Pemerintah Hongaria melakukan tindakan bijaksana namun tegas dengan membakar 500 hektar ladang jagung "termodifikasi secara genetis" (GM, genetically modified). Tindakan ini ditujukan untuk mencegah Hongaria terjerat dalam ketergantungan pangan dan finansial para kapitalis global.
Meski para aktifis lingkungan mengkhawatirkan dampak buruk dari asap yang timbul dari pembakaran besar-besaran itu, namun dengan tindakan tersebut dipastikan akan membebaskan Hongaria dari dampak yang jauh lebih buruk. Mengambil contoh India di mana ribuan petani melakukan bunuh diri setelah terjerat dalam jebakan tanaman kapas GM. Salah satu negara yang melarang tanaman GM adalah Syria yang kini harus menjadi korban konspirasi zionis internasional.
Lajos Bognar, menteri pertanian Hongaria minggu lalu mengumuman bahwa pemerintah telah memerintahkan pembakaran 500 hektar tanaman jagung GM. Sebelumnya pemerintah Hongaria telah menetapkan bahwa penanaman segala jenis tanaman GM sebagai tindakan kejahatan dan selama ini telah membakar ribuan hektar ladang tanaman ini dalam beberapa tahun terakhir. Media-media massa Eropa diam membisu terhadap berita menarik ini sehingga nyaris tidak terdengar kabarnya. Media Brazil berbahasa Portutis "Rede Brasil Atual" adalah media yang pertama kali merilis berita ini.
Saat ini tanaman GM telah dilarang di 27 negara dan 50 negara lainnya mengharuskan pencantuman label "GMO" (genetically modified organism) pada produk-produk tersebut. Di Amerika, dimana perusahaan-perusahaan raksasa penghasil produk-produk GM seperti Monsanto Inc. berasal, produk-produk GM bebas beredar tanpa keharusan mencantumkan label GM. Baru-baru ini bahkan sebanyak 71 senator, atas pengaruh Monsanto dan perusahaan-perusahaan produsen GM lainnya, menolak rancangan undang-undang yang mengijinkan negara-negara bagian untuk membuat aturan sendiri terkait produk-produk GM.
Para senator itu kemudian dikenal sebagai "Monsanto 71", di antaranya adalah Rand Paul dan Ted Cruz, yang berasal dari negara bagian pertanian terbesar Kentucky dan Texas dimana Monsanto berhasil menjerat para petani dalam ketergantungan. Yang mencengangkan adalah bahwa sebagian besar para petani pengguna GM tidak mengetahui dampak buruk produk tersebut karena kampanye massif industri bioteknologi yang mempromosikan produk-produk mereka sebagai produk yang "produktif" yang menjanjikan keuntungan besar. Dalam kenyataannya produk-produk GM tidak hanya mengancam produksi dalam jangka panjang, namun yang lebih membahayakan lagi adalah membuat para petani kehilangan kebebasannya karena tergantung pada produk-produk tersebut.
MONSANTO, DRAKULA KORPORASI GLOBAL
Pembunuhan, pencurian, penipuan dan penindasan adalah kejahatan-kejahatan serius yang sangat dibenci masyarakat dan dilarang keras oleh ajaran-ajaran agama. Namun bagaimana jika semuanya itu dilakukan sekaligus dalam skala yang sangat besar? Mungkin pintu neraka tidak akan cukup besar untuk menerima pendosa yang melakukan hal itu. Sebagaimana pula para pemilik dan direksi Monsanto Inc.
Atas tekanan Bank Dunia dan IMF yang telah membenamkan India dalam jurang hutang, pada tahun 1998 India mengijinkan Monsanto Inc. untuk menjual produk-produknya di India, terutama produk benih kapas GM yang dikenal sebagai Bt Cotton. Inilah awal dari apa yang kemudian dikenal sebagai fenomena "GM Genocide" atau bunuh diri massal para petani India karena produk-produk "genetically modiefied" (modifikasi genetis) Monsanto.
Diperkirakan angka bunuh diri massal petani kapas India akibat Bt Cotton telah mencapai angka seperempat juta jiwa. Pada tahun 2009 saja angkanya sungguh mencengangkan, yaitu mencapai 17.638 jiwa menurut data yang dirilis New York University School of Lawiv. Angka itu berarti satu kematian setiap 1/2 jam. Namun angka yang sebenarnya kemungkinan besar jauh lebih besar lagi karena banyaknya kematian yang tidak dilaporkan.
Motif bunuh diri para petani itu seragam, yaitu melarikan diri dari penderitaan setelah terjerat kemiskinan dan hutang yang tak terbayarkan akibat penggunaan bibit kapas Bt Cotton. Setelah seorang petani kepala keluarga melakukan bunuh diri, biasanya diikuti kemudian oleh anggota keluarga yang ditinggalkan. Cara bunuh diri "favorit" para petani itu adalah dengan menenggak cairan herbisida (pembunuh gulma) merek "Roundup" buatan Monsanto.
Perlu dicatat bahwa angka bunuh diri di kalangan petani adalah yang tertinggi di antara profesi lainnya di seluruh dunia. Di negara maju seperti Inggris pun angka kematian petani akibat bunuh diri mencapai angka 1 orang per-minggu. Namun apa yang terjadi di India sangatlah luar biasa.
