Ketika bulan lalu saya membaca berita tentang ditahannya seorang jendral komandan pasukan Amerika di Libya karena membangkang perintah menteri pertahanan, saya menganggap itu sebagai sebuah insiden belaka. Namun belakangan insiden itu terus berulang hingga menjadi sebuah "fenomena" tentang perseteruan antara para jendral lapangan Amerika dengan para pemimpin politik di Washington. Insiden terakhir kita membaca tiga petinggi militer dipecat atau setidaknya dipermasalahkan loyalitasnya: pertama Admiral Gaouette, komandan kapal induk USS John Stennis, kedua komandan militer Amerika di Afghanistan Jendral John Allen, dan yang terakhir dan yang paling menghebohkan adalah mundurnya --- atau lebih tepatnya dipecat dengan hormat--- jendral David Petraeus dari jabatannya sebagai Direktur CIA.
Semua itu memaksa saya untuk membaca kembali suatu artikel menarik di situs "Veterans Today" tgl 31 Oktober lalu yang ditulis Gordon Duff dengan judul: "US military planned mutiny on the Bounty to topple Obama". Artikel tersebut tentang sebuah plot para jendral militer Amerika untuk melakukan kudeta jika Barack Obama terpilih kembali menjadi presiden.
Pada tgl 31 Oktober lalu Rear Admiral Charles M. Gaouette dipecat dari jabatannya sebagai komandan gugus tugas "Carrier Strike Group" atau armada laut yang dipimpin oleh kapal induk USS John Stennis yang tengah bertugas di kawasan Teluk Parsi.
Ini bukan kasus yang biasa, karena sang admiral tidak melakukan kesalahan apapun termasuk masalah kedisiplinan. Ia dipecat karena dianggap "tidak fit" untuk memimpin satu gugus tugas strategis seperti "Carrier Strike Group", setelah bertemu dan melakukan wawancara dengan menteri pertahanan Leon Panetta.
Yang sebenarnya terjadi adalah Panetta mencurigai admiral Gaouette terlibat dalam plot "Seven Days in May", yaitu suatu rencana penggulingan pemerintahan jika Barack Obama terpilih kembali sebagai presiden. Selain Gaouette, kini terdapat lusinan perwira yang menghadapi ancaman pemecatan hingga hukuman badan akibat keterlibatan mereka dalam plot yang kini masih menjadi bahan investigasi serius itu.
Para pelaku plot diyakini sebagai para perwira "garis keras" yang dekat dengan kalangan Partai Republik dan lobby Israel di Amerika. Agenda mereka sebagaimana juga agenda kandidat presiden dari Partai Republik Mitt Romney, adalah menduduki kembali Irak dan menyerang Iran. Sebelum itu mereka juga akan menyerang Pakistan untuk "menetralisir" senjata nuklirnya.
Berbagai laporan berasal dari level tertinggi departemen pertahanan mengindikasikan bahwa pemerintahan Obama telah mencurigai adanya plot ini beberapa bulan lalu. Namun plot seperti itu rupanya tidak hanya terjadi pada pemerintahan Obama, pendahulunya, George W. Bush juga.
Sekedar "review", pada peristiwa serangan WTC 2001 kita melihat adegan yang sangat-sangat mengherankan bagi mereka yang peduli dengan masalah-masalah politik dan inteligen tingkat tinggi. Pada saat itu Bush tampak seperti orang linglung dan tak berdaya. "Diseret" para pengawalnya dari satu tempat perlindungan ke tempat perlindungan lainnya. Adegan pertemuannya dengan anak-anak TK tatkala detik-detik diterimanya kabar serangan tampak jelas kebingungan Bush. Ia memegang buku gambar secara terbalik dengan mata menerawang di hadapan anak-anak TK dan para guru (adegan selengkapnya bisa dilihat di film dokumenter karya Michael Moore "Fahrenheith 911"). Hal itu mengindikasikan ia tampak "shock" dan tak menyangka peristiwa seperti itu terjadi.
Cerita selanjutnya, ia hanya menjalankan skenario yang telah dipersiapkan oleh orang-orang di sekelilingnya yang terlibat dalam operasi inteligen Serangan WTC yang telah membuat lumpuh sistem pertahanan udara Amerika hingga pesawat-pesawat jet penumpang bisa leluasa menjalankan misi terorisnya: perang melawan terorisme, serang Afghanistan, serang Irak, terapkan undang-undang facsis (Patriot Act), persiapkan undang-undang yang super facsis (Real ID Act), persiapkan serangan ke Syria dan Iran, dll.
