Imam Sajjad as dilahirkan pada
tanggal 5 Sya'ban tahun 38 Hijriah di kota Madinah. Beliau as selama hidupnya
mempertahankan pelita petunjuk agama Islam di masa yang suram dan penuh dengan
fitnah, sekaligus meneruskan revolusi agung ayahnya Imam Husein as. Imam Sajjad
as menyandang sifat-sifat mulia dan keutamaan luhur yang diwariskan dari
ayahnya. Peristiwa Karbala terjadi saat Imam Sajjad as belum berumur 23 tahun.
Saat itu, beliau tidak mampu turun ke medan perang karena berada dalam kondisi
sakit.
Sejarah menunjukkan bahwa
peristiwa itu merupakan kehendak Tuhan agar Imam Sajjad as tetap hidup untuk
meneruskan pengibaran bendera petunjuk umat Islam setelah ayahnya, Imam Husein
as. Masa kehidupan Imam Sajjad as dibarengi dengan kondisi yang sangat sulit
dan rumit bagi Ahlul Bait Rasulullah. Pada masa genting itu, para khalifah
Dinasti Bani Umayah berupaya menjatuhkan kedudukan dan martabat Ahlul Bait as
di mata masyarakat. Keadaan ini sangat menyusahkan Ahlul Bait Nabi as termasuk
Imam Sajjad as.
Dalam kondisi ini, Imam Sajjad
dituntut mengambil langkah yang bijak dan arif. Imam Sajjad as selain
memberantas propaganda miring para khalifah Bani Umaiyah dan mengikis
pengkaburan realita di tengah masyarakat, juga menyebarluaskan dan mengokohkan
pemikiran-pemikiran Islam. Imam Sajjad as di masa penawanan setelah peristiwa
Karbala, selalu menekankan perang melawan kezaliman, penindasan, dan
ketidakadilan. Dengan metode cakap, Imam Sajjad as mampu mengabadikan peristiwa
kebangkitan Imam Husein as di tengah masyarakat. Program Imam Sajjad as kala
itu adalah berupaya melestarikan peristiwa Karbala dan mengokohkan nilai-nilai
kebangkitan Imam Husein as. Selain itu, beliau juga memaparkan pengetahuan
agama Islam serta memerangi bidah dan penyimpangan.
Sajjad berartikan orang yang banyak
bersujud. Ini merupakan salah satu gelar Sang Imam. Dalam masalah ibadah, Imam
Sajjad as sangat menonjol. Detik-detik kehidupan beliau as yang paling indah
adalah kesendirian bersama Sang Pencipta dan sibuk bermunajat dengan Dzat Yang
Maha Agung. Seorang Pesuluk dan Arif terkenal, Hasan Basri mengatakan,
"Pada suatu hari, aku sibuk berdoa dekat Ka'bah. Saat itu, aku menyaksikan
Imam Ali Zainal Abidin As-Sajjad as tengah larut dalam doa dan dialog dengan
Sang Pencipta. Beliau as bermunajat dengan Tuhan dengan kata-katanya yang
indah. Ucapan Imam Sajjad begitu menyejukkan hati hingga aku tertarik
kepadanya."
Dikisahkan pula, suatu hari
salah seorang khalifah Bani Umayah, Hisyam ibn Abdul Malik datang ke Mekah
dengan tujuan melakukan ibadah dekat Ka'bah. Karena keramaian para jamaah,
Hisyam tidak berhasil menyentuh Hajar Aswad. Akhirnya ia duduk di atas undakan
di sebuah sudut Masjidil Haram. Pada saat itu, Imam Sajjad as memasuki Masjidil
Haram dan memulai tawaf. Saat beliau as sampai di hadapan Hajar Aswad, para
jamaah yang melihat wajah purnama Sang Imam as, langsung membuka jalan sehingga
beliau as dengan mudah mendekati Hajar Aswad.
Salah seorang warga Syam yang
bersama rombongan Hisyam bin Abdul Malik, bertanya, "Siapakah dia hingga
mendapat penghormatan warga sedemikian rupa? Hisyam terpaksa berbohong dan
mengaku tidak mengenalnya karena khawatir masyarakat mengetahui sosok Imam
Sajjad as. Pada saat itu, Penyair Arab, Farazdaq bangkit dan berkata,
"Saya mengenal beliau as."
Kemudian Farazdaq memperkenalkan
Imam Sajjad as lewat syairnya yang indah. Ia berkata, "Ia adalah sosok
yang jejak langkahnya dikenal oleh kerikil-kerikil kota Mekah. Mata juga
menunduk karena kewibawaanya. Ia sangat lembut dan penuh kasih sayang. Ia
dihiasi dua sifat yaitu kesabaran dan keagungan. Ia tidak pernah mengingkari
janji. Keberadaannya membawa keberkahan bagi semua. Jika semua orang bertakwa
dihitung, maka ia adalah pemimpin mereka. Jika orang-orang bertanya siapa
manusia terbaik di atas muka bumi, mereka akan menunjuknya. Jika engkau tidak
mengenalnya, aku akan berkata bahwa ia adalah putra Fatimah az-Zahra as dan
cucu Rasulullah Saw."
