Indonesian Free Press -- Tidak sia-sia pengorbanan beberapa personil militer Rusia dalam pertempuran di kota Palmyra, Suriah, setelah pasukan Suriah dan milisi-milisi pendukungnya serta dukungan angkatan udara Rusia, berhasil merebut kota strategis dan simbolis Palmyra, Minggu kemarin (27 Maret).
"Setelah pertempuran sengit sepanjang malam, pasukan Suriah kini menguasai penuh kota kuno Palmyra," kata seorang pejabat militer Suriah kepada kantor berita AFP, setelah sebelumnya kantor berita Suriah SANA mengumumkan keberhasilan perebutan kota tersebut.
Pasukan Suriah dan milisi-milisi pendukung, termasuk milisi 'Elang Gurun', kini tengah mengejar pemberontak teroris yang melarikan diri ke Raqqa, Deir Ez-Zor dan Sukhnah. Ratusan pemberontak teroris tewas selama operasi pembebasan kota Palmyra.
Operasi pembebasan Palmyra digelar sejak hari Kamis, dan kini pasukan penjinak bom tengah bekerja keras untuk membersihkan kota tersebut dari bom-bom perangkap dan ranjau yang ditinggalkan pemberontak.
Palmyra yang berada 210 kilometer dari Damascus, dianggap sebagai kota kunci untuk memasuki wilayah Raqqa di timur Suriah, yang menjadi ibukota para pemberontak. Selain menjadi pemukiman ribuan penduduk, mayoritas warga Kristen, kota ini menyimpan situs-situs agama Kristen penting, yang ditetapkan sebagai Warisan Dunia oleh Unesco.
Kota ini dikuasai pemberontak sejak Mei 2015 setelah berkali-kali berpindah kekuasaan dengan pasukan pemerintah. Para pemberontak teroris telah menghancurkan sebagian besar bangunan-bangunan bersejarah di kota ini. Pemberontak juga menggunakan 'amphitheatre' kuno di kota itu untuk melakukan pembunuhan massal.
Unesco menyebut tindakan tersebut sebagai kejahatan perang dan pelakunya harus diseret ke Pengadilan Internasional.
Keberhasilan merebut Palmyra menjadi kemenangan strategis dan moral bagi Presiden Suriah Bashar al-Assad dan Presiden Rusia Vladimir Putin. Khusus Putin, ini kini menjadi pahlawan di mata orang-orang Kristen di seluruh dunia atas keberhasilan itu. Sedangkan bagi pasukan Assad, keberhasilan ini memberikan pijakan kuat atas wilayah timur Suriah hingga perbatasan Irak yang berpadang pasir dan jarang penduduknya. Hal ini meninggalkan pemberontak hanya dua pijakan terakhir, yaitu Deir Ez-Zor dan Raqqa.
Menurut laporan Syrian Observatory for Human Rights, pemberontak kehilangan setidaknya 400 anggotanya selama pertempuran pembebasan Palmyra.
"Ini adalah kekalahan terbesar yang dialami ISIS dalam satu pertempuran sejak kelompok ini dibentuk tahun 2013," kata Direktur Observatory Rami Abdel Rahman, seperti dikutip Sputnik News.
Menurutnya kekalahan tersebut seimbang dengan kekalahan ISIS di kota Kobane tahun lalu.
Rusia terlibat intensif dalam pertempuran di Palmyra. Pesawat-pesawat pembom Rusia melakukan 40 serangan hanya dalam sehari, menargetkan 158 sasaran pemberontak. Untuk mengefektifkan serangan, Rusia bahkan mengerahkan pasukan khususnya yang bertugas mengarahkan serangan udara ke posisi yang tepat. Dalam operasi itu Rusia kehilangan seorang personil pasukan khusus, meski ISIS mengklaim berhasil menewaskan 5 orang personil.
Menegaskan dukungan Rusia bagi perebutan kota Palmyra, beberapa waktu lalu President Vladimir Putin menyebut kota ini sebagai 'mutiara peradaban manusia'.
"Pasukan Suriah berhasil meraih kepercayaan diri dan moral, dan akan mempersiapkan pertempuran selanjutnya di Raqa,” kata seorang pejabat militer Suriah kepada Sputnik News.(ca)
Luar biasa, selamat utk spetnaz & vdv, selamat bagi SAA & AU Russia. Tnggl slngkah lg menuju Raqqa..
ReplyDeleteKasamago.com | YaKena.com