Thursday, 3 January 2013

JIKA SAJA SEMUA NEGARA SEPERTI ISLANDIA

Sekitar pertengahan tahun lalu saya terlibat perbincangan  dengan seorang teman yang bekerja sebagai dosen universitas negeri terbesar di Kota Medan. Setelah ngobrol "sana-sini" akhirnya pembicaraan menyinggung ke masalah ekonomi nasional. Teman saya tersebut mengeluhkan kecilnya anggaran pemerintah yang diberikan kepada institusinya mengajar.

"Padahal uang pemerintah banyak ya, Pak?" pancing saya. "Iya, Buktinya yang dikorupsi saja ratusan miliar," jawabnya.

Maka saya mengajaknya untuk memahami persoalan yang dihadapi negeri ini sehingga banyaknya uang yang diterima pemerintah (tahun ini sekitar Rp 1.500 triliun) setiap tahun tidak pernah bisa membuat negeri ini makmur. Jika saja pemerintah mau menerapkan prinsip efisiensi, efektifitas dan produktifitas anggaran, maka Indonesia akan tumbuh menjadi negara yang makmur dan teman saya tidak mengeluhkan anggaran pendidikan yang kurang.

Dengan kebijakan yang memperhatikan tiga prinsip tersebut, APBN akan dicurahkan untuk proyek-proyek yang memberikan nilai tambah bagi perekonomian seperti pembangunan infrastruktur dan pendidikan dengan mengesampingkan pengeluaran yang bersifat konsumtif seperti perjalanan dinas, rehab gedung-gedung pemerintah dan pembelian pesawat kepresidenan, apalagi jamuan kenegaraan dan pembelian baju dinas pejabat. Terlebih-lebih lagi dengan APBN yang efisien, pemerintah tidak akan pernah mem-bailout bank-bank yang kolaps karena sengaja dirampok pemilik dan pengelolanya seperti BLBI dan Bank Century.

Dengan APBN yang efisien, maka pemeritah bisa menghindari hutang yang jika dibiarkan menumpuk dalam jangka akan menghancurkan perekonomian seperti terjadi di Amerika.



"Mengapa pemerintah tidak bisa berfikir sebagai seorang entrepreneur yang memperhatikan produktifitas dan bertindak hemat melainkan lebih suka bersikap boros?" Tanya saya mencoba memancing reaksi teman saya. "Mengapa APBN selalu defisit dan kekurangannya harus dibiayai dengan hutang luar negeri?" tanya saya lagi.

"Tentu pemerintah punyak pertimbangan lain yang bijaksana," jawab teman saya.

Teman saya itu seorang doktor teknik lulusan Amerika, namun "cuci otak" yang diterimanya selama ini melalui media massa oleh pernyataan para pejabat dan pengamat politik, membuatnya tidak bisa berfikir realistis.

Amerika kini tengah mengalami satu masalah apa yang disebut "Jurang Fiscal" atau "Fiscal Cliff", yaitu suatu masalah keuangan negara akibat terlalu besarnya kewajiban hutang yang harus ditanggung. Hutang pemerintah Amerika telah mencapai $15 triliun dengan kewajiban membayar bunga-nya mencapai sekitar setengah triliun dollar (sekitar Rp 5.000 triliun, atau lebih dari 3 x APBN Indonesia).

Tentu hal ini sungguh mencengangkan. Amerika adalah negara paling kaya di dunia dengan pendapatan nasional mencapai belasan triliun dollar, justru bangkrut oleh hutang. Jika pemerintah Amerika selama ini bertindak sedikit "waras" saja, tentu tidak akan seperti itu.

Dengan tindakan yang "waras", pemerintah tidak akan pernah membiarkan hak pencetakan uang diberikan kepada sekelompok bankir swasta yang membentuk satu perusahaan bernama "Federal Reserve", yang mengeruk untung berupa bunga (riba) untuk uang yang dicetak dari tumpukan kertas tak bernilai, yang mempermainkan ekonomi negara sesuka hatinya demi kepentingan pribadi sekelompok orang. Dengan tindakan yang "waras" pemerintah tidak akan pernah menerapkan kebijakan "anggaran defisit" dengan mengalokasikan belanjanya untuk hal-hal yang tidak perlu, seperti anggaran pertahanan yang mencapai $600 miliar padahal secara militer Amerika tidak lagi memiliki lawan seimbang. Dengan tindakan yang "waras" pemerintah tidak akan pernah membail-out sektor perbankan hingga triliunan dollar dengan uang yang berasal dari pinjaman perbankan juga dan cicilan serta bunganya harus ditanggung APBN yang ditanggung seluruh rakyat.

Sayangnya pemerintah Amerika dikendalikan para bankir korup sejak lama. Seandainya saja Amerika seperti Islandia tentu tidak akan mengalami masalah "jurang fiscal".

Islandia yang mengalami krisis keuangan sejak tahun 2007 sebagaimana Amerika tidak memberikan bail-out kepada para bankir korup yang telah merampok uang rakyat, melainkan menjebloskan mereka ke penjara. Mereka juga mencibir uluran bantuan IMF dan Bank Dunia sebagai "pinjaman yang tidak patut". Dan kini rakyat Islandia bahkan tengah merancang konstitusi baru yang diharapkan bisa menghindarkan krisis keuangan dan ekonomi di masa mendatang. Semoga konstitusi itu termasuk menghindarkan para bankir menguasai hak pencetakan uang.



REF:
"Other Countries Bailout Bankers, Iceland Jails Them"; Hiram Crespo; Greenwave; 30 Juni 2012

No comments:

Post a Comment