Saturday, 14 January 2012
TERBUKTI, PEMERINTAH TIDAK BERMINAT KEMBANGKAN MOBNAS
Beberapa hari lalu saya sudah mempostingkan artikel tentang mobil nasional dengan point utama tidak adanya kemauan politik pemerintah untuk mengembangkannya. Alasannya jelas dan tegas: pemerintah adalah agen kepentingan asing yang tidak menginginkan bisnis otomotif nasional direbut oleh produsen lokal.
Presiden SBY memang telah menyatakan dukungan terhadap pengembangan mobil nasional berdasar mobil ESEMKA. Tapi SBY sudah dikenal sebagai pembohong. Maka pernyataan "dukungan" harus dibaca dengan "tidak mendukung", sebagaimana "berantas korupsi" sebagai "pertahankan korupsi".
Menteri BUMN Dahlan Iskan sebagai sesama fundamenealis neoliberalisme Indonesia, tahu benar bahasa SBY tersebut. Tidak lama setelah pernyataan "dukungan" SBY, ia membuat pernyataan melarang BUMN mengembangkan mobil nasional. Padahal ia tahu, dalam hal mobil nasional ini BUMN memegang peran sangat penting. Beberapa BUMN, seperti INKA misalnya, adalah pengembang mobil nasional akibat energi kreatif mereka tidak tersalurkan setelah pemerintah lebih suka mengimpor kereta api bekas dari Jepang daripada memesannya dari INKA.
Sikap politik Dahlan Iskan menentang pengembangan mobil nasional semakin kuat setelah ia mengadakan kunjungan ke beberapa SMK yang dikenal telah memproduksi mobil nasional. Alih-alih memberi dukungan nyata, bukan sekedar basa-basi, ia justru melemahkan semangat anak-anak SMK tersebut dengan pernyataannya bahwa mobil ESEMKA hanya cocok untuk membantu proses belajar siswa, sementara faktanya mobil-mobil itu sudah banyak dipesan orang. Dan lebih menyakitkan lagi ia berkomentar sinis:
"Bisa saja diproduksi massal, tapi apa bisa laku?" katanya.
Aneh bin ajaib, Dahlan Iskan yang dikenal sebagai profesional nomor 1 di Indonesia hingga didaulat menjadi menteri BUMN, dan banyak orang-orang liberal idiot pun yang menjagokannya menjadi capres 2014, tiba-tiba menjadi seorang pecundang. Pernyataan "apa bisa laku?" tidak pantas diucapkan oleh seorang profesional sejati.
Beberapa waktu lalu Dahlan Iskan membuat artikel di blog-nya mengenai pengembangan jalan tol di Indonesia meniru Cina. Menurut Dahlan, demi memajukan ekonomi nasional perlu dikembangkan jaringan tol di Indonesia dengan tambahan saran menutup jaringan kereta api yang sudah ada di Indonesia. Menurutnya mobil lebih efisien secara ekonomi dibandingkan kereta api. Selain itu, katanya, dengan mengembangkan jalan tol, harga tanah menjadi naik, yang merupakan nilai tambah.
Beliau tidak mengetahui bahwa pertumbuhan ekonomi tidak ada urusannya dengan harga barang dan jasa. Pertumbuhan ekonomi terjadi jika terjadi pertumbuhan produksi barang dan jasa, terlepas sama sekali dari harga barang dan jasa. Dalam banyak situasi pertumbuhan harga (inflasi) justru menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu dengan mencontohkan Cina sebagai negara yang menelantarkan jaringan kereta api untuk mendorong pengembangan jaringan tol adalah fakta yang keliru 180 derajat. Cina justru lebih mengembangkan jaringan kereta api. Dari negara yang pada tahun 1990-an masih terbelakang dalam hal perkereta apian, saat ini Cina adalah pemilik jaringan kereta api cepat terbesar dan termodern di dunia. Cina juga tercatat sebagai operator kereta api tercepat di dunia.
Selain itu pendapat bahwa mobil lebih efisien dari kereta api adalah sebuah bualan besar para penganut faham neo-liberal. Kereta api jauh lebih efisien, dan lebih ramah lingkungan. To the point saja, pendapat itu untuk mendukung bisnis minyak yang dikuasai para kapitalis asing (baca yahudi).
No comments:
Post a Comment