Thursday, 10 March 2016

HARIMAU PEMANGSA DARI CHAMPAWAT

Indonesian Free Press -- “PEMANGSA Manusia dari Champawat” (Maneater of Champawat), begitu julukan resmi yang diberikan pemerintah kolonial Inggris di India atas seekor harimau betina yang selama bertahun-tahun menteror warga di sekitar Distrik Champawat, Divisi Kumaon, Negara Bagian Uttarakhand, di dekat perbatasan Nepal.

Sebelumnya, sejak pergantian abad 19 ke abad 20, binatang ini telah menimbulkan keresahan hebat di Nepal dengan memangsa lebih dari 200 orang penduduk sehingga memaksa pemerintah negara itu mengerahkan satu pasukan besar untuk memburunya. Namun bagaimana pun pasukan besar itu gagal membunuh atau menangkap binatang ini, meski pada akhirnya berhasil mengusir binatang ini menyeberang perbatasan ke India. Sejak saat itu giliran warga India di dekat perbatasan yang menjadi korban teror binatang ini. Dan selama berada di India, ia memangsa 236 orang lagi, menjadikannya binatang pembunuh manusia paling menakutkan yang pernah ada di dunia.

Pemerintah kolonial Inggris telah melakukan berbagai cara untuk membunuh binatang ini, termasuk mengirimkan tentara-tentara Gurkha dan shikari-shikari (pemburu binatang buas) terbaik. Hadiah menarik pun ditawarkan bagi siapapun yang bisa membunuh atau menangkap binatang ini. Namun semuanya gagal menghentikan terror yang ditimbulkan oleh binatang ini. Petualangan binatang ini baru berakhir tahun 1907, ketika pemburu legendaries Jim Corbett, dengan bantuan warga Champawat dan setelah melalui perburuan berminggu-minggu yang melelahkan fisik dan mental, menembaknya mati, sehari setelah harimau itu memangsa korbannya yang terakhir.

Jim memutuskan untuk memburu binatang ini setelah menerima permintaan langsung dari sahabatnya yang menjadi pejabat di kota Nainital di negara bagian Uttarakhand, tempat tinggal Jim. Sahabat itu menceritakan penderitaan warga dan kepanikan para pajabat setempat akibat ulah binatang itu. Jim pun mengajukan dua syarat sebelum menerima permintaan itu, pertama pencabutan hadiah yang ditawarkan bagi penangkap binatang itu dan kedua penarikan shikari-shikari dan pasukan Gurkha. Kedua alasan tersebut untuk menghindari  persaingan dengan para pemburu yang bisa berujung fatal bagi diri Jim.

Kemudian, setelah menerima kabar serangan terakhir, Jim pun berangkat ke Champawat bersama 6 orang pembantu.
 
Kabar tentang serangan terakhir ini diberitakan pertama kali oleh seorang warga yang berlari dari desanya untuk mengabarkan bahwa seorang wanita penduduk Dusun Pali, yang terletak antara Dabidhura dan Dhunaghat, tewas dimangsa harimau pemangsa. Lima hari setelah serangan dan setelah berjalan kaki selama dua hari satu malam, Jim dan rombongan pun tiba di Pali. Saat itu kondisi warga dusun yang berjumlah sekitar 50 orang termasuk wanita dan anak-anak itu sangat memprihatinkan. Sejak serangan itu warga tidak berani keluar rumah bahkan untuk mencari nafkah, atau buang hajat di sungai terdekat. Jika situasi tidak berubah, warga bisa kelaparan dan terjangkit penyakit mematikan. Sementara harimau masih terus mengintai di sekeliling dusun, yang kebeadaannya diketahui dari bunyi auman yang menggetarkan warga.

Hanya setelah kedatangan Jim dan rombongannya, menyalakan api unggun dan memasak air untuk minuman teh hangat, satu demi satu pintu rumah terbuka dan warga pun berani keluar rumah. Kepala dusun menyediakan satu ruangan untuk Jim dan rombongannya. Namun karena terlalu sempit untuk tujuh orang, dan ruangan itu tidak berpintu, Jim memutuskan untuk tidur di luar.

