Indonesian Free Press -- TIDAK bisa dibantah bahwa Jim Corbett adalah pemburu binatang pemangsa manusia yang memiliki reputasi terbesar. Keberhasilannya membunuh binatang-binatang pemangsa manusia terkenal seperti Harimau Champawat, Macan Tutul Panar dan Macan Tutul Rudraprayag membuat namanya tidak tertandingi oleh para pemburu lainnya.
Kemasyurannya membuatnya mampu mempengaruhi pemerintah India untuk membuat taman nasional yang kemudian diberi nama Taman Nasional Jim Corbet. Kemasyurannya juga yang membuat Jim mendapatkan kehormatan besar menjadi pengawal Ratu Elizabeth II saat berliburan di Kenya. Ketika namanya diumumkan sebagai ratu Inggris yang baru tahun 1952, Elizabeth tengah berliburan di rumah pohon Tree Top bersama Jim. Selain itu hanya Jim Corbett lah di antara pemburu binatang pemangsa yang namanya diabadikan pada satu sub-spesies harimau, Panthera tigris ssp. Corbetti.
Sudah menjadi “takdir” Jim Corbett dan Kenneth Anderson untuk menempati posisinya masing-masing sebagai sesama shikari atau pemburu binatang buas. Jika saja Jim lahir di masa Anderson dan Anderson lahir di masa Jim, boleh jadi Anderson akan memiliki reputasi yang lebih hebat. Usia mereka berbeda 35 tahun, Jim lahir tahun 1875 dan Anderson 1910. Ketika Jim menembak mati Harimau Champawat, Anderson belum lahir. Demikian juga ketika Jim menembak mati Macan Tutul Panar. Dan ketika Jim menembak mati Macan Tutul Rudraprayag, Anderson baru berumur 16 tahun. Maka saat Anderson telah matang sebagai pemburu, ia tidak pernah mendapatkan kesempatan menembak mati binatang pemangsa manusia seperti Harimau Champawat yang membunuh 436 orang, atau Macan Tutul Panar yang memangsa 400 orang. Binatang pemangsa terbesar yang ditembak oleh Anderson adalah Harimau Hyderabad yang memangsa 150 orang, dan Macan Tutul Gummalapur yang membunuh 42 orang.
Dari penuturan mereka dalam buku-buku mereka masing-masing tentang perburuan-perburuan yang mereka lakukan, tampak sangat jelas kelebihan Anderson dalam hal keberanian. Hampir dalam seluruh perburuannya Anderson melakukannya sendirian. Seringkali bahkan ia menjadikan dirinya sebagai umpan hidup bagi binatang pemangsa yang diburunya. Maka rata-rata perburuan Anderson berlangsung lebih singkat daripada perburuan Jim, sebagaimana saat memburu Harimau Kempekarai ini.
Dengan pola pikir mereka yang sangat rasional sebagai orang-orang berdarah kulit putih Eropa, dunia perburuan binatang pemangsa manusia yang diselimuti maut, mampu membuat mereka berdua harus percaya pada hal-hal supranatural. Jim percaya bahwa ia baru akan bisa menembak buruannya jika sudah melihat seekor ular terbunuh, sedangkan Anderson selalu membawa jimat pemberian seorang sahabatnya yang seorang dukun tradisional India. Anderson bahkan bersahabat dengan Sei Baba, tokoh supranatural terkenal India.
Pada satu saat, ketika tengah mengintai harimau pemangsa manusia di dekat mayat korbannya yang telah termutilasi, Anderson melihat kepala mayat itu bergerak menggelinding. Sedangkan Jim pernah melihat apa yang oleh orang Jawa disebut sebagai banaspati, yaitu penampakan titik-titik api yang muncul secara misterius dan kemudian membesar. Pada saat memburu harimau pemangsa manusia di Dusun Thak, Jim juga mendengar bunyi teriakan mahluk misterius yang dipastikan bukan manusia juga bukan binatang hutan. Di Indonesia, suara itu mungkin disebut sebagai kuntilanak.
Namun semua itu tidak se-'mengejutkan' dengan apa yang dialami James Forsyth, petualang India dan pejabat kolonial Inggris abad 19. Dalam satu pengintaian di dekat mayat korban serangan harimau, pada saat harimau datang dan mendekati mayat, mayat itu tiba-tiba terbangun dan melihat ke arah Forsyth seolah hendak meminta tolong kepadanya. Tidak hanya Forsyth yang terkejut, harimau itupun terkejut dan melarikan diri. Saat itu juga mayat itu kembali rebah ke tanah.
