Saturday, 18 February 2012
BAGAIMANA BANK "MERAMPOK" ANDA?
Indonesian Free Press -- Para pengunjung blog ini pasti tahu masalah yang sedang dihadapi negara Yunani. Bulan depan pemerintah negeri para dewa, simbol peradaban manusia ini harus membayar $15 miliar hutang luar neger yang jatuh tempo. Namun karena pemerintahan yang korup, tidak ada lagi uang dimiliki pemerintah. Maka satu-satunya jalan adalah mengajukan permohonan tambahan hutang lagi kepada negara-negara dan lembaga-lembaga pengutang untuk membayar hutang yang jatuh tempo tersebut. Para pengutang setuju menambah hutang baru (yang otomatis akan semakin menambah beban hutang Yunani) namun dengan syarat yang menyakitkan: pemotongan anggaran sosial, pendidikan dan kesehatan bagi warga Yunani.
Rakyat Yunani pun marah karena syarat itu karena berarti mengurangi kesejahteraan mereka di tengah kondisi ekonomi yang sudah parah sejak beberapa tahun terakhir. Maka kerusuhan pun bergejolak dan hingga saat ini tidak ada seorang pun di antara rakyat dan pemimpin Yunani yang yakin persoalan ini bisa selesai dengan baik, kecuali berbagai kerusuhan dan kehancuran yang sudah menanti di depan mata.
Sastrawan terbesar Inggris Shakespearre pernah menulis drama berjudul "Saudagar dari Venesia" yang menceritakan tentang seseorang yang menjadi korban praktik lintah darat seorang saudagar yahudi di Venesia. Setelah sang korban lintah darat mengajukan permohonan untuk menunda pembayaran barang satu dua hari, sang saudagar yahudi menyetujui dengan syarat: sang korban menyerahkan sekerat daging tubuhnya kepada sang saudagar yahudi.
Kalau orang masih berfikir mengenai kebenaran cerita "Saudagar dari Venesia", lihat saja apa yang terjadi di Yunani. Melihat kondisi rakyat Yunani yang "sekarat" karena krisis ekonomi, para lintah darat negara-negara dan lembaga-lembaga keuangan internasional masih tega meminta pemerintah Yunani untuk melakukan pemotongan anggaran sosial sebagai syarat pemberian pinjaman baru.
Saya (blogger) sudah pernah menulis di blog ini artikel tentang asal-muasal uang kertas dan konsekuensinya terhadap perekonomian (Asal-usul Perbankan .....). Kini saya coba mengulang lagi masalah ini dari perspektif yang berbeda namun dengan dampak yang sama: krisis keuangan dan perbudakan ekonomi sebagaimana terjadi di Yunani saat ini.
Untuk memudahkan analisis kita mengambil contoh perekonomian Indonesia dengan para pelaku ekonomi yang disederhanakan. Ada sektor pertanian yang diwakili petani Slamet, sektor industri manufaktur yang diwakili Bakrie, sektor jasa perdagangan yang diwakili Hasan. Selain itu ada perbankan yang diwakili Bank Century.
Selanjutnya kita anggap kegiatan perekonomian baru akan dimulai dan belum ada uang beredar. Ketiga pelaku ekonomi mengajukan pinjaman ke Bank Century masing-masing Rp 1 miliar dengan bunga 50% per-tahun (demi kemudahan analisis kita besarkan angkanya. Dalam jangka panjang bunga 1%, 10% ataupun 50% akan memberikan dampak yang sama). Setelah disetujui dan dicairkan pinjaman tersebut, seketika di dalam perekonomian terdapat jumlah uang beredar senilai Rp 3 miliar. Setahun kemudian Bakri dan Hasan telah berhasil menjalankan usahanya dan bisa mengembalikan hutangnya senilai masing-masing Rp 1,5 miliar. Sebaliknya Slamet, meski membanting tulang tidak mungkin lagi bisa mengembalikan hutangnya karena semua uang yang beredar sebesar Rp 3 miliar sudah kembali ke bank. Maka akhir dari permainan ini adalah Bank Century menyita asset-asset milik Slamet. Kita lihat, dengan mengeluarkan kredit Rp 3 miliar bank Century mendapatkan keuntungan berupa asset sitaan milik Slamet.
Sampai di sini tentu permainan selesai sudah. Namun tentu saja Bank Century tidak ingin permainan berakhir. Bank paling benci kalau pinjamannya dilunasi karena dengan demikian tidak akan lagi mendapatkan penghasilan berupa bunga. Maka Bank Century kembali menawarkan kredit kepada Bakrie dan Hasan, termasuk juga Slamet dengan ketentuan yang sama.
Setahun kemudian keadaan berubah. Hasan dan Slamet berhasil mengembangkan usahanya, namun Bakrie gagal dalam usahanya. Kredit senilai 3 miliar pun kembali ke Bank Century dan asset-asset Bakrie disita. Maka kita bisa melihat, Bank Century mendapatkan keuntungan berupa aset-aset Bakrie.