Setelah makan malam, para pembantu Jim langsung masuk ke ruangan, sementara Jim mengambil posisi di pinggir jalan dengan punggung menempel sebatang pohon besar untuk menghindari serangan dari arah belakang. Warga dusun mengatakan bahwa harimau pemangsa sering berjalan di sepanjang jalan desa. Dengan bulan purnama yang bersinar terang, Jim berharap bisa melakukan tembakan jitu jika binatang itu melintasi jalan itu. Jim juga bisa mengandalkan penghuni hutan yang mengelilingi dusun untuk mendeteksi kedatangan harimau sebelum binatang itu mendekati dusun. Namun, bahkan seorang pemburu binatang buas seperti Jim tetap dilanda ketakutan, bahwa dalam kesadarannya yang menurun karena kantuk sehingga tidak mendengar teriakan-teriakan binatang hutan, binatang yang sangat ditakuti itu datang untuk melakukan serangan dadakan yang mematikan. Beruntung malam itu berakhir tanpa insiden apapun.

Kemudian, setelah beberapa hari melakukan pengamatan dan penyelidikan, terutama untuk mengetahui sifat-sifat fisik dan kharakter harimau berdasar jejak-jejak kaki yang ditinggalkan, serta memulihkan kondisi fisik warga Dusun Pali dengan membantu mereka memanen tanaman pangan yang nyaris tidak tersentuh dan memberikan mereka cadangan protein berupa daging kambing gunung yang di-tembaknya, Jim dan rombongan bertolak ke Champawat.

Pertimbangannya adalah karena harimau dipastikan telah berpindah tempat, dipastikan dengan tidak adanya lagi suara aumannya di kejauhan. Sementara Champawat dipilih sebagai basis perburuan berikutnya karena di sekitar desa inilah harimau pemangsa manusia itu sering terlihat. Dalam perjalanan sejauh 15 mil dari Pali, Jim dan rombongan berhenti di Dusun Dhunaghat dimana rombongan Jim mendapat tambahan 22 orang warga dusun yang hendak bepergian ke Champawat. Berjalan kaki bersama seorang pemburu yang menyandang senapan tentu membuat mereka jauh lebih aman, dan itulah alasan mereka untuk turut dalam rombonga Jim.

Bagi penduduk di ribuan dusun di India saat itu, terlebih yang berada di pelosok sekitar kaki Pegunungan Himalaya, transportasi adalah hal yang sangat mahal. Antara dusun satu dan lainnya hanya dihubungkan dengan jalan setapak yang curam, terjal dan berliku-liku dan dengan jarak yang bisa mencapai belasan hingga puluhan kilometer. Listrik tentu belum ada dan satu-satunya penerangan yang dikenal warga adalah lampu minyak atau obor kayu pinus kering. Sedangkan untuk berkomunikasi antar dusun, warga biasa menggunakan cara “teriakan” atau disebut juga dengan cara cooeei. Seorang warga akan berdiri di tempat paling strategis dan berteriak memanggil warga dusun-dusun sekeliling. Setelah mendapat balasan, ia pun memberitakan informasi yang dimaksud. Penduduk dusun sekitar yang mendengar informasi itu meneruskannya ke dusun lainnya lagi dengan cara yang sama. Selanjutnya saling sambung menyambung dan berita pun tersebar luas dengan cepat.

Sebuah dusun di India saat itu bisa dihuni oleh ratusan orang dengan puluhan rumah, namun juga bisa hanya berisi kurang dari 10 orang yang tinggal di dalam dua rumah saja. Di sisi lain hutan lebat memisahkan satu dusun dengan dusun lainnya, tidak mengherankan jika harimau Champawat bisa membunuh 246 orang dalam waktu empat tahun, atau enam hari sekali, tanpa bisa dihentikan.