Harimau Kempekarai bukanlah binatang pemangsa terganas yang diburu oleh Anderson. Ia “hanya” memangsa tiga orang ketika Anderson memutuskan untuk memburunya. Namun perburuan binatang ini termasuk yang paling menarik di antara semua perburuan Anderson. Ia bahkan nyaris menjadi korban keempat binatang ini setelah harimau ini mengetahui pengintaiannya dan menyerangnya pada saat Anderson tidak siap untuk mengantisipasinya.
Harimau ini beroperasi mencari mangsanya di Distrik Salem Utara, Madras, India selatan. Nama Kempekarai sendiri adalah nama dusun kecil tempat terjadinya serangan pertama harimau ini. Dusun ini terletak di lembah antara dua perbukitan yang berjajar menjulang dari utara ke selatan yang lebar lembahnya sekitar 8 km. Kempekarai berada di sisi barat lembah tersebut. Sementara di seberang lembah, di kaki perbukitan timur terdapat penginapan Kodekarai Bungalow.
Kempekarai dikelilingi oleh ladang dan sawah dan di atasnya terdapat hutan bambu yang dibelah oleh sungai kecil yang mengalir ke dasar lembah yang diberi julukan “Lembah Laba-Laba” karena banyaknya laba-laba di tempat ini. Di bagian selatan, lembah ini bertemu dengan lembah yang lebih besar bernama Lembah Morappur dimana aliran sungai kecil bertemu dengan Sungai Chinnar di tempat yang dinamakan Sopathy, sekitar 15 km dari Sungai Cauvery, sungai terbesar di selatan India.
Anderson tidak menyebutkan secara rinci kapan perburuan ini terjadi, tapi yang pasti pada suatu hari sebelum tahun 1954, yaitu tahun diterbitkannya buku “Nine Man-Eaters and One Rogue” yang menceritakan kisah perburuan Macan Tutul Gummalapur. Dalam buku “Maneaters and Jungle Killers” yang terbit tahun 1957 Jim menyebutkan bahwa perburuan Harimau Kempekarai dilakukan setelah perburuan Macan Tutul Gummalapur.
Saat itu warga Dusun Kempekarai tengah dilanda ketakutan setelah tiga orang warganya menjadi korban keganasan harimau pemangsa manusia. Korban pertama seorang Poojaree (nama sebuah suku asli di India Selatan) tua yang meninggalkan Dusun Muttur, sekitar 17 km dari Kempekarai, untuk kembali ke rumahnya di Kempekarai. Namun ia tidak pernah sampai di Kempekarai. Satu tim pencari pun dikirim untuk memastikan keberadaannya. Di daerah itu terdapat banyak kawanan gajah yang sesekali di antaranya terdapat seekor atau dua ekor yang tengah mengalami “penyakit gila” (setiap gajah jantan mengalami satu periode gangguan fisik yang mengubahnya menjadi agresif yang berlangsung selama 9 bulan) yang akan menyerang manusia yang berada di dekatnya. Awalnya warga mengira ia menjadi korban keganasan gajah hingga sekitar 8 km dari Kempekarai mereka menemukan bekas-bekas pakaian Poojaree tersebut di sekitar jejak kaki harimau jantan.
Sepuluh hari kemudian, pada suatu sore menjelang senja, seorang wanita mengambil air di sebuah sumur umum milik warga, namun ia tidak pernah kembali ke rumahnya. Selepas senja, suaminya dan beberapa warga melakukan pencarian. Yang mereka temukan adalah kendi air yang tergeletak di tanah dan jejak kaki wanita itu menuju desa beberapa meter dari sumur dan kemudian jejak itu menghilang. Keesokan harinya mereka menemukan beberapa bagian tubuh wanita itu, beberapa ratus meter dari sumur.
Sejak itu warga Kempekarai dilanda ketakutan luar biasa. Mereka tidak berani keluar dusun yang terpencil itu. Sebaliknya warga dari luar dusun pun tidak berani datang ke dusun itu. Yang lebih memprihatin lagi, tidak adanya WC di dalam rumah memaksa warga buang hajat di dalam rumah dan baru membuangnya keluar di pagi hari. Pada malam hari, warga tinggal di dalam rumah mereka bersama binatang-binatang ternak mereka dengan pintu yang diperkuat dengan balok kayu atau bongkahan batu besar.
