstrasi menentang kekuasaan mereka.
Dalam sebuah surat yang dipublikasikan oleh kantor berita Wagze, pangeran yang tinggal di Kairo, Mesir, itu mengingatkan nasib regim-regim otoriter Arab yang malang, seperti Saddam Hussein dan Shah Reza Pahlevi. Ia menyerukan keluarga kerajaan Sduai untuk pergi sebelum "rakyat memotong leher mereka di jalanan".
Menurut Turki, keluarga kerajaan Saudi tidak mampu lagi mengendalikan rakyatnya dengan alasan landasan moral dan agama yang selama ini menjadi sandaran kekuasaan regim Saudi sudah tidak sesuai lagi dengan kenyataan, sehingga rakyat menganggap kebijakan regim sebagai bentuk "intervensi urusan pribadi masyarakat dan pengekangan kebebasan rakyat".
"Jika kita bijaksana, kita harus meninggalkan negeri itu untuk rakyat, yang kebenciannya kepada kita semakin meningkat," kata Turki. "Lakukan sekarang sebelum terlambat, saat kekayaan kita masih bisa menjamin kita tinggal dimana pun di dunia, dari Swiss, Kanada, atau Australia. Kita tidak boleh kembali selama kita masih bisa hidup selamat di pengasingan. Kita harus membawa seluruh keluarga kita secepatnya," tambahnya.
Mengenai dukungan barat yang selama ini menjadi penjamin keamanan regim Saudi, ia mengatakan, "Jangan bertindak bodoh dengan mempercayai Amerika, Inggris dan Israel, karena mereka pun tidak akan selamat dari kehancuran. Satu-satunya jalan adalah pergi dan tidak kembali lagi. Marilah kita pergi sebelum pintu itu tertutup."
Kekhawatiran juga ditunjukkan oleh Raja Jordania Abdullah II. Menurut berita yang dilansir koran Israel, Maa'riv, Abdullah II menyampaikan keberatannya atas kebijakan Amerika atas Hosni Mubarak serta kakhawatirannya hal serupa akan dialami dirinya. Hal itu disampaikan Abdullah II kepada delegasi organisasi-organisasi yahudi Amerika di Washington baru baru ini.
Ref:
"Abdallah II Worried about Washington’s Call for his Departure"; almanar.com.lb; 21 Mei 2011
"Fears of Uprising in Saudi Arabia, Prince Warns Royals to Flee", pakalertpress.com; 30 Januari 2011
Catatan blogger:
Untuk melegitimasi kekuasaan mereka, raja-raja Saudi Wahabiah dan Jordania mengklaim diri sebagai keturunan Nabi Muhammad. Namun berbeda dengan kaum Shiah yang memegang tradisi kuat menghormati keluarga Nabi Muhammad, klaim mereka tidak memiliki dasar yang kuat. Sementara tradisi Shiah yang mengistimewakan keturunan Nabi yang telah bertahan selama berabad-abad jauh lebih bisa dipercaya. Sebagai contoh, orang-orang Shiah membedakan keluarga keturunan Nabi dengan orang kebanyakan dalam hal pakaian, misalnya. Secara turun-temurun orang-orang Shiah juga menyisihkan sebagian harta yang diusahakannya (khumus) kepada anggota keluarga keturunan Nabi yang telah ditetapkan untuk menerima khumus. Kebiasaan ini sebenarnya telah dilakukan sejak jaman khulafaur rasyidin, bahkan terkadang penerima khumus tersebut diangkat langsung oleh para khalifah. Namun sayang fakta sejarah ini seperti ditutup-tutupi untuk menghilangkan jejak keaslian ajaran Shiah.
No comments:
Post a Comment