India adalah negara petani dimana 60% dari lebih dari 1,1 miliar penduduknya secara langsung maupun tidak langsung tergantung hidupnya pada sektor pertanian. Angka bunuh diri terbesar terjadi di 5 negara bagian atau provinsi yang dikenal dengan julukan "Sabuk Bunuhdiri", yaitu Maharastra, Karnataka, Andhra Pradesh, Madhya Pradesh, dan Chattisgarh. Yang terparah dari kelimanya adalah Maharastra dimana pada tahun 2007 terjadi kasus bunuh diri petani sebanyak 4.238 kasus. Daerah-daerah ini adalah penghasil utama kapas yang merupakan primadona sektor pertanian India dimana bibit kapas Bt Cotton paling banyak digunakan.
Ada beberapa faktor penyebab bunuh diri para petani itu:
1. Berbeda dengan bibit yang telah dikembangkan sendiri oleh petani selama berabad-abad, bibit modifikasi genetis tidak bisa diturunkan sebagai bibit sehingga harus dibeli kembali setiap musim tanam. Biasanya, setelah petani mengalami ketergantungan, bibit baru harus dibeli dengan harga lebih mahal.
2. Bibit modifikasi genetis membutuhkan lebih banyak air dan pupuk. Akibatnya seiring berjalannya waktu, petani dibebani dengan biaya-biaya produksi yang membengkak.
3. Revolusi Hijau yang digalakkan pada tahun 1960-an dan 1970-an yang telah mengubah pola produksi pertanian tradisional ke pola baru yang tergantung pada produk modifikasi genetis dan rentenir.
Pada tahun 1998, di bawah arahan Bank Dunia dan IMF India membuka sektor agribisnisnya bagi serbuan perusahaan-perusahaan agribisnis internasional, memaksa para petani dan perusahaan-perusahaan agribisnis lokal berkompetisi melawan raksasa-raksasa agribisnis internasional seperti Monsanto Inc. yang membanjiri India dengan berbagai produk rekayasa genetis. Namun kemudian diketahui bahwa produk-produk itu menjadi perangkap yang mematikan. Meski awalnya memberikan hasil yang memuaskan, bibit-bibit modifikasi ternyata membutuhkan lebih banyak air dan pupuk. Selain itu bibit modifikasi ternyata tidak bisa diturunkan menjadi bibit baru sehingga para petani mengalami ketergantungan bibit.
Pada tahun 2002 Monsanto muncul dengan produk baru yang diklaimnya sebagai "penyelamat", yaitu Bt cotton. Produk ini dipromosikan secara besar-besaran di India. Selain melibatkan pejabat publik, juga bintang film hingga tokoh-tokoh agama. Monsanto mengklaim bibit kapas tersebut tahan hama dan jauh lebih produktif. Bt cotton mengandung gen bakteria anti bollworm yang merupakan parasit utama biji kapas. Di sisi lain bibit baru ini juga boros air dan pupuk. Kecuali itu bibit baru ini juga mengandung "teknologi pemusnah" yang membuat biji yang dipanen tidak lagi bisa digunakan sebagai bibit untuk musim tanam berikutnya sehingga petani harus membeli bibit baru dari Monsanto.
JEBAKAN HUTANG
Selain membutuhkan air dan pupuk yang lebih tinggi, Bt cotton ternyata juga "menciptakan" hama-hama baru yang memaksa petani menggunakan lebih banyak pestisida hingga 13 kali lebih tinggi dari penggunaan awal. Di sisi lain hasil yang diberikan juga tidak sesuai dengan apa yang digembar-gemborkan. Jika Monsanto mengklaim produknya bisa memberikan hasil 1.500 kg kapas per tahun, yang didapat petani hanya 300 hingga 400 kg per-tahun. Tingginya ongkos produksi dan rendahnya hasil yang diberikan membuat para petani terjerat hutang secara massal.
Media online Perancis, Voltairenet.org mengklaim: "Ketika Monsanto memperkenalkan produk Bt cotton pada tahun 2002, para petani sudah harus menanggung kerugian hingga 1 miliar rupee akibat kegagalan panen. Berbeda dengan janji yang diberikan Monsanto untuk menghasilkan 1.500 kg per-acre, hasil yang diperolah hanya sekitar 200 kg per acre. Dan alih-alih mendapatkan pendapatan 10,000 rupee per acre, para petani justru justru mengalami kerugian 6,400 rupee per acre. Betapa kasihannya para petani itu. Tragedi ini menunjukkan betapa daya tahan para petani miskin tidak sebanding dengan kekuatan monopoli perusahaan-perusahaan global."
Penderitaan para petani kapas India semakin parah dengan anjloknya harga kapas internasional sebagai dampak kebijakan perdagangan global yang didiktekan oleh WTO. Produk-produk bersubsidi dari negara-negara maju membanjiri pasar internasional membuat produk-produk petani miskin yang tak didukung oleh pemerintahnya sendiri tidak mampu bersaing. Jika pada tahun 1994 harga kapas kotor mencapai $1,1 per-pound, pada tahun 2006 harganya merosot menjadi $0,54.
Sebuah studi oleh Research Foundation for Science, Technology and Ecology (RFSTE) menunjukkan bahwa akibat turunnya harga tersebut para petani India mengalami kerugian hingga $26 miliar per-tahunnya.
(BERSAMBUNG TENTANG MONSANTO)
mas yon, saya sudah sejak tahun lalu membaca blog anda. saya sangat mendukung nya. tetapi sesekali kalau bisa ada blog yg bisa membangkitkan rasa nasionalisme rakyat kita. khususnya rakyat bawah. krn pejabat/penjahat pengusaha/penguasa sdh tidak punya rasa nasionalisme sama sekali. coba sekali-kali bangkitkan dengan membuat tulisan seperti REVOLUSI. krn negara kita sudah cukup dengan penderitaan yang sangat panjang.
ReplyDelete