Pada tahun 1940-an dunia menyaksikan perang laut terbesar sepanjang sejarah manusia antara angkatan laut Jepang melawan Amerika dan sekutu-sekutunya. Perang laut itu kemudian dicatat dalam sejarah sebagai Perang Pasifik.
Sekedar penggambaran hebatnya perang itu bisa dilihat dari ukuran-ukuran kapal yang terlibat dan diameter meriamnya. Kala itu Jepang memiliki 2 kapal tempur utama (battleship) terbesar di dunia, "Yamato" dan "Musashi", yang berbobot 70.000 ton dengan diameter meriamnya mencapai 18 inchi. Bobot sebesar itu masih lebih besar daripada bobot sebagian besar kapal induk modern. Namun sebaliknya Amerika memiliki jumlah kapal perang yang lebih banyak. Perang ini menjadi pengubah paradigma perang laut modern dimana negara-negara superpower tidak lagi mengandalkan kapal tempur, melainkan kapal induk (carrier).
Apakah Perang Pasifik akan kembali terulang?
Pertanyaan menarik ini kembali mengemuka di kalangan pengamat militer dan ahli sejarah, terutama setelah munculnya ketegangan antara Amerika dan Cina terkait dengan penetapan wilayah pertahanan udara Cina yang baru yang ditolak Amerika. Menyusul pengumuman wilayah pertahanan udara itu telah terjadi beberapa kali perselisihan wilayah antara Cina dengan Amerika dan sekutu-sekutunya di Asia Timur: Jepang dan Korea. Perselisihan terbaru bahkan hampir mengakibatkan sebuah kapal perang Amerika bertabrakan dengan kapal perang Cina.
Keseriusan konflik Amerika-Cina yang bisa memicu Perang Pasifik II ini terlihat dari langkah Cina mengirimkan satu-satunya kapal induknya ke Laut Cina Selatan, akhir November lalu. Langkah Cina ini menyusul pelanggaran wilayah pertahanan udara Cina oleh pesawat-pesawat pembom Amerika selang 2 hari setelah pengumuman wilayah pertahanan udara tersebut.
Kapal induk Cina bernama "Liaoning" ini meninggalkan pelabuhan Qingdao tgl 26 November lalu dengan dikawal oleh 2 kapal destroyer peluru kendali "Shenyang" dan "Shijiazhuang", serta 2 frigat peluru kendali "Yantai" dan "Weifang". Menurut media-media Cina ini merupakan misi latihan lintas laut, untuk tidak menyebutnya sebagai misi tempur, yang pertama kalinya bagi "Liaoning".
Cina mengumumkan wilayah baru pertahanan udaranya pada tgl 23 November. 2 hari kemudian 2 pesawat pembom strategis B-52 Amerika terbang di atas wilayah kepulauan yang menjadi sengketa antara Cina dengan Jepang, yang termasuk ke dalam wilayah pertahanan udara Cina.
Amerika sendiri secara tegas menolak klaim wilayah udara Cina tersebut. Melu Amerika John Kerry menyebut langkah Cina tersebut sebagai "tindakan mengeskalasi ketegangan di kawasan dan menciptkan risiko terjadinya insiden."
Cina mengingatkan militernya akan mengambil langkah "langkah pertahanan darurat untuk merespons pesawat-pesawat asing yang tidak bekerjasama dengan memberikan identifikasi dan menolak instruksi yang diberikan."
Tentang 2 pesawat B-52 yang terang-terangan melanggar peringatan tersebut, kemenhan Cina mengatakan bahwa pihaknya telah memonitor kedua pesawat tersebut meski tidak melakukan tindakan apapun.
"Militer Cina memonitor seluruh proses yang terjadi, melakukan identifikasi pada saat yang tepat dan memastikan tipe pesawat Amerika itu. Cina memiliki kemampuan melakukan kontrol yang efektif atas wilayah kami," kata jubir kemenhan Cina Geng Yansheng perihal insiden pesawat B-52.
Menurut Tang Siew Mun dari ISIS (Institute of Strategic and International Studies) kemungkinan Cina menganggap wilayah Laut Cina Selatan lebih penting untuk dijaga daripada Laut Cina Timur, sehingga harus mengirimkan kapal induknya ke sana.
Kapal induk "Liaoning" merupakan kapal bekas milik Rusia "Varyag" yang dihentikan operasinya setelah tumbangnya regim Uni Sovyet. Sempat nyaris dibesi-tuakan atau dijadikan hotel terapung, oleh Cina kapal ini direvitalisasi kembali dan siap beroperasi kembali sebagai kapal perang.
Meski tengah membangun sendiri beberapa kapal induk baru, Cina lebih mengandalkan kekuatan rudal-rudal balistik anti-kapal Dong Feng untuk menetralisir keunggulan laut Amerika. Memiliki daya jangkau hingga 1.000 km dari lepas pantai dan dengan kecepatan serta keakuratan yang tinggi, Dong Feng merupakan satu-satunya senjata rudal balistik anti-kapal di dunia selain versi Iran yang lebih kecil "Khalij Fars".
REF:
"US, China flexing muscles in Pacific"; Russia Today; 27 November 2013
Semoga amerika tidak lagi menjadi negara super power di dunia setelah runtuhnya uni sovyet..
ReplyDeletesemoga peperangan antara cina dan amerika akn terjdi.kt jd penonton.!
ReplyDelete