Selain itu hal lain yang menambah banyak terjadinya serangan binatang pemangsa di India adalah kesadaran masyarakat saat itu yang masih sangat rendah tentang perlunya rumah memiliki ventilasi untuk menjaga kesegaran udara. Pada saat-saat tertentu dalam cuaca yang ekstrem, suhu udara di dalam rumah yang tidak berventilasi memaksa orang-orang di dalamnya untuk membuka pintu dan jendela. Pada saat itulah binatang pemangsa masuk dan menyerang orang-orang di dalam rumah, baik secara diam-diam seperti biasa dilakukan macan tutul dan srigala, atau secara terang-terangan seperti dilakukan harimau

Dalam perjalanan antara Dhunaghat dan Champawat, Jim Corbett mendapatkan cerita tragis yang dialami oleh warga dua bulan berselang. Dan hal itu pulalah yang menyebabkan mengapa mereka sangat bersemangat untuk turut bersama rom¬bongan Jim demi menunaikan urusannya di Champawat.

Saat itu di jalan setapak yang sama, sebanyak 20 orang laki-laki dusun Dhunaghat dikejutkan oleh teriakan seorang wanita di kejauhan. Setiap detik suara teriakan itu semakin dekat dan tidak lama kemudian muncullah pemandangan yang tidak bisa dilupakan orang-orang itu seumur hidup. Dari jarak dekat, seekor harimau besar melintasi jalan dengan menyeret wanita yang berlumuran darah. Dengan tangan kecilnya wanita itu berusaha melepaskan diri dengan memukuli tubuh binatang buas itu, namun tentu saja hal itu tidak berarti apapun bagi harimau. Sementara ke-20 laki-laki itu hanya bisa melongo melihat kejadian tragis itu hingga harimau menghilang di balik bukit dan bunyi teriakan wanita itu berhenti.

Ketika Jim bertanya mengapa ke-20 orang laki-laki itu tidak bertindak apapun, mereka menjawab bahwa mereka terlalu takut untuk menanggung risiko menjadi korban serangan harimau, sementara wanita korban serangan itu tidak mungkin bisa diselamatkan lagi akibat luka-luka yang dialaminya.

Sesampainya di Champawat, Jim disarankan oleh tahsildar (petugas pemungut pajak) setempat untuk pindah ke sebuah bungalow hutan tempat dimana harimau sering terlihat yang terletak beberapa mil dari Champawat. Keesokana harinya ketika Jim sudah berada di bungalow yang dimaksud, seorang laki-laki dari dusun terdekat berlari menuju ke arahnya. Berita kedatangan seorang shikari yang membawa harapan berakhirnya teror  harimau ke tempat itu rupanya sudah diketahui warga sekitar. Sampai di hadapan Jim, laki-laki itu memberitahukan bahwa seorang wanita di dusunnya telah menjadi korban serangan harimau pemangsa.

Bergegas Jim pun mengikuti orang itu menuju ke dusunnya. Sesampai di dusun itu Jim menemukan bahwa korban terakhir adalah gadis remaja 17 tahun. Ia diserang harimau pemangsa ketika tengah mengumpulkan kayu kering di pinggir dusun bersama 10 orang lainnya.

Menginstruksikan warga untuk tetap tinggal di dusun, kemudian berlari menuju lokasi serangan yang ditunjukkan warga, Jim pun memulai perburuan pertamanya atas binatang buas yang mendapat julukan warga setempat sebagai “iblis” itu.

Perlu digaris-bawahi di sini bahwa Jim Corbett melakukan perburuannya seorang diri dengan berjalan kaki, hal mana sangat jarang dilakukan oleh seorang shikari karena risikonya terlalu besar untuk ditanggung. Terlebih bila yang diburu adalah seekor harimau pemangsa manusia yang telah memangsa ratusan orang seperti Harimau Champawat.

