Thursday, 14 April 2016

Saatnya Berjihad, Kawan

Indonesian Free Press -- Blog ini sudah lama bersuara lantang menentang dominasi zionisme dan keturunannya: liberalisme, fasisme dan komunisme. Mungkin sekitar 90% dari postingan di blog ini berbicara tentang bahaya zionisme dan keturun-keturunannya itu.

Bagi yang pertama mengunjungi blog ini, silakan melihat tulisan berseri di blog ini "Sang Terpilih" untuk memahami misi utama blog ini yang terkait dengan kondisi yang dihadapi bangsa Indonesia karena konspirasi jahat zionisme melalui proksi-proksinya, terutama para pendukung neo-liberalis di birokrasi, lembaga-lembaga politik, dunia usaha dan LSM.

Sebelumnya harus dijelaskan terlebih dahulu apa itu neoliberalisme dan bahayanya, karena adanya sejumlah intelektual proksi neoliberalisme yang berusaha mengaburkan makna neoliberalisme dan bahayanya, dengan mempersempit makna neoliberalisme sebagai aspek bisnis semata. Neoliberalisme adalah dominasi segala aspek kehidupan oleh zionisme internasional dengan mengatasnamakan kebebasan, baik itu dalam persaingan usaha, gaya hidup hingga dalam hal penafsiran ajaran-ajaran agama. Namun, di sisi lain, dalam aspek politik, neoliberalisme berarti patuh mengikuti isyu-isyu politik yang dikembangkan zionisme internasional, seperti dalam isyu terorisme, konflik Palestina-Israel, persamaan gender, homoseksual dll.

Jadi, aspek bisnis hanyalah sebagian kecil dalam neoliberalisme. Neoliberalisme adalah penjajahan atas kedaulatan suatu negara dalam segala aspek kehidupan oleh zionis. Ini merupakan manifestasi dari konspirasi zionisme internasional untuk mewujudkan 'Tatanan Dunia Baru'.

Pilpres 2014 lalu sebenarnya menjadi kesempatan besar bagi bangsa Indonesia untuk menyingkirkan neoliberalisme di Indonesia. Kala itu, Prabowo Subiyanto, seorang nasionalis yang didukung oleh kalangan nasionalis-Islam mendapatkan kesempatan untuk merebut kekuasaan di negeri ini, sekaligus kesempatan untuk menghancurkan neoliberalisme. Namun, neoliberalisme yang telah menguasai aparat birokrasi, dunia usaha, media massa, jaringan sosial, dan terutama menguasai Komisi Pemilihan Umum, 'berhasil' menyingkirkan Prabowo.

Kemudian, seperti sudah saya perkirakan, Presiden Jokowi hanya menjalankan agenda-agenda kepentingan para pemodal neoliberalisme asing dan aseng. Sementara agenda-agenda 'Nawacita' yang berhasil membius sebagian warga untuk memilihnya, terbukti hanyalah pepesan kosong. Tidak ada kesejahteraan, ketertiban sosial dan stabilitas ekonomi. Yang ada adalah kenaikan harga barang-barang dan pajak, kenaikan BBM dan listrik, rendahnya pertumbuhan ekonomi, PHK massal, kegaduhan politik karena campur tangan pemerintah pada parpol-parpol dan PSSI, dan sebagainya.

Lalu, muncullah Ahok. Orang yang mendapat durian runtuh menjadi Gubernur DKI setelah Jokowi menjadi presiden. Memenuhi syarat untuk menjadi sosok yang dibenci kalangan mayoritas karena berasal dari kalangan minoritas Cina dan pendatang dari Pulau Bangka, Ahok memimpin dengan gaya preman. Tidak hanya itu, kebijakan-kebijakannya lebih memihak para pemodal aseng daripada rakyat mayoritas yang memilihnya.

Kejahatan kedua orang ini, Jokowi-Ahok, telah di luar batas toleransi, menghina rakyat dan seluruh pendiri negara ini. Maka menjadi kewajiban kitalah untuk membelokkan arah negara yang sudah bengkok ini menjadi lurus kembali. Seperti tujuan para pendiri negara ini, yaitu mewujudkan masyarakat adil makmur, mencerdaskan kehidupan bangsa dan turut serta dalam ketertiban dunia.

Seperti seruan jihad yang mengumandang ketika Belanda melakukan agresinya ke Indonesia, saya juga menyerukan jihad terhadap pemerintahan yang dzolim. Namun bukan dengan mengangkat senjata, karena itu adalah tugasnya TNI, melainkan dengan menyebarkan kesadaran bahwa pemerintahan saat ini telah dikendalikan kepentingan neoliberalisme aseng asing dan mengabaikan rakyat. Selanjutnya melakukan gerakan-gerakan sosial untuk memberikan tekanan politik pada pemerintah dan partai-partai politik untuk kembali ke amanat rakyat dan menyingkirkan neoliberalisme dan agen-agennya dari negeri ini. 

Suara-suara kita di media sosial dan dunia maya menjadi langkah awal dari jihad ini, yang jauh lebih baik daripada hanya berdoa di sudut sempit.(ca)

1 comment: