Friday, 10 August 2012

DI BALIK TIRAI OPOSISI SYRIA (6)

Metode yang diterapkan CIA tentu saja saja di mana-mana, baik di Nicaragua, Cuba, Libya dan hingga kini di Syria. Jadi Contra Syria alias pemberontak Syria memusatkan aksi militernya pada satu pangkalan atau basis. Selanjutnya mereka melakukan kegiatan-kegiatan sabotase terhadap sarana infrastruktur, disusul menghancurkan kegiatan-kegiatan ekonomi dengan menyerang pabrik-pabrik, dan terakhir dengan kegiatan terorisme (membom kereta api, bom mobil di pusat-pusat keramaian, serta membunuhi pemuka agama, tokoh masyarakat, pemimpin politik dan petinggi militer).

Namun sejauh ini semuanya ternyata tidak membawa hasil. Basis perlawanan yang mereka bangun di Homs, meniru Benghazi dalam revolusi Libya, direbut pasukan pemerintah. Begitupun basis baru yang dibangun di Aleppo. Aksi-aksi teror yang dilakukan juga membuat mereka kehilangan dukungan rakyat. 

Tidak heran ketika ribuan gerilyawan Contra Syria menyerbu Damaskus dalam apa yang mereka klaim sebagai "Perang Pembebasan Damaskus" tgl 18 Juli lalu, mereka dengan mudah dihancurkan oleh pasukan pemerintah yang mendapatkan dukungan penduduk. Penduduk Damaskus-lah yang menuntun pasukan pemerintah ke kantong-kantong pertahanan pemberontak. Maka hanya dalam waktu 2 hari saja pasukan pemerintah berhasil melumpuhkan kekuatan pemberontak.

Ketidak populeran pemberontak Contra Syria bisa dibandingkan dengan tentara Syria atau milisi sipil Sabiha. Tentara Syria adalah tentara rakyat Syria, tidak mungkin digunakan untuk menindas rakyat sendiri. Dan menghadapi masalah keamanan yang serius, masyarakat yang loyal pada pemerintahan membentuk milisi bersenjata yang disediakan dan diawasi oleh pemerintah.
Dalam upayanya menampilkan citra Contra sebagai kelompok pejuang revolusioner, pemerintahan Reagan membentuk sebuah struktur propaganda "Bureau of Public Diplomacy" yang dipimpin oleh Otto Reich. Bekerjasama dengan jaringan media massa barat, pemerintah Amerika "meracuni" opini publik masyarakat dengan informasi-informasi palsu. Di antaranya rumor yang diciptakan tentang keberadaan senjata kimia regim Sandinista.

Sama dengan skenario di atas, saat ini "Bureau of Public Diplomacy" dipimpin oleh penasihat keamanan nasional Ben Rhodes. Dan sama dengan pendahulunya, Rhodes pun melontarkan rumor tentang senjata kimia regim Bashar al Assad.

Bekerjasama dengan dinas inteligen Inggris M16, Rhodes membentuk sebuah lembaga "hantu" bernama Syrian Observatory for Human Rights (SOHR). Karena hanya lembaga fiktif yang tidak berkantor dan tidak memiliki staff yang jelas, tidak perlu repot-repot jika lembaga ini dipimpin oleh seorang keturunan Syria pedagang pakaian di Conventry, Inggris. Informasi yang disebutkan oleh lembaga ini tentu saja bukan hasil sebuah observasi obyektif, melainkan informasi inteligen untuk menyesatkan publik olahan CIA, M16 ataupun Mossad. Namun justru dari lembaga fiktif inilah semua informasi tentang kekejaman pemerintah Syria bermula.

Untuk menghibur wartawan yang penasaran dengan kondisi riel Syria, Rhodes mengorganisir dua tour untuk para wartawan. Tur pertama diadakan di kantor PM Turki Reccep Erdogan dan kedua di kantor mantan PM Lebanon Fouad Siniora. Para wartawan juga diundang untuk masuk ke Syria secara illegal melalui jalur penyelundupan senjata yang digunakan pemberontak. Selama berbulan-bulan sebuah rute "tour" diberikan kepada wartawan, mulai dari perbatasan Turki hingga sebuah tempat di pegunungan. Selama tur para wartawan bisa membuat laporan tentang "sosok pejuang revolusioner Syria", atau "sehari bersama pejuang Syria".

Jalur tur untuk wartawan lainnya adalah mengunjungi basis pemberontak "Islamic Emirate of Baba Amr", Homs, melalui perbatasan Lebanon. Namun "tour" melalui jalur ini tentu saja sudah tidak ada lagi setelah jatuhnya Homs ke tangan pemerintah.

Namun meski para wartawan banyak menemukan kebohongan di lapangan, mereka tidak menyebutkannya dalam laporannya. Alih-alih sebagian dari wartawan terlibat aktif dalam manipulasi informasi. Misalnya saja seorang jurnalis foto terkenal menyaksikan para pemberontak membakar ban-ban bekas yang asapnya membumbung tinggi ke angkasa. Ia mengirimkan gambar kepulan asap hitam itu ke media tempatnya bekerja, "Channel14" dengan menyebutkan bahwa asap hitam itu terjadi akibat adanya pemboman pasukan pemerintah sebagaimana disebut oleh SOHR.

Atau ketika "New York Times" menayangkan gambar yang disebutkannya dikirimkan oleh sayap militer pemberontak "Free Syrian Army", menunjukkan para pemberontak berpose dengan senjata-sanjata baru mereka yang masih mengkilap, senjata-senjata itu adalah mainan anak-anak. Namun koran terbesar Amerika itu tetap ngotot percaya dengan keberadaan tentara pembelot bersenjata mulus, yang jumlahnya mencapai 100.000 orang.

Berdasarkan fakta klasik yang ironis, para wartawan lebih suka berbohong daripada mengakui bahwa mereka telah dibohongi oleh sumber beritanya. Sekali dibohongi, wartawan cenderung mengikuti alur kebohongan selanjutnya daripada menolak dan mengakui kebohongan sebelumnya. Pertanyaannya adalah: apakah Anda, pembaca blog ini, memilih menutup mata terhadap fakta-fakta kebohongan, atau memilih memberikan dukungan pada rakyat Syria yang tengah mengalami penindasan oleh pemberontak Contra?




Sumber:
"The Syrian opposition: who’s doing the talking?"; Charlie Skelton; Guardian.co.uk; 12 Jul 2012

"Who is Fighting in Syria?"; Thierry Meyssan; Information Clearing House; 25 Juli 2012

No comments:

Post a Comment