Pada suatu malam, salah seorang warga bernama Mara, tidak berhasil menahan hajatnya dan terlalu malu untuk buang hajat di dalam rumah, keluar untuk membuang hajat di sungai yang mengalir di lembah dekat desa. Namun setelah cukup lama keluar, ia tidak juga kembali. Istrinya yang mendengar suara eraman harimau mengetahui suaminya telah menjadi korban harimau pemangsa. Ia pun berteriak-teriak meminta tolong, namun tidak seorang pun yang berani untuk keluar rumah. Keesokan harinya, warga menemukan beberapa bagian tubuh Mara, sekitar 200 meter dari dusun.
Byra adalah mertua Mara yang tengah berada di Kempekarai saat kejadian itu. Ia bekas pembantu Kenneth Anderson dalam beberapa perburuan. Karena nasib yang dialami Mara dan kesedihan putrinya, ia memutuskan untuk menemui Anderson meski harus keluar dusun sendirian, berjalan kaki sejauh hampir 30 km ke Pennagram. Di sini ia menemui temannya, Ranga, kemudian berdua mereka pergi ke Bangalore dengan bus, menemui Anderson di rumahnya.
Byra adalah seorang yang sangat berarti bagi Anderson. Darinyalah Anderson banyak belajar tentang dunia perburuan, dan yang paling penting adalah mendeteksi keberadaan harimau dari bau badannya, yang menurut penuturan Anderson dalam bukunya adalah seperti bau sayuran busuk. Hal ini bahkan tidak pernah disinggung oleh Jim Corbett dalam buku-buku kisah perburuannya.
Mendengar cerita Byra, tentu saja Anderson tidak bisa menolak permintaannya. Tiga hari kemudian mereka bertiga sudah tiba di Pennagram. Meninggalkan Studebaker (merek lama mobil buatan Amerika) di rumah Bara dan membeli sejumlah perlengkapan, mereka bertiga kemudian berjalan kaki menuju Kempekarai yang tidak bisa dicapai dengan kendaraan. Beberpa mil dari Kempekarai mereka menemukan jejak kaki harimau jantan berukuran sedang di jalan, namun tidak diketahui apakah itu adalah jejak harimau pemangsa, sebagaimana tidak bisa diketahui usia harimau itu.
Sesampainya di Kempekarai tidak ada informasi berharga yang bisa didapatkan Anderson tentang keberadaan harimau pemangsa. Maka Anderson memutuskan untuk mencarinya sendiri. Saat itu Anderson percaya bahwa harimau lebih tertarik pada manusia karena tidak ada kabar tentang bin-tang ternak warga yang disentuhnya. Sementara untuk mengetahui keberadaan harimau diperlukan umpan, maka Anderson memutuskan untuk menjadikan dirinya sebagai umpan. Namun untuk lebih meyakinkan lagi, dua ekor kerbau juga turut diumpankan.
Pada sore hari setelah kedatangan Anderson, dua ekor kerbau muda ditambatkan di sekitar Kempekarai, sementara Anderson memilih tempatnya di sumur umum tempat terjadinya serangan kedua. Sumur itu dikelilingi oleh hutan dengan jarak hanya sekitar 50 meter, kecuali di satu sisi dimana terdapat ladang pepaya yang di beberapa tempat ditumbuhi semak-semak. Ketika pertama berada di tempat itu semak-semak itu tidak terlalu menarik perhatian Anderson, namun ketika malam menjelang tiba ia menyadari bahwa harimau pemangsa bisa menjadikannya sebagai perlindungan untuk menyergapnya. Maka Anderson mengubah posisinya dengan menghadap kebun pepaya. Tentang hutan di ketiga sisi lainnya, Anderson mengandalkan “tanda-tanda alam” untuk mendeteksi kedatangan harimau, berupa suara rusa kakar, sambar, monyet atau burung.
Berjam-jam Anderson berdiri di dekat sumur itu, namun tidak ada tanda-tanda harimau mendekat. Bahkan setelah ia mencoba menarik perhatian dengan menggerak-gerakkan kerekan timba air di sumur itu yang terbuat dari roda besi.
“Krek krek krek ....,” demikian bunyi kerekan itu memecah kesunyian malam.
