Tuesday, 8 October 2013

IN MEMORIAM PERANG YOM KIPPUR

Perang Yom Kippur yang terjadi tgl 6 Oktober sampai 25 Oktober 1973 merupakan salah satu peristiwa paling bersejarah di antara 3 negara yang paling terlibat di dalamnya, yaitu Syria, Mesir dan Israel. Namun di antara ketiganya terdapat cara yang berbeda dalam peringatannya.

Di Mesir peringatan itu didominasi bentrokan berdarah antara pendukung Ikhwanul Muslimin dengan aparat keamanan dan massa anti-Ikwanul Muslimin yang menewaskan lebih dari 50 orang, merupakan pengulangan aksi-aksi demonstrasi berujung pembantaian oleh aparat keamanan yang dilakukan massa Ikwanul Muslimin sejak bulan Juli lalu. Di Syria peringatan dilakukan dalam berbagai bentuk seperti pameran seni, pertunjukan-pertunjukan, pemutaran film, konser, pawai hingga upacara bendera yang diadakan di puncak pegunungan Qasioun di dekat Damaskus yang dihadiri para pejabat tinggi Syria.

Bagi bangsa-bangsa Arab, perang tersebut membuktikan bahwa mereka sanggup mengalahkan Israel yang sebelumnya dianggap sebagai kekuatan yang tidak bisa dikalahkan. Sebaliknya bagi bangsa Israel, perang tersebut meruntuhkan kesombongan mereka sebagai kekuatan militer yang tidak terkalahkan oleh tetangga-tetangga sekaligus musuhnya orang-orang Arab.

Secara umum perang tersebut digambarkan sebagai upaya bersama Mesir dan Syria untuk merebut kembali wilayah mereka yang diduduki Israel sejak Perang 6 Hari tahun 1967. Mesir dan Syria awalnya berhasil mencapai tujuan mereka dengan mengusir Israel dari wilayah yang diduduki, yaitu Sinai (Mesir) dan Golan (Syria), namun akhirnya Israel berhasil menduduki kembali wilayah-wilayah tersebut. Namun ada banyak hal yang tidak ditulis dalam buku-buku sejarah dan dibahas oleh media-media massa umumnya, yaitu pengkhianatan pemimpin Mesir Anwar Sadat terhadap Syria (selengkapnya silakan lihat di sini http://cahyono-adi.blogspot.com/2012/09/sadat-khianati-syria-dalam-perang-yom.html), serta bantuan tanpa batas Amerika terhadap Israel, termasuk mengirim pesawat-pesawat tempur beserta pilotnya yang disamarkan hingga bantuan informasi inteligen dengan menggunakan peralatan paling canggih saat itu seperti pesawat pengintai SR-71 Blackbird. Dan satu lagi informasi penting namun luput dari perhatian publik, yaitu nyarisnya Israel menggunakan bom nuklir untuk menghentikan laju pasukan Syria dan Mesir.

Setelah perang itu, Mesir dan Syria yang sebelumnya adalah sekutu dekat hingga pernah menyatukan diri dalam satu negara, memilih jalan berbeda dalam hubungan mereka dengan Israel. Mesir memilih berdamai dengan Israel dengan imbalan mendapatkan kembali Sinai meski dengan kedaulatan yang tidak lagi utuh karena Israel juga diberi kewenangan campur tangan di wilayah itu. Imbalan lainnya adalah bantuan militer senilai miliaran dolar setiap tahun oleh Amerika. Sebaliknya Syria tetap memilih jalan perang, hingga sekarang. Pada tahun 1982, sekali lagi Syria terlibat perang terbuka melawan Israel saat membantu tetangga Arab-nya, Lebanon, yang diserang Israel. Namun kala itu Syria tidak lagi bersekutu dengan negara-negara Arab lainnya memerangi Israel, melainkan dengan Iran.

Pada perang itu Presiden Mesir Anwar Sadat dan Presiden Syria Hafez al Assad memiliki motif yang berbeda. Sadat hanya tidak ingin dipandang sebagai pemimpin "impoten" yang tidak berani melawan Israel dan mengembalikan Sinai yang diduduki Israel. Sementara Hafez benar-benar serius untuk mengalahkan Israel dan merebut kembali Golan.

Secara diam-diam Sadat bersepakat dengan PM Israel Golda Meier untuk membiarkan tentara Mesir merebut Sinai dan memberi kesempatan Israel mengkonsentrasikan kekuatannya menghadapi Syria. Hal ini dipenuhi Sadat dengan memerintahkan tentaranya berhenti dan duduk-duduk di Sinai, dan bukannya melanjutkan serangannya ke jantung Israel. Yang lebih parah lagi, Tentara Ke-III yang ditugaskan menyerang Sinai tidak didukung oleh kekuatan pasukan lainnya untuk menjaga jalur suplai. Akibatnya ketika tentara Israel menyerang balik, satuan itu terkepung sendirian, dan Mesir pun akhirnya setuju untuk gencatan senjata. Akibatnya Syria harus menanggung beban perang yang lebih berat lagi. Bertempur relatif sendirian menghadapi gabungan kekuatan Israel dan Amerika (dukungan kekuatan negara-negara Arab tidak cukup signifikan), Syria pun akhirnya mundur kembali dari Golan yang sempat direbutnya dari Israel. Dalam perang itu Syria harus kehilangan 6.000 tentaranya.

Dalam perang tersebut Israel yang kehilangan hampir 3.000 tentaranya memang berhasil membalikkan kemenangan Mesir dan Syria di awal perang menjadi kemenangan mereka di akhir perang. Namun predikat "kekuatan tak terkalahkan" yang disandang Israel berhasil diruntuhkan. Dan hal itu bertambah kuat setelah Hizbollah dan kelompok "Perlawanan" Lebanon berhasil mengusir Israel dari Lebanon tahun 2000 dan sekali lagi tahun 2006.

Sejak saat itu Israel tidak lagi memiliki kepercayaan diri untuk menyerang negara-negara tetangganya kecuali ada jaminan perlindungan dari Amerika.


 
REF:
"War Self-Delusion"; FRANKLIN LAMB; Veterans Today; 4 Oktober 2013

No comments:

Post a Comment