Tentang hal ini pemburu dan naturalis James Forsyth yang telah menembak mati harimau pemangsa manusia Distrik Betul, menulis dalam bukunya: “Seorang pemburu yang berjalan kaki tidak memiliki kesempatan untuk bertahan melawan harimau pembunuh di tengah hutan. Ia tidak bisa melihat satu meter di depannya, dan ia senantiasa didera ketakutan mahluk brutal yang bisa menyembunyikan diri sepenuhnya, dan bisa bergerak menembus semak-semak tanpa menimbulkan suara sedikit pun.” 

Itulah sebabnya Forsyth dan kebanyakan pemburu harimau menghindarkan diri dari cara berburu yang dilakukan Jim Corbett ini. Mereka memilih cara lebih aman dengan berburu di atas gajah, atau mengintai di atas machan, atau panggung kecil di atas pohon.

Tempat terjadinya serangan ditandai oleh genangan darah yang masih basah dan seuntai kalung putus yang sebelumnya dikenakan gadis malang itu. Dari sini, jalur perburuan menuju tanah yang meninggi melingkari sebuah bukit. Ceceran darah segar dan potongan-potongan pakaian gadis itu menjadi petunjuk yang jelas atas arah pergerakan binatang itu. Pada satu tempat, ketika Jim berhenti sebentar untuk melakukan pengamatan, ia mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Menoleh ke belakang, Jim melihat seorang laki-laki menjinjing senapan mengikuti dirinya.

Kepada Jim laki-laki itu mengaku telah diperintahkan oleh tahsildar untuk membantu Jim, dan ia tidak bisa menolak perintah itu.
Tidak ingin bertengkar, meski marah karena instruksinya tidak diindahkan, dan juga tidak ingin kehilangan waktu yang berharga, Jim hanya bisa meminta orang itu untuk mengikutinya diam-diam sambil memperhatikan arah belakang, karena memburu seekor harimau pemangsa menanggung risiko besar untuk mendapatkan serangan dadakan dari arah belakang.

Melintasi semak-semak, bukit dan lembah, jalur yang dilalui kemudian melalui aliran sungai kecil yang sempit dan curam hingga sejauh 500 meter. Selama itu orang yang menemani Jim itu tampak ketakutan, berulangkali membisikkan kepada Jim bahwa ia mendengar suara harimau di sebelah kiri, kanan dan belakang. Menyadari orang itu bisa menggagalkan perburuan, Jim menyuruhnya untuk naik ke puncak bukit batu kecil setinggi 10 meter dan mengawasi situasi hingga Jim kembali.

Setelah berjalan beberapa ratus meter lagi, di pinggir kolam kecil di persimpangan sungai kecil, Jim menemukan ceceran darah, potongan-potongan daging dan tulang. Di sini binatang itu sempat menikmati buruannya sebelum berlari lagi menyeret sisa buruannya setelah mengetahui keberadaan Jim yang mengikutinya. Di beberapa tempat, dari jejak kaki yang ditemukan, Jim mengetahui beberapa kali binatang itu melepaskan mangsanya untuk mengamati pengejaran yang dilakukan Jim terhadapnya. Di beberapa tempat lainnya Jim mengetahui binatang itu berhenti sejenak untuk menikmati buruannya sebelum kembali berlari menyeret mangsanya itu. Namun dari ceceran darah dan yang ditinggalkan, Jim mengetahui bahwa jaraknya dengan binatang itu semakin dekat. Hingga pada satu saat ia mulai mendengar suara eraman binatang itu mencoba mengintimidasi pengejarnya.

Sementara itu jalur buruan menjadi semakin sulit berupa batu-batuan besar yang di sela-selanya ditumbuhi tumbuh-tumbuhan merambat. Terperosok di antara celah batu itu bisa berakibat cedera dan menjadikannya sebagai sasaran empuk binatang buas itu. Namun, seiring kekhawatiran Jim akan mendapat serangan dadakan pada situasi yang sulit setelah binatang itu tidak bisa lagi mentolerir gangguan yang dilakukan Jim terhadapnya, harapan Jim untuk bisa mengakhiri teror yang telah ditimbulkan harimau itu justru semakin besar. Jika binatang itu menyerangnya, maka Jim akan mendapatkan kesempatan yang sudah lama dinanti-nantikan oleh semua shikari untuk menembakkan senapannya dengan tepat ke arah binatang pemangsa itu.