Katakanlah kemudian Bank Century mengubah ketentuan kreditnya menjadi "kredit murah". Ketiga pelaku ekonomi mendapatkan kredit masihg-masing Rp 10 miliar dengan bunga 10% dengan jangka waktu kredit 10 tahun. Dengan ketentuan baru ini ketiga pelaku ekonomi pun lebih leluasa mengembangkan usahanya, dan berhasil. Maka setahun kemudian ketiga pelaku ekonomi menyetorkan uang ke Bank Century masing-masing Rp 2 miliar (cicilan Rp 1 miliar, bunga Rp 1 miliar) sehingga jumlah uang beredar berkurang menjadi Rp 24 miliar (Rp 30 miliar - Rp 6 miliar). Akhir tahun kedua para pelaku ekonomi kembali membayarkan cicilan dan bunganya senilai Rp 2 miliar, sehingga jumlah uang beredar berkurang menjadi Rp 18 miliar (Rp 24 miliar - Rp 6 miliar). Pada akhir tahun ketiga kembali ketiga pelaku ekonomi membayarkan uang senilai Rp 2 miliar, dan jumlah uang beredar berkurang menjadi Rp 12 miliar.
Kita lihat pada akhirnya semua uang mengalir kembali ke bank tanpa para bankir melakukan pekerjaan apapun selain duduk-duduk dan bermain golf, sementara para pelaku ekonomi bekerja membanting tulang untuk menutupi hutangnya.
Oke, mungkin Anda akan berkata: "Tunggu dulu, bukankah uang-uang itu hanya kertas tak berharga. Apalah artinya jika menumpuk di bank!"
Prasangka Anda hanya berlaku jika keadaan ekonomi kacau balau dan uang menjadi tidak berharga. Dalam kondisi biasanya seperti sekarang, tentu saja uang bisa membeli apapun.
Memang setelah sebagian besar uang kembali mengalir ke bank, kondisi perekonomian menjadi kacau balau, krisis moneter, krisis finansial, apapun sebutannya. Tidak adanya uang membuat usaha-usaha bangkrut dan orang-orang pun kehilangan pekerjaan. Orang rela mengobral murah asset-asset berharganya demi mendapatkan uang. Di sinilah bank bermain. Mereka memborong aset-aset tersebut dan uang pun kembali mengalir ke dalam perekonomian.
Kini kita melihat semua aset berharga berpindah tangan ke pemilik bank dan para pelaku ekonomi harus memulai lagi usahanya dari nol kembali.
Tentu saja kondisi tidak sesederhana itu. Para pelaku ekonomi tidak hanya mereka berempat. Ada bank sentral, ada pemerintah, ada pasar luar negeri. Namun secara garis besar, mekanisme sama. Insya Allah akan saya jelaskan nanti. Namun ijinkanlah saya mengingatkan kembali bahwa semua agama melarang praktik riba karena pada akhirnya menimbulkan ketidak adilan hingga perbudakan manusia. Bahkan agama yahudi pun melarang praktik riba. Namun bedanya dengan agama-agama lainnya, para pemuka agama yahudi memanipulir larangan riba itu khusus untuk sesama orang yahudi saja. Adapun penerapan sistem riba bagi penganut bukan yahudi justru disarankan, karena pada akhirnya akan memperbudak orang-orang non-yahudi di bawah kaki orang-orang yahudi.
Catatan:
Jangan disampaikan cerita ini kepada para pegawai bank karena akan menimbulkan "dampak sistemik". Para pegawai bank yang masih memiliki iman dan beramal sholeh akan melakukan "rush" dengan berpindah kerja ke pekerjaan lain.
As.Wr.Wb
ReplyDeletesebelumnya terima kasih atas segala informasi yang telah anda bagikan selama ini, untuk masalah perbankan ini saya ingin bertanya, jika sistem bank yang di pakai adalah sistem syariah apakah berlaku hal-hal yang sudah anda sebutkan diatas?
wassalam,
Trims atas atensinya. Sebenarnya tujuan bank syariah adalah baik, yaitu mengadopsi sistim bagi hasil sesuai hukum syariah. Tapi pada praktiknya hampir tidak ada bank syariah di Indonesia yg benar-benar syariah, sama dgn bank konvensiona lain.
ReplyDeletewassalam.
kang, ijin kopas..
ReplyDeleteBank Syariah di indonesia itu dosanya 200%, kalau anda punya uang lebih jangan disimpan di bank, lebih baik diputar di sektor Real, biar ekonomi negeri ini berputar, kuasai pasar kita, kuasai sektor Pangan, tak punya mobil, tak punya hp, tak punya motor tidak akan menjadi dosa pemerintah, yang akan jadi dosa jika rakyat ini kekurangan pangan, pangan tidak terjangkau menjadi kurang gizi, kekurangan gizi membuat rakyat ini bodoh.
ReplyDeleteHindari uang terbitan bank manapun, hindari bank apapun namanya, konvensional ataupun syariah. Jika sudah berlabel bank itu artinya dibelakangnya ada bankir dan permainan bankir tak jauh2 dari riba. Songsong evolusi Dinar dan Dirham sebagai uang yg sesuai Syariat Islam. Silahkan kunjungi www.wakalanusantara.com untuk informasi lengkap seputar Muamalah Syar'iyah. Ikhtiar qt untuk memberangus ekonomi kapitalis dan menegakkan Syariah Islam dalam bermuamalah...
ReplyDeletemenurutku yg baik koperasi,setuju mas,ijin kopas..
ReplyDelete