Berhari-hari sudah Indonesia dibuat "gonjang-ganjing" dengan isu "pemerasan BUMN oleh DPR" yang digulirkan oleh Meneg BUMN Dahlan Iskan. Koran Medan yang mengklaim sebagai koran terbesar di Sumatera hari ini (Rabu, 7/11) menulis headline di halaman depan: "Dahlan Iskan Diserang Balik", tanpa sedikit pun menyinggung skandal inefisiensi PLN.
Lihatlah bagaimana Dahlan dan "teman-teman"-nya mampu mengalihkan isu tentang "Inifisiensi PLN Rp100 triliun" dengan isu kurang mutu tentang pemerasan BUMN. Ketika 2 hari lalu Dahlan Iskan memenuhi panggilan DPR untuk membongkar skandal pemerasan BUMN oleh anggota DPR, publik berharap banyak Dahlan akan membeberkan banyak nama anggota DPR terkait dengan banyak kasus pemerasan mengingat betapa ia telah gencar berkoar-koar tentang skandal tersebut. Namun ternyata ia hanya membeberkan 2 nama anggota DPR yang terkait dengan 2 kasus pemerasan, tanpa bukti kongkrit Sama sekali tidak sepadan dengan kehebohan yang telah dibuatnya.
Dari itu saja publik yang cukup cerdas akan bisa menilai bahwa Dahlan hanya mengalihkan isu terkait skandal yang lebih besar yang melilit dirinya: "Inifisiensi PLN senilai Rp 100 triliun". Saya sengaja menggunakan angkat Rp 100 triliun karena mengutip pengakuan Dahlan sendiri bahwa inefisiensi yang telah dilakukannya selama menjabat Dirut PLN adalah angka itu, bukan Rp 37 triliun temuan BPK.
Dahlan telah 2 kali mengelak memberikan penjelasan kepada DPR tentang inefisiensi tersebut. Alih-alih ia justru melemparkan isu pemerasan BUMN.
Bagi Anda yang masih bingung dengan angka-angka, silahkan membayangkan ilustrasi berikut ini. Jika Anda memiliki cukup rejeki untuk menabung Rp 100 juta sebulan, maka Anda membutuhkan waktu 800 tahun lebih (8 x lailatul qodar alias 10.000 bulan) untuk memiliki tabungan senilai Rp 1 triliun. Bahkan jika Anda dibantu oleh 7 keturunan Anda, mungkin Anda dan keturunan Anda tidak akan beruntung mendapatkan harta sebesar itu.
Saya tidak mengatakan Dahlan Iskan mendapatkan "bagian" dari inefisiensi senilai Rp 100 triliun tersebut di atas, meski kita tahu para pejabat PLN mendapatkan komisi dari tiap belanja yang dikeluarkan perusahaannya. Pak Dahlan pernah mengatakan hartanya telah cukup untuk menghidupi 7 keturunan sehingga tidak perlu lagi untuk korupsi.
Jika ada seorang pejabat PLN yang mendapatkan fee sebesar 1 persen saja dari seluruh inefisiensi tersebut di atas, maka pejabat itu otomatis bertambah hartanya senilai Rp 1 triliun. Saya tidak tahu apakah Pak Dahlan masih cukup tahan godaan atas "durian runtuh" sebesar itu.
Namun saya berani bertaruh, Pak Dahlan tidak akan berani membeberkan inefisiensi yang dilakukannya selama menjabat Dirut PLN karena boleh jadi sebagian besar dana inefisiensi itu mengalir ke Amerika, Eropa atau bahkan Israel. Buktinya ia kucing-kucingan dengan DPR dan menebarkan isu heboh namun tidak bermutu. Hari ini saja beliau kembali membuat berita dengan mengatakan ada pihak-pihak yang menginginkannya mundur sebagai menteri. Beliau cukup cerdik, cepat atau lambat bakal ada yang menuntutnya mundur. Maka sebelum ditekan, lebih baik menembak duluan sehingga pihak yang akan menekannya berfikir ulang untuk tidak dikatakan "sentimen membabi buta" terhadapnya.
