Sunday, 1 September 2013

SISI KE-YAHUDIAN-AN IKHWANUL MUSLIMIN (3)

Gambar: Huma Abedin dan suaminya Senator Weiner.


Apakah Ikhwanul Muslimin yang menginfiltrasi zionis Amerika, atau sebaliknya zionisme Amerika yang menginfiltrasi Ikhwnaul Muslimin, hal itu sangat sulit untuk dibuktikan karena keterpaduan yang begitu kuat antara keduanya. Keterpaduan itu bahkan sampai pada tingkat perkawinan antar tokoh-tokoh kedua kelompok itu.

Ketika setahun yang lalu 5 anggota legislatif Amerika di bawah pimpinan Michelle Bachmann mempertanyakan kinerja lembaga-lembaga pengawas internal pada beberapa departemen di Amerika, terutama kementrian luar negeri karena dugaan adanya "infiltrasi" kelompok Ikhwanul Muslimin, mereka langsung mendapat serangan bertubi-tubi dari para zionis Amerika, dari senator dan mantan capres John McCain hingga organisasi ultra zionis Anti Defamation League (ADL).

Kekhawatiran Bachmann dan kawan-kawan tentu saja sangat beralasan karena keberadaan Huma Abedin sebagai deputi kepala staff kemenlu Amerika yang kala itu dipimpin oleh mantan ibu negara dan senator Hillary Clinton. Huma Abedin adalah putri kandung dari Saleha Abedin, pemimpin gerakan wanita Ikhwanul Muslimin. Namun yang menarik lagi adalah fakta bahwa Huma Abedin merupakan istri dari Anthony Weiner, seorang anggota senat Amerika berdarah yahudi. Ya, mereka berdua merupakan tanda ikatan dari hubungan antara Ikhwnul Muslimin dengan zionisme. Pernikahan Huma Abedindan Anthony Weiner kala itu yang dilakukan secara barat atau bahkan secara yahudi bahkan dihadiri oleh Presiden Bill Clinton.

Keterkaitan keluarga Abedin dalam gerakan Ikhwanul Muslimin tidak pernah diungkap oleh media-media Amerika meski hal itu sudah menjadi pengetahuan luas di kalangan intelektual Arab.

Jaringan Al-Liwa Al-Arabi milik kalangan liberal Mesir yang beroposisi dengan pemeritahan Presiden Mohammad Moersi pernah merilis laporan yang sebagian di antaranya dipublikasikan oleh Al Jazeera, tentang sosok Saleha Abedin dan keanggotaannya dalam organisasi "rahasia" Ikhwanul Muslimin, tepatnya sebagai anggota dewan pemimpin International Women's Organization (IWO), sayap perempuan Ikhwanul Muslimin (Moslem Sisterhood). Kelompok ini terdiri dari 63 orang anggota lintas negara, termasuk istri Mohammad Moersi.

Menurut laporan tersebut salah satu anggota keluarga Abedin bernama Hassan Abedin, yang tidak lain adalah saudara laki-laki Huma Abedin, menjadi pejabat universitas paling berpengaruh di Amerika, Oxford, tepatnya di Oxford Centre for Islamic Studies (OCIS). Di organisasi ini juga duduk beberapa aktifis Ikhwanul Muslimin lainnya seperti Omar Naseef dan Sheikh Yusuf Qaradawi yang duduk dalam Dewan Penyantun. Omar Naseef bahkan menjabat sebagai ketua Dewan Penyantun meski diketahui memiliki hubungan dengan Al Qaida yang ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh Amerika. Satu lagi nama besar yang duduk di Dewan Penyantun OCIS adalah Abdullah Gul, presiden Turki yang juga seorang tokoh Ikwanul Muslimin Turki.

OCIS secara rutin memberikan penghargaan bagi intelektual-intelektual muslim dari seluruh dunia. Salah satunya adalah Sheikh Abd Al-Fattah Abu Gudda yang memiliki hubungan historis dengan pendiri Ikhwanul Muslimin Hasan al-Banna.

Jika selama ini para pengamat "teori konspirasi" mencurigai dominasi yahudi di Oxford University dan universitas-universitas elit Amerika lainnya, perhatian selanjutnya patut diberikan pada Ikhwanul Muslimin. Namun perlu juga ditambahkan bahwa Ikhwanul Muslimin juga terkait dengan gerakan Islam lainnya meski tampaknya keduanya bertentangan, yaitu wahabi-salafi. Gerakan terakhir yang memegang kekuasaan di Qatar dan Saudi serta negara-negara Arab Teluk lainnya secara umum berperan sebagai penyandang dana bagi Ikhwanul Muslimin, sebagaimana halnya OCIS yang didirikan dengan dana dari Arab Saudi. Hal ini pulalah yang menerangkan mengapa Omar Naseef bisa menduduki jabatan penting di OCIS.

Keterkaitan Ikwanul Muslimin dengan gerakan wahabi-salafi dan juga zionis internasional juga ditunjukkan oleh keberadaan Dar El-Hekma College di Jeddah, Saudi. Lembaga ini jelas didanai oleh pemerintahan wahabi Saudi, namun dijalankan oleh orang-orang Ikhwanul Muslimin seperti Saleha Abedin yang merupakan salah seorang pendirinya dan kini masih menjabat sebagai guru besar. Tokoh Moslem Sisterhood lainnya yang duduk sebagai pejabat Dar El-Hekma College adalah Suheir Qureshi. Keduanya, Suheir dan Saleha, begitu menyanjung-nyanjung menlu Amerika dan mantan ibu negara Hillary Clinton, saat yang terakhir ini berkunjung ke sana bulan Februari 2010. Sanjungan tidak kalah "besar" diberikan Hillary kepada keduanya, juga kepada Huma Abedin, sekretaris pribadinya yang juga putri kandung Saleha Abedin dan istri seorang senator yahudi Amerika.

Saudara kandung Huma Abedin, Hassan Abedin, diketahui juga bekerja untuk Pangeran Alwaleed bin Talal menjalankan program “menyebarkan Islam ke dunia barat". Adapun Omar Naseef adalah orang yang berhasil meyakinkan keluarga Abedin untuk pindah ke Saudi tahun 1977, tahun yang sama didirikannya Moslim Sisterhood. Saleha sendiri juga mengajar di King Abdul Aziz University, Saudi.

"Perselingkuhan" zionisme dengan Ikhwanul Muslimin juga ditunjukkan oleh hubungan dekat keluarga Clinton dengan tokoh Ikhwanul Muslimin Turki, Fethullah Gulen. Ketika Gulen menjadi buron pemerintahan sekular Turki tahun 2000, Presiden Bill Clinton langsung menampungnya di Amerika. Dengan koneksi zionis Amerika pula Gulen berhasil membangun jaringan lembaga dan yayasan pendidikan terbesar di Amerika.

Adapun Hillary Clinton, ketika masih menjabat menlu Amerika tahun 2009 mengijinkan Tariq Ramadan masuk ke Amerika. Ramadan adalah cucu pendiri Ikhwanul Muslimin Hasan al-Banna, yang diduga kuat memiliki hubungan dengan kelompok-kelompok teroris.


No comments:

Post a Comment