Indonesian Free Press -- Pelajaran berharga kembali diberikan kepada negara-negara sekutu Amerika, yaitu bahwa pada saatnya tiba setan akan mengorbankan pengikutnya sendiri.
Turki yang setia mengikuti skenario Amerika untuk menghancur-leburkan Suriah, baru saja mengalaminya. Kudeta militer oleh militer binaan CIA-NATO nyaris menumbangkan regim Thayyep Erdogan setelah yang bersangkutan menunjukkan niat untuk berdamai dengan Suriah. Saddam Hussein, yang pada tahun 1980 menyerang Iran atas desakan Amerika dan Saudi Arabia, telah digantung oleh tentara Amerika, dan masih banyak lagi pemimpin-pemimpin dunia sekutu Amerika yang hidupnya berakhir dengan tragis.
Kini, kisah yang sama mulai menerpa regim Saudi Arabia dengan dibukanya 28 lembar dokumen laporan penyelidikan serangan WTC tahun 2001 yang selama ini dirahasiakan karena alasan keamanan negara. Dalam laporan itu Saudi Arabia, yang dipimpin mantan kepala inteligen dan Duta Besar di Amerika, Pangeran Bandar bin Sultan, disebutkan telah mendanai para teroris pelaku serangan WTC.
Menyalahkan Saudi sebagai penyandang dana tidak menuntaskan misteri Serangan WTC. Ada pihak-pihak lain yang terlibat, termasuk pemerintahan Benjamin Netanyahu, yang pada saat terjadi serangan secara misterius ternyata tengah berada di New York, dan pemerintahan George 'Dubya' Bush Jr, yang paling tidak berperan aktif melindungi pihak-pihak yang bertanggugjawab atas serangan tersebut.
James Jesus Angleton, mantan kepala kontra-inteligen CIA selama 30 tahun pernah mengatakan kepada Paul Craig Roberts bahwa inteligen biasa membuat 'cerita di dalam cerita' setiap ceritanya dilengkapi dengan bukti bukti dan konstruksi cerita yang nampak logis, demi menyembunyikan suatu kebenaran. Hal ini bisa berguna untuk beberapa keperluan, seperti mendiskreditkan seseorang atau lembaga yang dianggap menjadi penghalang. Atau untuk menjadi pengalih perhatian dari masalah yang sebenarnya. Menyalahkan Saudi Arabia adalah termasuk dalam hal ini. ("Is the Saudi 9/11 Story Part Of The Deception?"; Paul Craig Roberts.org; 22 Juli 2016)
Cerita resmi Amerika tentang Tragedi Serangan WTC, yang juga diikuti oleh seluruh media massa 'kambing congek' dan juga penulis cerita film 'Bulan Terbelah di Amerika' yang kebetulann putri tokoh gerakan Reformasi 1998 yang dibiayai zionis George Soros, meninggalkan banyak kejanggalan yang keterlaluan.
Gedung 47 lantai WTC 7 yang juga turut runtuh dalam peristiwa itu sama sekali tidak disebut dalam laporan penyelidikan resmi. Padahal gedung itu runtuh dengan cara yang tidak bisa dipercaya, yaitu runtuh tegak lurus dalam hitungan detik, meski tidak terkena serangan sama sekali. Lebih dari 100 petugas pemadam kebakaran, polisi dan teknisi gedung memberikan kesaksian bahwa mereka mendengar suara-suara ledakan bom sebelum Menara Kembar WTC runtuh. Petugas teknis William Rodriguez, yang bekerja di Menara Utara WTC mengatakan terjadi beberapa ledakan di lantai dasar tepat sebelum pesawat jet menabrak gedung. Hal ini pun diperkuat dengan kesaksian sejumlah saksi ahli yang menyebutkan adanya sisa-sisa bahan peledak di reruntuhan gedung, sebelum ribuan ton besi-besi konstruksi tiba-tiba saja diangkut ke Cina sebagai besi tua, sebelum penyelidikan yang tepat benar-benar dilakukan.