Pada pukul 3.00 dini hari Jim dilanda kantuk yang luar biasa akibat kelelahan setelah berjalan kaki 30 km dari Pennagaram ke Kempekarai. Sementara itu sinar bulan yang sebelumnya menerangi lembah kini telah tertutup oleh gugusan perbukitan barat. Pada saat seperti itu Anderson menyadari tengah berada pada situasi yang sangat berbahaya yang bahkan tidak ingin diingatnya lagi. Dengan jarak pandang yang sangat pendek dan keahlian harimau untuk mendekati mangsanya dalam jarak dekat tanpa terlihat, harapan Anderson untuk selamat dari serangan adalah kurang dari 50%. Dengan kata lain, harapannya untuk tetap hidup jika harimau itu menyerang, adalah kurang dari 50%. Maka Jim pun menekan keras rasa kantuknya itu.
Namun keberuntungan masih di pihak Anderson karena ternyata tidak terjadi serangan yang ditakutkannya itu hingga sinar matahari mengintip dari balik perbukitan timur. Setelah beristirahat sejenak di tendanya dan menyantap sejumlah roti dan beberapa gelas teh hangat, Jim bersama Ranga dan Byra memeriksa umpan yang ditambatkan. Pada kerbau pertama tampak jejak kaki harimau yang mendekati kerbau itu pada jarak beberapa meter saja. Anderson meyakini itu adalah jejak kaki harimau pemangsa dengan pemikiran bahwa seekor harimau tidak akan meninggalkan begitu saja mangsanya yang “empuk” seperti kerbau itu.
Sementara itu kerbau kedua ditemukan dalam kondisi tewas oleh serangan harimau. Jejak kakinya sama dengan jejak kaki yang dilihat Anderson ketika mendekati Kempekarai dalam perjalanan dari Pennagaram. Pada saat itu Anderson dilanda kebingungan. Apakah di wilayah itu ada dua ekor harimau jantan? Apakah hanya ada seekor harimau yaitu harimau pemangsa, dan jika benar mengapa ia memilih kerbau kedua dan meninggalkan kerbau pertama?
Setelah berdiskusi dengan Ranga dan Byra, disepakati untuk menganggap terdapat dua harimau di wilayah itu, meski Byra cenderung berpendapat hanya ada seekor harimau. Ia meninggalkan kerbau pertama dan memangsa kerbau kedua karena kerbau pertama berwarna putih dan kerbau kedua berwarna gelap. Pendapat seperti itu ditolak Anderson yang menganggap warna binatang umpan tidak berpengaruh bagi pemangsa untuk memangsanya. Namun demikian Anderson percaya bahwa kewaspadaan binatang pemangsa dari jebakan pemburu terus berkembang seiring perkembangan lingkungan dan teknik-teknik perburuan. Dan harimau adalah binatang yang cepat belajar dan waspada.
Selanjutnya, karena sudah ada umpan yang termangsa maka pilihan selanjutnya sudah jelas, yaitu melakukan pengintaian di dekat bangkai kerbau, karena binatang pemangsa biasa kembali untuk menghabiskan mangsanya. Dan pilihan terbaik untuk pengintaian adalah membuat machan. Ranga dan Byra mengikat kursi lipat berbahan kanvas yang dibawa Anderson ke sebuah cabang pohon yang cukup besar, setinggi 5 meter dari atas tanah.
Pukul 17.00 Anderson sudah berada di atas machan dan persiapan pengintaian semalam pun dimulai. Machan itu berada di atas jalan setapak di atas Kempekarai di sisi perbukitan barat. Bulan muncul lebih cepat di balik perbukitan timur daripada pengintaian sebelumnya sehingga memberikan pemandangan yang bagus bagi Anderson. Namun sejauh itu tidak ada perkembangan berarti tentang keberadaan harimau, seperti suara-suara binatang hutan yang mengindikasikan keberadaannya. Hingga setelah pukul 20.00 secara tiba-tiba Anderson merasakan keberadaan harimau tepat di bawah pohon.
Kemungkinan harimau itu telah melihat Ranga dan Byra saat membuat machan di atas pohon itu, dan kewaspadaan menuntunnya untuk memeriksa pohon itu, dan dengan penglihatannya yang sempurna di malam hari, ia segera mengetahui keberadaan Anderson.