Jim berfikir, mungkin inilah perburuan terdekat yang pernah dilakukan semua shikari terhadap binatang tersebut sebelum memangsa korbannya yang ke-436. Namun setelah menyadari hari telah mendekati senja, Jim memutuskan untuk menghentikan perburuannya. Di dekat kolam kecil ditemukannya bagian-bagian tubuh gadis malang itu, Jim sempat menggali lubang untuk menyembunyikan potongan kaki gadis malang itu, dengan harapan, jika diperlukan bagian tubuh itu bisa digunakan dalam upacara kremasi bagi arwah gadis itu agar bisa tenang di alam baka.

Selanjutnya, sepanjang perjalanan pulang ke bungalow, Jim berfikir keras untuk menghadapi perburuan selanjutnya esok hari. Dipastikan harimau akan menghabiskan sisa buruannya dan esok hari ia akan bermalas-malasan di atas bebatuan. Di sisi lain Jim juga menyadari bahwa harimau kini lebih waspada, lebih menguasai medan dan memiliki keunggulan fisik dibanding shikari paling baik sekalipun, dan ia lebih mudah meninggalkan tempat itu setelah beban yang dibawanya sudah tidak ada lagi. Jika tidak segera bertindak, Jim akan kehilangan buruannya dan harus memulai lagi perburuannya dari awal dengan menunggu kabar serangan berikutnya. Maka Jim memutuskan untuk menggunakan cara “penggiringan”.

Dengan cara ini sejumlah besar orang, tergantung luas area perburuan, dengan menggunakan berbagai bunyi-bunyian dan teriakan-teriakan, akan menggiring buruan ke tempat tertentu dimana shikari telah menunggu untuk menembaknya. Masalahnya adalah apakah bisa mengumpulkan sejumlah besar orang dalam waktu yang sempit. Hari sudah senja dan setelah esok hari binatang itu sudah pergi ke tempat lain yang tidak diketahui. Untunglah Tahsildar Champawat adalah orang yang dihormati dan dipatuhi warga, selain oleh antusiasme warga yang tinggi untuk segera menghentikan teror yang mereka alami.

Keesokan harinya tahsildar berhasil mengumpulkan ham¬pir 300 orang dengan semua perlengkapan yang dibutuhkan. Tidak hanya itu, ia juga menyediakan peluru gratis bagi senapan-senapan ilegal yang bisa dibawa warga untuk menggiring harimau pemangsa.

Mengikuti instruksi yang diberikan Jim, warga pun memulai aksinya dengan mengeluarkan berbagai macam bunyi-bunyian, teriakan-teriakan dan letusan mercon. Sementara Jim menempatkan diri di tempat strategis bersama tahsildar yang menyandang senapan shotgun yang efektif untuk pertempuran jarak dekat. Dalam perburuan itu Jim me-nyandang senapan tua Martini Henry yang terkenal dengan tingkat akurasinya yang tinggi meski menimbulkan efek daya hentakan kuat.
Penggiringan berjalan tidak seperti direncanakan dimana warga telah mulai menggiring pada saat Jim belum berada di posisi terbaik. Namun pada akhirnya Jim bisa menemukan posisi yang memungkinkannya mengawasi area yang diharapkan menjadi jalur harimau melarikan diri dari penggiringan, yaitu melalui sebuah lembah sungai kecil yang sempit.

Setelah menunggu beberapa saat Jim melihat harimau memasuki lembah, sekitar 300 meter dari ujung senapannya. Ia masih menunggu harimau bergerak lebih dekat untuk memastikan tembakannya tidak meleset. Namun harapannya kandas setelah tahsildar tidak bisa menahan diri untuk melepaskan tembakan. Sudah barang tentu tembakan itu meleset dan hanya menimbulkan suara yang membuat binatang itu mundur kembali dan melompat ke belakang.