Sebagaimana yang kita ketahui
bersama, doa adalah media penghubung antara makhluk dengan penciptanya dan
agama Islam sangat menganjurkan umatnya berdoa. Doa selain memiliki pengaruh
spiritual luar biasa bagi manusia, juga dapat memberi pengaruh kepada seluruh
dimensi keberadaan manusia mulai dari perilaku personal hingga sosial dan
politik. Kontak dengan Allah Swt akan menjaga manusia dari gangguan dan
kerusakan jiwa.
Salah satu strategi Imam
Sajjad as adalah mentransfer pengetahuan agama lewat budaya doa dan munajat.
Beliau as telah memaparkan sebagian besar maksud dan kehendaknya lewat
bait-bait doa dan munajat yang menggugah hati. Kumpulan doa-doa beliau
disatukan dalam kitab "Shahifah Sajjadiyah" yang merupakan harta
karun pengetahuan dan hakikat agama. Kitab tersebut adalah kumpulan samudera
pengetahuan Islam di bidang tauhid, akhlak, dan pendidikan yang telah
mengundang perhatian seluruh ulama.
Salah satu dimensi gemilang
kehidupan Imam Sajjad as adalah kegiatan sosial beliau as. Kendati memiliki
kedudukan yang tinggi, tapi Imam Sajjad as selalu menekankan perbuatan membantu
kepada masyarakat. Setiap malam, orang-orang miskin yang tidak bisa tidur
karena kelaparan selalu menunggu uluran tangan. Ketika malam gelap gulita, Imam
Sajjad as bangkit dan memasukkan makanan ke dalam karung, kemudian secara
diam-diam meletakkannya di depan pintu rumah orang-orang miskin.
Salah satu tokoh terkenal di
masa Imam as, Zuhri mengatakan: "Pada suatu malam yang dingin dan hujan,
aku melihat Imam Sajjad as di kegelapan malam sambil membawa karung. Aku
berkata, "Wahai putra Rasul Saw! Apa yang sedang engkau bawa? Beliau as
menjawab, "Aku ingin bepergian dan karung ini adalah makanan buat bekal di
jalan." Aku berkata, "Budakku ada di sini dan ia dapat
membantumu." Imam as menjawab, "Tidak, aku akan membawanya
sendiri."
Zuhri berkata: "Selang
beberapa hari setelah peristiwa itu, Imam as tidak pergi kemana-mana. Kemudian
aku melihat Imam as dan berkata kepadanya: "Apakah engkau tidak jadi
bepergian?" Imam as menjawab: "Wahai Zuhri! maksud bepergian pada
waktu itu bukan yang engkau pahami, tapi maksudku adalah perjalanan akhirat.
Bersiaplah untuk perjalanan ini! Persiapan perjalanan ini adalah menjauhi dosa
dan melakukan perbuatan baik." Zuhri akhirnya memahami maksud Imam as dan
karung yang dibawa malam itu berisi makanan yang akan dibagikan untuk
orang-orang miskin.
Jiwa manusia sebagaimana
raganya juga membutuhkan makanan. Ruh untuk mencapai jenjang spiritual
membutuhkan makanan berupa ilmu, iman, dan makrifat. Salah satu kebutuhan ruh
manusia adalah berdoa dan menjalin hubungan permanen dengan Sang Pencipta. Imam
Sajjad as dalam sebuah doa yang indah menyebut zikir dan mengingat Allah Swt
sebagai penyebab ketenangan dan kebugaran jiwa. Imam as menyeru kepada Tuhan
dengan berkata: "Wahai Tuhanku, hati dan relungku hidup dengan
mengingat-Mu dan api kegelisahan hanya akan padam dengan bermunajat kepada-Mu.
Tentunya, hati yang menjadi
persinggahan kasih sayang Tuhan, memiliki kemurnian dan cahaya tersendiri, dan
pemiliknya akan terjaga dari kerusakan jiwa dan mental. Pada bagian lain
doanya, Imam Sajjad as berkata: "Wahai Tuhanku, sampaikanlah shalawat dan
salam kepada junjungan-Mu Nabi Muhammad Saw dan keluarganya dan jadikanlah
keselamatan hati kami dalam mengingat keagungan-Mu." Dalam seluruh munajat
dan doa Imam Sajjad as, pengharapan kepada Tuhan merupakan poin dominan yang patut
direnungkan dan dicermati.
Pada dasarnya, Imam as
mentransfer ajaran irfan ini secara tersirat dan halus.
Allah Swt tidak akan pernah
meninggalkan orang-orang yang menyerahkan hatinya kepada-Nya dan hidup sesuai
dengan keridhaan-Nya. Dalam penggalan doanya, Imam Sajjad as berkata:
"Wahai Tuhanku, aku menyerumu sebelum menyeru selain-Mu, aku tidak
menemukan selain-Mu dalam mengabulkan kebutuhanku, Dalam doaku, aku tidak akan
menyertakan selain-Mu. Seruanku hanya kepada-Mu.
Sumber:
Dicopas dari IRIB Indonesia; Senin, 25 Juni 2012
No comments:
Post a Comment