Naluri pemangsa manusia mendorong harimau itu untuk mencoba memanjat pohon dan menangkap Anderson. Namun batang pohon yang lurus menyulitkannya. Setelah berkali-kali mencoba meraih Anderson, pada satu kesempatan harimau berhasil meraih cabang pohon dan langsung mengayunkan cakarnya ke machan tempat Anderson duduk. Kekuatan dan ketajaman cakar itu mengoyak kanvas, merobek celana Anderson dan melukainya pada bagian bawah tubuh Anderson. Namun pada saat bersamaan harimau kehilangan keseimbangan dan jatuh ke tanah, berdiri kembali dan kemudian melarikan diri.
Cakar karnivora adalah senjata yang beracun. Di cakar itulah terkumpul sejumlah besar bakteri paling berbahaya bagi manusia yang didapakan harimau dari daging busuk mangsa-mangsanya. Anderson tidak tahu seberapa besar dampak racun itu di dalam tubuhnya akibat cakaran harimau. Bagaimana pun Anderson memilih untuk tidak berspekulasi tentang dampak racun cakar harimau. Maka Anderson memilih untuk kembali ke tendanya demi mendapatkan pengobatan, sekalipun untuk itu ia harus bersiap untuk berhadapan lagi dengan harimau pemangsa itu di salah satu bagian jalan setapak menuju Kempekarai yang berjarak 3 kilometer lebih. Beruntung harimau telah berlari ke arah lain.
***
Untuk rencana selanjutnya, Anderson memiliki ide yang cemerlang, setidaknya sampai ide itu mulai dilaksanakan.
Luka yang ditimbulkan harimau tidak memungkinkan Anderson untuk duduk lama. Sementara berdiri semalaman juga tidak mungkin, maka Anderson memiliki ide untuk mengintai harimau dari dalam lubang tanah beberapa puluh meter dari umpan. Untuk pengamanan dari kemungkinan serangan harimau sekaligus memberikan ventilasi, lubang itu ditutupi dengan roda pedati yang direbahkan dan di beberapa bagian lingkarannya ditindih batu besar. Untuk memberikan ruang bagi Anderson menembak dan melakukan pengamatan, pada bagian depan roda itu dibiarkan terbuka beberapa centimeter dari permukaan tanah.
Adapun untuk umpannya, Anderson memilih untuk membuat boneka berbentuk manusia atau orang-orangan yang terbuat dari jerami yang diikat pada kerangka kayu dan dibalut dengan pakaian. Kepalanya dibuat dari buah kelapa besar utuh yang diukir, kemudian dipasangi rambut palsu dari konde yang banyak dimiliki para wanita di dusun-dusun.
Lokasi pengintaian ditetapkan di pinggir aliran sungai kecil yang melintangi jalan setapak di atas Kempekarai di perbukitan barat yang sering dilalui harimau pemangsa. Bonekanya dipasang di bawah pohon asam yang tumbuh di pinggir jalan, sedemikian rupa sehingga tampak cukup jelas dari kedua sisi jalan dan kedua pinggir sungai. Lubang pengintaian dibuat di satu sisi sungai yang tanahnya berpasir dan mu¬dah digali. Untuk mengaburkan persembunyian dari pandangan binatang buruan, daun-daun kering ditaburkan di atas roda pedati, sementara untuk mengetahui kedatangan harimau jika datang dari arah belakang atau samping lubang pengintaian, daun-daun kering juga disebar di sekitarnya untuk menimbulkan suara saat dipijak.
Harimau, sebagaimana binatang kucing-kucingan lainnya, tidak memiliki penciuman yang tajam. Maka orang-orangan itu dianggap cukup tepat untuk menarik perhatian harimau pemangsa dan bergerak mendekati. Kalau pun ia akhirnya mengetahui boneka itu palsu, saat itu Anderson sudah memiliki cukup waktu untuk menembaknya.
Setelah mengoleskan anti-biotik di lukanya, Anderson pun bergerak menuju tempat pengintaian yang telah disiapkan Byra, Ranga dan warga dusun Kempekarai. Pada pukul 16.40 sore Anderson sudah berada di dalam lubang. Setelah orang-orang menindih roda dengan batu besar dan merapikan samaran, pada pukul 17.00 Anderson sudah berada di tempat itu sendirian, sementara orang-orang itu baru akan datang lagi keesokan harinya.