Kemudian, sejumlah besar pilot profesional, baik sipil maupun militer, mempertanyakan kemampuan pilot pembajak melakukan manuver terbang rendah menabrak Gedung Departemen Pertahanan Pentagon yang dianggap tidak masuk akal. Selain itu setidaknya 2.500 insinyur dari berbagai bidang terkait telah menyerukan agar diadakan penyelidikan independen untuk mengkaji kebenaran runtuhnya Menara Kembar WTC oleh tabrakan pesawat terbang sementara gedung itu telah dinyatakan tahan terhadap gempa bumi dan tabrakan pesawat jet.
Lebih dari itu semua adalah kejanggalan tentang tidak berfungsinya alat-alat inteligen dan pertahanan Amerika yang canggih untuk mencegah serangan itu terjadi.
Tuduhan bahwa Saudi Arabia menjadi penyandang dana Serangan WTC, kalau benar dan Insya Allah benar, masih tidak bisa menjelaskan mengapa terjadi Serangan WTC, karena tentu saja Saudi Arabia tidak bisa melakukannya. Betapapun, hal ini mengindikasikan bahwa Amerika tengah berusaha 'cuci tangan' dan menjadikan Saudi Arabia hanya sebagai kambing hitam.
"Pengungkapan 28 halaman dokumen rahasia tersebut telah menjadi puncak dari berbagai perkembangan yang menunjukkan Saudi Arabia telah kehilangan reputasinya sebagai sekutu terpercaya Amerika," kata telah Kevin L. Schwartz di situs Counterpunch.org, sebagaimana dikutip Reuters, Minggu (17 Juli).
Pakar politik asal Amerika itu kemudian menunjukkan beberapa perkembangan sebelumnya tentang memburuknya hubungan kedua negara sekaligus memburuknya reputasi Saudi Arabia di dunia internasional. Pertama tentu saja adalah ditandatanganinya perjanjian program nuklir Iran oleh Amerika, beredarnya informasi-informasi sensitif tentang Saudi, beredarnya kesaksin pengadilan tentang kesaksian Zacharias Moussaoui tentang keterlibatan Saudi dalam Serangan WTC, Perang Yaman yang telah menewaskan ribuan warga sipil dan hukuman mati terhadap 47 orang termasuk ulama Shiah terkemuka.
Schwartz menyebutkan bahwa pada bulan April lalu Komisi Luar Negeri Senat Amerika mencoba melarang penjualan senjata ke Saudi Arabia setelah bergolaknya Perang Yaman.
"Dalam hal-hal lain hubungan dengan Saudi Arabia juga mengalami tekanan yang sama," tulis Schwartz.
Tahun lalu pemerintah Swedia menolak memperbaharui kontrak senjata yang ditandaatangani tahun 2005, sementara Inggris membatalkan kontrak senilai £5,9 juta untuk membantu pelatihan penanganan tahanan. Hal yang sama dilakukan Belgia dan Belanda, sebut Schwartz.
Lebih jauh pada Februari 2016 lalu Parlemen Eropa mengeluarkan keputusan bagi pelarangan penjualan sentara kepada Saudi Arabia terkait krisis Yaman yang telah mengarah pada 'situasi bencana kemanusiaan'.
Dalam artikel yang ditulisnya di Council on Foreign Relations, F. Gregory Gause III, guru besar politik University of Vermont, menyebutkan bahwa hubungan Amerika-Saudi berada pada kondisi 'ketegangan yang tidak pernah terjadi sebelumnya selama beberapa tahun terakhir' yang memaksa Presiden Obama untuk mempertanyakan status Saudi sebagai sekutu terpercaya.(ca)
Mungkinkah akn terjadi revolusi besar di saudi arabia? Menjadi negara Republik misalnya
ReplyDelete