Suatu plot lainnya juga terjadi di era George W Bush tahun 2007. Kala itu sebuah pesawat pembom strategis B-52 yang mengangkut sembilan bom nuklir terbang tanpa perintah menuju suatu tempat yang tidak diketahui. Kemudian setelah terjadi ketegangan yang cukup lama akibat kondisi "broken arrow" (kondisi darurat akibat hilangnya bom nuklir), pesawat pembom itu mendarat di pangkalan militer Minot-Barksdale Air Force Base, Louisiana.
Informasi inteligen yang bocor menyebutkan, pesawat tersebut hendak diterbangkan atas perintah rahasia seorang "salah seorang pejabat militer tertinggi" ke pangkalan Diego Garcia di Samudra Hindia untuk digunakan dalam operasi "false flag" melawan Iran untuk memicu perang. Plot ini selain melibatkan angkatan udara, juga Armada V AL Amerika yang dikomandoi oleh Admiral Cosgriff.
Plot itu gagal menjalankan misinya setelah kepala penasihat politik Armada V, Gwyneth Todd, membocorkannya ke menteri pertahanan kala itu. Todd selamat dari berbagai percobaan pembunuhan. Namun seorang pejabat inteligen lainnya yang mengetahui plot ini, John Wheeler, ditemukan tewas dalam tong sampah di Delaware tahun 2010. Sampai saat ini tidak ada penjelasan resmi tentang kematian aneh ini, juga tersangka dan motifnya (blog ini telah menulis kematian misterius ini dan kaitannya dengan kejahatan konspiratif Amerka, namun tidak mengkaitkannya dengan plot ini).
Perselisihan antara Barack Obama dengan Israel dan lobbi yahudi Amerika terkait isu nuklir Iran sudah menjadi pengetahuan luas. Namun yang tidak diketahui publik adalah adanya plot untuk menggulingkan Obama dari kursi pemerintahan dan menggantinya dengan pemerintahan yang mau menjalankan agenda Israel.
Israel dan lobbi yahudi sebenarnya mendukung Mitt Romney sebagai presiden yang telah mengumumkan niatnya menyerang Iran jika terpilih sebagai presiden daripada Obama yang memilih jalan diplomasi. Maka untuk mengantisipasi terpilihnya kembali Obama, suatu plot telah disusun. Direncanakan setelah Obama digulingkan, pemeritahan baru yang pro-Israel akan melancarkan operasi-operasi false flag berupa serangan-serangan teroris di dalam negeri, kemudian akan diterapkan UU darurat. Invasi militer pun kembali dilakukan ke Irak untuk menggantikan regim Irak yang pro-Iran dengan regim yang pro-Amerika. Selanjutnya serangan terhadap Iran dengan bantuan negara-negara Arab sekutu Amerika. Pada saat bersamaan Turki dan NATO akan melakukan invasi terhadap Syria sementara Israel menyerang Lebanon dan Palestina. Sementara itu serangan terbatas juga akan dilakukan terhadap Pakistan untuk menetralisir senjata-senjata nuklir Pakistan.
Tentu saja jika skenario ini terjadi, perang dunia tidak akan terelakkan, karena Rusia dan China tentu tidak akan tinggal diam dan menerjunkan kekuatannya membela Iran, Pakistan dan Syria. Jika bukan untuk membela kepentingan sendiri dan sekutu-sekutu strategisnya, setidaknya untuk mencegah mereka berada dalam posisi "terjepit" setelah perang berakhir.
Memang plot ini relatif gagal dengan dipecatnya Jendral Petraeus dan teman-temannya. Namun plot ini telah berhasil menjalankan sebagian misinya, di antaranya pembuhunan dubes Amerika di Libya, Chris Stephens yang oleh seluruh analis inteligen disebut sebagai cara untuk menjatuhkan reputasi Barack Obama sehingga gagal terpilih menjadi presiden dan memberi jalan Mitt Romney untuk memimpin Amerika. Penahanan seorang jendral Amerika di Libya sebagaimana disebutkan pada bagian awal tulisan ini, juga terkait dengan plot ini.
pak cahyono adi. .. saya pembaca setia blog anda, saya ingin berkenalan lebih jauh serta berdiskusi banyak kepada anda.
ReplyDeleteSilakan. via e-mail boleh, ke adizss@yahoo.co.id. Trims atas perhatiannya pada blog ini.
ReplyDelete