Dari lubang pengintaian Anderson melihat beberapa bina-tang berjalan melintas di depannya, mengamati boneka beberapa saat dan berlari pergi. Hingga pada sekitar pukul 21.00 Anderson mendengar suara beruang madu mendekati lubangnya. Rupaya ia berjalan menyisir tepian sungai dan saat itu tiba di tempat Anderson bersembunyi. Melihat ba¬tu-batu besar yang baru dicabut dari kedudukan sebelumnya dan tergeletak di atas roda pedati, beruang tergoda untuk memeriksanya, berharap bisa menemukan sejumlah serangga di balik batu-batu itu. Melihat beruang berusaha membongkar baru itu dan merusak persembunyiannya, Anderson pun berusaha mengusirnya.
“Hus, hus!” Teriak Anderson dari dalam lubang persembunyian.
Terkejut, beruang itu menghentikan aksinya, mengamati lubang tempat datangnya suara, dan demi melihat manusia dalam kondisi yang tidak pernah dilihatnya, ia pun melarikan diri sambil mengeram.
Beberapa puluh menit berlalu ketika kemudian Anderson mendengar dengus nafas berat yang sangat dikenalinya, suara nafas harimau. Mungkin harimau itu telah mengamati teman-teman Anderson saat menggali lubang, ditambah tingkah aneh beruang saat mendekati lubang itu, maka ia memilih untuk mengetahui isi lubang. Ia jelas tidak tertarik dengan boneka yang terlihat jelas beberapa puluh meter darinya, karena harimau memiliki penglihatan jauh lebih tajam dari manusia, terlebih di malam hari.
Sebagaimana sudah ditulis tentang perburuan Harimau Thak dan Chuka oleh Jim Corbett, pada saat Jim membuat tempat pengintaian, beberapa orang akan berusaha mengalihkan perhatian harimau dengan membuat aktifitas lain beberapa puluh meter dari tempat pengintaian sebenarnya dibuat. Hal ini yang tidak dilakukan oleh Anderson dan menjadi penyebab persembunyiannya diketahui binatang buruannya. Dan karena buruan itu adalah harimau pemangsa manusia, maka yang dilakukannya adalah menyerang Anderson.
Dengan eraman-eraman marah harimau itu menjulurkan tangannya melalui sela-sela roda pedati berusaha mencakar Anderson. Secara reflek Anderson merendahkan diri, mengarahkan senjatanya ke atas dan menembakkannya ke arah harimau itu dengan posisi yang tidak memungkinkannya untuk membidik dengan sempurna.
Hampir bersamaan dengan suara tembakan harimau itu melompat ke samping, kemudian dengan marah ia menggigit roda pedati dan batu-batu yang menindihnya sambil mengeram-eram dengan suaranya yang menggetarkan seluruh penghuni hutan bahkan manusia paling pemberani sekalipun. Kemudian Anderson mendengar suara harimau terjatuh, berdiri, kemudian bergerak menjauh sambil terus mengeram-eram.
Setelah lebih dari 15 menit suara eraman harimau terdengar hingga di kejauhan, suasana kemudian kembali sunyi. Tidak mengetahui kondisi sebenarnya yang dialami harimau oleh tembakannya, Anderson memutuskan untuk tetap berada di dalam lubang. Kondisinya belum pulih benar untuk berjalan ke kemahnya di Kempekarai, terlebih untuk menghadapi harimau pemangsa yang mungkin akan menyergapnya di perjalanan. Namun setelah memasuki dini hari ia melihat tanda-tanda turunnya hujan.
Saat itu Anderson merasa adanya ancaman bahaya berkutnya. Lubang persembunyiannya berada di tepian sungai di tanah yang berpasir. Air sungai yang meluap karena banjir dengan cepat akan menenggelamkan lubang tersebut bersama Anderson di dalamnya jika ia tidak cepat keluar. Namun roda pedati itu terlalu berat untuk digesernya kare¬na orang-orang telah menindihnya dengan batu terberat yang bisa mereka angkat bersama-sama. Maka Anderson melakukan cara lain.
Ketika air hujan mulai turun, Anderson menggali tanah di bawah roda pedati yang menganga sebagai pengintaian. Kemudian setelah dirasa lubangnya sudah cukup besar, Anderson mengeluarkan senjatanya dan merangkak keluar. Pada saat itu air telah menggenangi separoh lubang. Selanjutnya Anderson pun berjalan cepat menuju Kempekarai, beberapa kilometer di depan.
***
Keesokan harinya cuaca sangat cerah setelah uap air di da-lam mendung terkuras habis oleh hujan semalam. Anderson dan warga kembali ke tempat pengintaian untuk menggali informasi lebih jelas mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi semalam dan menggunakannya sebagai bahan evaluasi untuk menentukan langkah selanjutnya. Namun air hujan telah menghilangkan semua petunjuk, bahkan roda pedati itupun telah hilang tersapu banjir.