Tidak ingin kehilangan kesempatan sekecil apapun, pada saat itu juga Jim melepaskan tembakan.

Mendengar tembakan-tembakan itu para penggiring pun menghentikan aksinya dan menunggu untuk mengetahui hasil tembakan-tembakan itu, sebelum kemudian harimau meloncat kembali ke arah lembah sempit yang diawasi Jim. Beberapa detik kemudian, senapan Jim pun menyalak kembali, menghentikan harimau itu sejenak setelah punggungnya tertembus peluru, namun ia masih bertahan berdiri. Kemudian pada jarak kurang dari 30 meter Jim kembali melepaskan tembakannya tepat mengenai bagian pundak harimau yang tersentak, namun tetap berdiri dan kemudian berjalan pelan sambil mengeram.

Saat itu, sambil memandang harimau yang sejak tembakan pertama sudah melihat keberadaan Jim, ia berfikir sejenak tentang cara menghadapi serangan harimau seandainya ia melompat menyerangnya. Pelurunya telah habis saat itu karena ia tidak pernah berfikir harus melakukan dua tembakan lebih. Beruntung, binatang itu tidak memilih untuk melakukan hal itu. Dengan berjalan perlahan harimau itu melintasi sungai kecil, melompati beberapa batu besar dan menemukan satu batu besar yang permukaannya datar di dekat bukit curam yang di sampingnya tumbuh semak-semak. Harimau itu mulai mencakari pohon-pohon semak itu. Sesaat Jim berteriak kepada tahsildar yang berada beberapa puluh meter di belakangnya untuk memberikan senjatanya kepadanya. Tidak bisa mendengar jelas suara tahsildar, Jim berlari ke arahnya dan meraih senjatanya sebelum kembali ke depan mendekati harimau dengan senjata shotgun yang siap ditembakkan.

Ketika sampai pada jarak 20 meter dari harimau, binatang itu sudah berhenti mencakari semak-semak, menghadap ke arah Jim dan menyeringai. Pada saat itu juga Jim menembakkan senapannya, meleset dari sasarannya di kepala dan peluru menembus daging dan tulang kaki depan kanan. Kehilangan banyak darah dan tenaga oleh tiga butir peluru yang telah menembus badannya, harimau itu pun terkulai jatuh dan tewas.

Sayup-sayup Jim mendengar suara-suara teriakan orang-orang: “Itu dia di sana, di atas batu. Tarik turun. Cincang ia sampai potongan-potongan kecil!”

Tidak lama kemudian orang-orang pun berdatangan dengan senjata-senjata terhunus, pisau panjang, pedang, tombak, kampak dan senapan, dipimpin oleh seorang lelaki besar yang berteriak: “Itu dia iblis yang telah membunuh istri dan anak-anakku!”.

Namun demi melihat kehadiran Jim, teriakan-teriakan itu berhenti dan dengan menyatakan penyesalannya, pemimpin rombongan itu meletakkan senjatanya yang diikuti oleh semua orang. Selanjutnya mereka memohon kepada Jim untuk menggotong binatang itu keliling dusun demi meyakinkan semua orang bahwa binatang buas yang telah menghantui mereka selama bertahun-tahun itu telah tewas. Jim pun mengijinkan.

Keberhasilan membunuh Harimau Champawat dirayakan warga dengan menggelar pesta rakyat di Champawat, namun saat itu Jim, yang oleh warga Champawat dianggap sebagai seorang shadu, atau orang sakti, sudah dalam perjalanan pulang ke Nainital.
***

Catatan: tulisan ini adalah bagian dari 25 kisah binatang-binatang pemansa manusia dan perburuannya yang menarik, yang tengah ditulis oleh blogger.

No comments:

Post a Comment