Indonesian Free Press -- Tahun 1871, sekitar 500 orang "white men" menggantung 20 Tionghoa di ghetto Chinatown Los Angeles. Aksi rasial ini diprovokasi rasa takut terhadap "Yellow Peril" (Bahaya Kuning).
Di awal abad 20, rasa takut terhadap Yellow Peril muncul dalam karakter
fiksi karya penulis British Sax Rohmer. Tokoh fiksi itu diberi nama Dr.
Fu Manchu, seorang super kriminal oriental dari negeri timur. Seluruh
kebejatan orang Asia dan Bahaya Kuning bereinkarnasi dalam satu orang:
Fu Manchu. Di masanya, popularitas Fu Manchu sekelas dengan tokoh
Dracula dan Sherlock Holmes. Selama beberapa dekade, persepsi barat
terhadap orang Asia (khususnya Tionghoa) dipengaruhi tokoh fiksi ini.
Budayawan David Tang menilai karakter fiksional ciptaan Rohmer itu sebagai stereotyping rasial terburuk.
Karena Fu Manchu, orang Tionghoa dibayangkan sebagai sekumpulan bangsa licik, jahat, keji, punya rencana memusnahkan ras kulit putih. Padahal, sebagaimana bangsa lain, Tionghoa juga memiliki figur historis baik dan hebat seperti Huangdi, Lao Tze, Kongzi, Zengzi, Sun Tzu, Li Zhemin, Ganghis Khan dan lain sebagainya.
Semua kebaikan dan sisi positif dari Tionghoa kalah oleh satu figur fiksi: Fu Manchu, the imaginative embodiment of Yellow Terror.
Di Jakarta, ada seorang figur politik yang punya potensi menjadi reinkarnasi semua orang Tionghoa dalam satu badan. Berbeda dengan Fu Manchu, figur ini nyata. Dialah Fu Man Hok.
Fu Man Hok bisa menjadi personifikasi imaginatif bahwa orang Tionghoa (khususnya politisi Tionghoa) itu kasar, suka mencaci maki, gemar menindas rakyat dengan penggusuran, hobi berbohong, koruptif, rasis, megalomania, ambisius, pro orang kaya, males mikir dan penista agama. Fu Man Hok tidak mampu menjadi "model minoritas" yang bisa diteladani.
Padahal, sepanjang sejarah Indonesia, tidak pernah ada politisi Tionghoa sebejat Fu Man Hok.
Mulai dari Harry Tjan Silalahi sampai Stenly Adi Prasetyo, politisi Tionghoa kerap santun dan intelek. Kwik Kian Gie contoh klasik modernnya.
Dulu, ada figur keras macam Kwee Thiam Tjing (si Tjamboek Berdoeri). Orang satu ini beberapa kali masuk bui karena terlalu keras mengecam Belanda, Tionghoa dan pribumi komprador. Namun, dia berbobot. Tidak kasar dan sebiadab Fu Man Hok. Karya sastranya dicari Ben Anderson.
Ada figur keras dan idealistik kaku seperti Yap Thiam Hien. Dia non kompromis terhadap apa pun yang tidak sesuai dengan pendiriannya. Seorang tokoh Kristen Protestan hebat. Namun, dia tidak pernah memaki orang dengan sebutan "taik". Dia tetap santun.
Karena ulah Fu Man Hok, seorang demonstran seperti Soe Hok Gie bisa dapet label "panasbung" karena hobi demo.
Saya kira Fu Man Hok mesti ditumbangkan. Segera. Sebelum dia sukses membangun citra negatif terhadap seluruh orang Tionghoa, seperti dulu dilakukan Fu Manchu.
THE END
Budayawan David Tang menilai karakter fiksional ciptaan Rohmer itu sebagai stereotyping rasial terburuk.
Karena Fu Manchu, orang Tionghoa dibayangkan sebagai sekumpulan bangsa licik, jahat, keji, punya rencana memusnahkan ras kulit putih. Padahal, sebagaimana bangsa lain, Tionghoa juga memiliki figur historis baik dan hebat seperti Huangdi, Lao Tze, Kongzi, Zengzi, Sun Tzu, Li Zhemin, Ganghis Khan dan lain sebagainya.
Semua kebaikan dan sisi positif dari Tionghoa kalah oleh satu figur fiksi: Fu Manchu, the imaginative embodiment of Yellow Terror.
Di Jakarta, ada seorang figur politik yang punya potensi menjadi reinkarnasi semua orang Tionghoa dalam satu badan. Berbeda dengan Fu Manchu, figur ini nyata. Dialah Fu Man Hok.
Fu Man Hok bisa menjadi personifikasi imaginatif bahwa orang Tionghoa (khususnya politisi Tionghoa) itu kasar, suka mencaci maki, gemar menindas rakyat dengan penggusuran, hobi berbohong, koruptif, rasis, megalomania, ambisius, pro orang kaya, males mikir dan penista agama. Fu Man Hok tidak mampu menjadi "model minoritas" yang bisa diteladani.
Padahal, sepanjang sejarah Indonesia, tidak pernah ada politisi Tionghoa sebejat Fu Man Hok.
Mulai dari Harry Tjan Silalahi sampai Stenly Adi Prasetyo, politisi Tionghoa kerap santun dan intelek. Kwik Kian Gie contoh klasik modernnya.
Dulu, ada figur keras macam Kwee Thiam Tjing (si Tjamboek Berdoeri). Orang satu ini beberapa kali masuk bui karena terlalu keras mengecam Belanda, Tionghoa dan pribumi komprador. Namun, dia berbobot. Tidak kasar dan sebiadab Fu Man Hok. Karya sastranya dicari Ben Anderson.
Ada figur keras dan idealistik kaku seperti Yap Thiam Hien. Dia non kompromis terhadap apa pun yang tidak sesuai dengan pendiriannya. Seorang tokoh Kristen Protestan hebat. Namun, dia tidak pernah memaki orang dengan sebutan "taik". Dia tetap santun.
Karena ulah Fu Man Hok, seorang demonstran seperti Soe Hok Gie bisa dapet label "panasbung" karena hobi demo.
Saya kira Fu Man Hok mesti ditumbangkan. Segera. Sebelum dia sukses membangun citra negatif terhadap seluruh orang Tionghoa, seperti dulu dilakukan Fu Manchu.
THE END
Kebenaran pasti menang pd akhirnya..
ReplyDeleteTime will tell