Kembali ke Kempekarai, Anderson memutuskan tinggal beberapa hari lagi sambil menunggu informasi berikutnya tentang keberadaan harimau. Namun hingga tiga hari Anderson tidak mendapatkan informasi apapun tentang harimau itu hingga Byra dan Ranga menganggap harimau itu telah tewas karena tembakan Anderson. Anderson meragukan pendapat mereka namun memutuskan untuk kembali ke Bengalore untuk beristirahat. Ia meminta Ranga untuk tetap tinggal di Kempekarai membantu Byra melakukan pengamatan. Dalam hal harimau itu menunjukkan keberadaannya lagi, keduanya diminta untuk pergi ke Dharmapuri. Dari sana mereka bisa mengirim kabar melalui telegram kepada Anderson, kemudian menunggu jawaban Anderson.
Sepuluh hari setelah kembali di Bengalore Anderson mendapat kabar bahwa seekor kuda milik penjaga hutan di bungalow Kodekarai telah dimangsa harimau. Namun karena peristiwanya telah berlalu empat hari dan jejak kaki dan ceceran darah kemungkinan besar sudah hilang, Anderson meminta mereka untuk kembali ke Kempekarai dan me-nunggu perkembangan selanjutnya.
Enam hari kemudian Anderson menerima kabar lagi bahwa seorang sais pedati dalam satu iring-iringan pedati, telah diserang harimau di antara dusun Morappur dan Sopathy di pinggir Sungai Chinnar. Pedati itu berada di ujung belakang iring-iringan, dan dengan kegesitan sais itu, atau kelambanan harimau, sais itu berhasil menyelamatkan diri. Kali ini Anderson yakin itu adalah serangan harimau pemangsa manusia. Maka dengan segera Anderson berangkat dengan Studebakernya ke Dharmapuri, menjemput Byra dan Ranga dan bergerak lagi ke Pennagram. Dari sana mereka bertiga berjalan kaki menuju Morappur untuk menemui sais pedati itu.
Sais itu menceritakan bahwa harimau itu muncul dengan tiba-tiba dari pinggir jalan dan langsung meloncat ke dalam bak pedati, namun hanya kedua kaki depan saja yang berhasil masuk ke dalam bak. Saat itu juga sais melompat ke depan dan berdiri di antara kedua kerbaunya sambil berteriak-teriak untuk mengusir harimau. Para sais di depannya, demi mendengar teriakan itu langsung turut berteriak-teriak sehingga menyurutkan niat harimau. Ketika ditanyakan, mengapa harimau itu gagal melompat ke dalam bak, ia menjawab tidak tahu.
Sementara itu sekelompok orang yang datang dari Sopathy mengatakan kepada Anderson bahwa mereka melihat tapak kaki harimau yang masih baru di dekat dusun mereka menuju ke Sungai Chinnar. Mendengar itu Anderson dan kedua pembantunya bergegas ke Sopathy. Di tempat yang ditunjukkan orang-orang Sopathy itu Anderson menemukan jejak harimau hingga ke te¬pian Sungai Chinnar. Dari jejak kaki itu diketahui harimau itu berjalan pincang. Sebagian besar beban tubuh bagian depan ditimpakannya pada kaki kirinya dan kaki kanannya hanya menunjukkan jejak yang tidak jelas. Saat itu Anderson mengetahui tembakan yang dilakukannya dari dalam lubang pengintaian beberapa waktu yang lalu telah melukai harimau itu dengan cukup parah, meski tidak cukup untuk menghentikan petualangannya.
Sekitar 800 meter mengikuti aliran sungai jejak harimau lenyap di balik semak-semak. Di sini, tepatnya di tengah-tengah aliran sungai yang dangkal terdapat gugusan bebatuan setinggi lebih dari 1 meter, memanjang sejauh 13 meter dan lebar lebih dari 2 meter. Di atas batu itulah Anderson memutuskan untuk “memancing” harimau. Dengan harapan harimau bakal kembali menyusuri tepian sungai, harimau itu tentu akan melihat keberadaan Anderson di atas batu, dan menyerangnya. Dan sebelum harimau itu sampai, Anderson berharap bisa menembaknya. Sekali lagi Anderson menunjukkan “kegilaannya” sebagai pemburu.