Selama puluhan tahun kita hanya bisa bermimpi untuk membangun jembatan sangat strategis Jawa-Sumatera karena negara kesulitan untuk mendapatkan dana sebesar Rp 100 triliun untuk membangunnya. Namun hanya dalam beberapa tahun saja Dahlan Iskan telah "membocorkan" dana sebesar itu.
Mas, menurut saya inefisiensi PLN waktu itu karena PLN tidak kebagian jatah gas, karena gas kita habis di ekspor jangka panjang ke luar yaitu cina, singapura dll dengan harga murah. Mas mungkin tahu kebijakan ekspor itu adalah kebijakan pemerintahan dulu. Nah, PLN akibat tidak cukup gas dan persoalan gas waktu Dahlan menjabat dirut itu sudah mendesak, maka di putuskan pakai BBM (Solar) agar listrik tak mati. Mas, pasti tahu yg mengatur jatah gas itu kan BP Migas, dan peraturan perundang2annya oleh DPR. Kemudian inefisiensi itu selain pindah dari gas ke BBM, PLN juga menyewa genset2 untuk pulau2 terpencil yg blm ada listriknya karena masyarakat disana menangis ingin ada listrik, sewa genset itu utk jangka pendek sambil menunggu membuat pembangkit listrik yg akan selesai 3 tahun-an.
ReplyDeleteMemang masalah gas adalah konspirasi lain untuk menghancurkan negeri ini. Tapi 100 triliun adalah terlalu banyak. Lagipula mengapa dahlan tidak mundur saja dahulu? Beliau juga belum menjelaskan bagaimana hitung-hitungan 100 triliun itu daripada mengalihkan isu?.. Apa tidak mungkin beliau memanfaatkan situasi itu untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Ingat dahlan bukan entrepreneur, dia hanya professional. bahkan di jawa pos beliau bukan owner utama.
ReplyDeleteMaksud Dahlan Iskan sekitar 100 Triliun itu begini, BPK jgn hanya mengaudit waktu dia jadi dirut saja, klo mau sungguh2 auditlah PLN sebelum dia jadi dirut juga dan sebelumnya lagi. Pasti lah lebih besar. Klo hanya di audit waktu Dahlan saja itu tidak fair, ada motif lain.
ReplyDeleteInefisiensi itu kan kehilangan berhemat, misalkan begini setiap hari macet di Jakarta otomatis kan inefisiensi BBM tuh yang terbuang sia-sia yg sehari2nya miliaran bahkan triliunan? kenapa Menteri Perhubungan tidak disalahkan? Mengapa pihak2 terkait tidak disalahkan? atau DPR selalu absen kalo sedang rapat, atau malah tidur. Mereka kurang produktif Padahal mereka digaji besar, itukan inefisiensi, berapa kerugian?
PLN ini inefisiensi bukan karena kesalahannya. Karena lembaga lain..
Ma'af jgn mengalihkan perhatian ke masalah lain. Inefisiensi tetap sebuah kerugian, apalagi kalau dilakukan secara massif dan sistematif. Kalau pak dahlan fair, pertanggungjawabkan secara jelas, jangan mengalihkan ke isu lain, termasuk meminta audit periode lain. Bahwa BPK dan DPR mempersoalkan adalah karena nilainya "luar biasa besar". Saya masih berani bertaruh, pak dahlan tidak akan berani menjelaskan secara rinci inefisiensi yg dilakukannya.
ReplyDeleteTgl 13 Nov nanti Pak Dahlan Janji akan menjelaskan soal ini di DPR Pak. Kita lihat saja nanti..
ReplyDeleteOk mudah-mudahan beliau memberikan penjelasan yg jujur dan rasional.
ReplyDeletebung sopyan, good job!
ReplyDeleteadu argumen yg cantik..terlebih ending juri yg mantap..ha.ha.ha...penuntut umum dan pengacara yg cerdas ditutup dengan keputusan hakim bekas pemandu sorak...ha.ha.ha..
ReplyDelete