Thursday, 6 October 2016

Amerika Pertimbangkan Serangan ke Suriah, Rusia Mengancam

Indonesian Free Press -- Amerika tengah mempertimbangkan dengan serius untuk menyerang Suriah setelah kegagalan gencatan senjata yang digagas Rusia dan Amerika. Sementara Rusia kembali mengancam akan memberikan reaksi keras atas langkah tersebut.

Seperti dilaporkan sejumlah media internasional Jum'at kemarin (6 Oktober) para pejabat keamanan tertinggi Amerika termasuk Presiden Obama, tengah mendiskusikan dengan serius langkah untuk menyerang Suriah.

“Salah satu usulan untuk mengatasi keberatan Presiden untuk menyerang Suriah tanpa mandat dari PBB adalah melakukan serangan itu secara diam-diam tanpa publikasi,” kata seorang pejabat tinggi Amerika yang tidak disebutkan identitasnya kepada Washington Post.

Menurut laporang tersebut sebuah rapat tingkat tinggi pejabat-pejabat keamanana Amerika telah dilangsungkan hari Rabu lalu dan akan diikuti dengan rapat Dewan Keamanan Nasional yang melibatkan Presiden Obama, pada akhir pekan ini.


"CIA dan Staff Gabungan telah menyatakan dukungannya bagi dilakukannya 'serangan terbatas terhadap pemerintah Suriah Rabu lalu," tambah Washington Post yang menyebut langkah tersebut sebagai 'langkah kinetik'.

Seorang pejabat lainnya mengatakan bahwa terdapat dukungan luas dari para pejabat Amerika untuk dilakukan 'tindakan kinetik' terhadap pemerintah Suriah.

“CIA dan Staff Gabungan mengatakan bahwa jatuhnya Aleppo (ke tangan pemerintah Suriah) akan menghancurkan tujuan-tujuan konter-terorisme Amerika di Suriah,” tambah pejabat tersebut.

Seperti diketahui, dengan dukungan serangan udara Rusia, pasukan Suriah dan koalisinya kini tengah melancarkan operasi pembebasan Aleppo dari para pemberontak dan teroris. Sejauh ini operasi ini telah menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Sebelumnya, pada hari Senin (3 Oktober) Amerika mewujudkan ancamannya dengan mengumumkan penghentian pembicaraan bilateral dengan Rusia terkait krisis Suriah. Namun perundingan untuk menghindari bentrokan udara antara pesawat-pesawat tempur Rusia-Amerika tetap berlanjut.

Dalam perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani Menlu AS John Kerry dan Menlu Rusia Sergei Lavrov 9 September lalu disepakati pembentukan Joint Implementation Center (JIC) yang berkantor di Genewa dengan tugas memantau gencatan senjata dan mengatur tindak lanjutnya dengan kerjasama militer kedua negara untuk memerangi terorisme di Suriah. Namun dengan pengumuman itu secara efektif JIC pun bubar.

"Tidak ada lagi yang bisa dibicarakan antara Amerika dan Rusia di Suriah," kata Jubir Kepresidenan Josh Earnest, Senin.

Pada hari yang sama Presiden Vladimir Putin menunjukkan ketegasannya dengan membatalkan kerjasama Amerika-Rusia bagi penanganan limbah plutonium dengan menyalahkan 'tindakan permusuhan' Amerika terhadap Rusia sebagai salah satu alasannya.

"Kini tampak bahwa Amerika telah gagal memenuhi kondisi kunci perjanjian untuk memperbaiki kondisi kemanusiaan bagi warga Aleppo. Dan kini, setelah gagal memenuhi kesepakatan yang mereka tandatangani sendiri, mereka justru menyalahkan kami," kata Jubir Kemenlu Rusia Maria Zakharova menanggapi kegagalan gencatan senjata.

Maria pun mengeluarkan ancaman bahwa serangan terhadap Suriah akan dibalas dengan tindakan keras Rusia.



S-300 dan S-400 Rusia Siap Bertindak

Sementara itu Russia Today, kemarin (6 Oktober) melaporkan bahwa sistem pertahanan udara Rusia di Suriah yang meliputi S-200, S-300, dan S-400 akan bereaksi terhadap serangan Amerika ke Suriah.

"Awak pertahanan udara Rusia tidak bisa menentukan secara tepat jalur penerbangan rudal-rudal dan milik siapa rudal-rudal itu. Dan semua ilusi amatiran tentang 'pesawat siluman' (merujuk pada pesawat-pesawaat generasi kelima Amerika) akan menemukan kenyataan yang pahit," kata Jubir Kemenhan Rusia Igor Konashenkov perihal laporan media-media Amerika tentang rencana 'pilihan kinetik' Amerika, seperti dilaporkan Russia Today.(ca)

2 comments:

  1. Amerika smkin mnunjukan dirinya sbg borok dan biang keladi teroris pd dunia. Smg Kemenangan selalu di tangan Suriah..

    ReplyDelete
  2. bukan masanya, jika obama ingin melakukan mereka perlu melakukan sebelum russia terlibat serius, jika ini pilihan mereka marikita lihat keberanian us

    ReplyDelete