Pada pukul 5.30 sore Anderson sudah siap di atas batu. Sementara Ranga dan Byra yang tidak berani kembali ke Morappur ataupun Sopathy, memilih untuk tidur di atas pohon 'muthee' besar di tepi Sungai Chinnar.
Malam itu tidak ada sinar bulan yang bisa membantu. Namun dengan lebar sungai yang mencapai 100 meter dengan pasir putihnya dan ditambah langit cerah yang memantulkan cahaya jutaan bintang, Anderson yakin bisa mendeteksi kedatangan harimau pada jarak beberapa puluh meter, dari arah manapun. Apalagi dengan kaki depan sebelah kanannya yang tidak berfungsi sempurna, akan memaksa harimau bergerak sedekat mungkin sebelum menyerang dan pada saat itu Anderson sudah mengetahui keberadaannya.
Setelah memastikan lampu sorot baterenya berfungsi baik, Anderson memastikan kedua senapannya berisi peluru. Satu senapan kaliber 0,405 diletakkannya di sisi kanan, sementara senapan kaliber 0,12 laras ganda diletakkan di sebelah kirinya sebagai senjata cadangan. Untuk mengganjal lapar hingga esok tiba, Anderson melahap beberapa potong roti dan beberapa teguk teh. Tidak lupa beberapa hisapan pipa tembakau.
Dari tempatnya Anderson melihat berbagai jenis binatang berjalan di sekitar sungai. Pada pukul 19.30 semburat sinar matahari sudah lenyap dan kegelapan malam pun menyelimuti bumi. Memandangi lautan pasir putih dan arus air berwarna keperakan Anderson merasa seolah berada di atas perahu. Pada sekitar pukul 22.00 Anderson melihat seekor gajah berjalan sepanjang sungai. Sempat memandang ke arah Anderson, binatang bergading panjang itu pun lenyap di balik semak di tepian sungai.
Tidak pernah berhenti menyapukan pandangan ke segala arah, 2 jam setelah menghilangnya gajah di balik semak, kewaspadaan Anderson meningkat tajam setelah merasakan adanya satu pergerakan di sebelah kiri-belakangnya. Memusatkan pandangan ke arah itu Anderson tidak melihat apapun sebelum menyadari ada sebuah bayangan abu-abu di tengah-tengah pasir perak. Untuk lebih meyakinkan Anderson mengalihkan pandangan ke tempat lain dan kemudian kembali ke pandangan semula. Bayangan abu-abu itu tidak ada lagi! Sempat berfikir bahwa ia tengah mengalami fatamorgana, Anderson kembali memusatkan pandangan. Kali ini bayangan abu-abu itu tampak kembali dengan ukuran lebih besar. Seketika Anderson menyadari bahwa itu adalah bayangan harimau pemangsa.
Namun Anderson masih harus menunggu beberapa detik lagi untuk memastikan bahwa bayangan itu adalah benar-benar harimau pemangsa yang tengah mengintai dirinya. Berjalan mengendap-endap dengan perut menyentuh tanah hingga jarak yang cukup dekat untuk menyerang. Dengan jantung berdegub kencang Anderson mengangkat senjatanya. Berdoa sejenak, ia pun mengarahkan senjatanya ke bayangan itu. Saat itu jarak harimau itu hanya sekitar 20 meter dari gugusan batu tempat Anderson berdiri dan bayangan hitam itu sudah berganti dengan bentuk harimau yang tampak jelas. Ekornya tampak bergerak-gerak.
Sinar lampu batere Anderson mengejutkan harimau yang mengeram singkat, dan sebelum harimau melompat untuk mengeksekusi serangan, senapan Anderson menyalak. Harimau tetap melompat ke depan ketika peluru kedua menghantamnya, dan baru tidak lagi bergerak setelah mencapai tepian gugusan batu. Selanjutnya, dari jarak dekat peluru ketiga Anderson menembus tulang tengkoraknya. Harimau Kempekarai pun tewas.
***
Catatan: Tulisan ini adalah bagian dari buku yang tengah ditulis blogger tentang kisah binatang-binatang pemangsa manusia di dunia yang paling terkenal.
Perburuan yg menegangkan, keberhasilan perburuan selain faktor skill, informasi, juga faktor keberuntungan sngt berperan besar.
ReplyDeletesayang bgt umur Studebaker relatif singkat, andai waktu itu diakuisi General Motor ato Ford