Bagi "orang-orang pintar" yang melihat wajah Eyang Subur sekarang ini pasti akan berpendapat bahwa "wahyu", "pulung", "peruntungan" atau istilah lainnya, yang selama ini dimilikinya, telah lenyap dan Eyang Subur tinggal bisa menunggu panggilan malaikat maut.
Terbukti gagal membuktikan kesaktian yang digembar-gemborkannya, serta "cap" yang terlanjur melekat di dahinya sebagai seorang jahiliah yang tidak mengerti ajaran agama Islam, dipastikan telah membuat Eyang Subur ditinggalkan murid-murid "potensial"-nya seperti para jendral, komedian dan artis yang selama ini banyak menggelontorkan kocek ke kantognya.
Namun ternyata Eyang Subur yang sudah sekarat itu masih bisa melawan. Istri-istrinya berani menuntut MUI, lembaga yang mewakili seluruh umat Islam di seluruh Indonesia, yang telah "memojokkan" suaminya dengan tuduhan sesat. Seorang tokoh "pembela anak-anak" pun turut mengecam MUI sementara media massa ramai-ramai mengekspos mereka dalam perspektif yang positif. Eyang Subur pun berani menolak panggilan polisi. Ada apa ini semua?
Ketika kasus kesesatan Eyang Subur meledak di media massa, saya sudah menaruh kekhawatiran bahwa kasus ini bakal dijadikan alat oleh para "zionis di balik selimut" untuk memprovokasi umat Islam, dan sampai sejauh ini telah terbukti dengan adanya perlawanan Eyang Subur terhadap MUI. Apa daya seorang Eyang Subur yang sudah ditinggalkan "pulung" untuk melawan lembaga representasi lebih dari 200 juta umat Islam Indonesia, kecuali ada kekuatan besar jahat di belakangnya?
Seperti biasa "alat-alat" yang digunakan untuk memprovokasi umat Islam adalah media massa, aparat birokrasi, dan lembaga-lembaga "pejuang HAM". Namun pada saat ini "alat" itu termasuk juga Presiden RI yang secara provokatif mengadakan kunjungan resmi ke negara pembantai umat Islam, Myanmar.
Saat ini, jika kita jeli melihat, umat Islam tengah mendapatkan "serangan" sporadis dari segala lini. Televisi-televisi swasta menayangkan sinetron-sinetron peleceh Islam. Simbol-simbol penyembahan setan (metal) semakin banyak diacung-acungkan sementara simbol-simbol Islam (jilbab, haji, ulama, kiai, peci dll) direndahkan (sinetron Pesantren dan Rock and Roll menampilkan tokoh utamanya seorang santri "degil" yang selalu memakai peci miring). Sementara secara "kebetulan" orang-orang yang bisa ditafsirkan sebagai representasi orang-orang Islam terkena kasus hukum yang ramai diekspos di depan publik: Ayu Azhari, PKS, keluarga Yuki Setiawan juragan perbudakan Tengerang. Bahkan "sandiwara teroris" ala Densus 88 - TVOne-Metro TV yang sempat terhenti karena sorotan negatif umat Islam pun tiba-tiba mencuat kembali akhir-akhir ini. Bahkan kali ini ditambahkan porsinya dengan adegan tembak-menembak secara live di layar TV..
Saya sudah berulangkali mengingatkan bahwa pemerintahan periode kedua SBY akan banyak diwarnai dengan hal-hal yang "gila". Dan hal-hal "gila" itu sudah banyak terbukti. Bahkan untuk menyempurnakan ke-"gila"-an itu SBY kini tengah merencanakan untuk menaikkan kembali harga BBM, sementara penderitaan rakyat kecil justru semakin banyak terkuak.
Bukannya saya (bloger) seorang ahli nujum. Saya hanya seorang yang berfikir rasional, menganalisa fenomena global dan mengkait-kaitkannya dengan kondisi Indonesia. Yang terjadi di Indonesia hanyalah resultan dari fenomena global dunia yang semakin mendekati akhir jaman.
Sepertinya rakyat Indonesia harus melakukan revolusi
ReplyDelete