Indonesian Free Press -- Amerika mengalami dua pukulan telak di Suriah paska serangan rudal ke Suriah tgl 6 April lalu. Setelah Rusia menghentikan kerjasama komunikasi di Suriah hingga mengancam keamanan operasi udara Amerika di Suriah dan Irak, Amerika pun terpaksa meminta ma'af kepada Rusia. Selain itu, Turki semakin menunjukkan wataknya yang tidak bisa dipercaya Amerika dan sekutu-sekutu lainnya dengan menyerang milisi Kurdi yang dukungan Amerika.
Seperti laporan Veterans Today berjudul 'Exclusive: Trump Apologized to Russia for Syria Attack' tanggal 28 April, melalui Menlu Tillerson yang menemui para pejabat Rusia paska insiden serangan Amerika ke Suriah, Amerika menyatakan permintaan ma'af.
"Tampaknya mereka (Amerika) sadar bahwa operasi udara mereka di Suriah tidak akan bisa berjalan tanpa koordinasi dengan Rusia,” kata Nikita Danyuk, Wakil Direktur Center for Strategic Research and Prognosis at RUDN University, kepada Radio Sputnik seperti dikutip Veterans Today dalam laporannya.
Menurut laporan tersebut, setelah permintaan agar kerjasama dengan Rusia dilanjutkan, diiringi dengan permintaan ma'af Amerika, Rusia akhirnya setuju untuk memberlakukan kembali kerjasama dengan Amerika.
Sebelumnya Indonesian Free Press (IFP) telah melaporkan bahwa karena takut pesawat-pesawatnya menjadi korban tembakan rudal Rusia paska penghentian kerjasama, Amerika mengurangi secara signifikan operasi udaranya di Suriah dan Irak.
"Ia (Menlu Tillerson) menjelaskan kepada Rusia bahwa bosnya (Donald Trump) tengah mabuk dan berusaha pamer kepada Presiden Cina," tulis Veterans Today tentang alasan keputusan Donald Trump yang memerintahkan untuk menyerang Suriah beberapa waktu lalu.
Menurut Nikita Danyuk, belajar dari pengalaman ini Amerika tidak lagi mengulangi kenekadan untuk menyerang Suriah. Namun hal ini juga memberikan dampak buruk bagi Amerika yang tampak lemah di mata Turki. Pada tanggal 25 April Turki melancarkan serangan udara terhadap milisi Kurdi yang didukung Amerika di Suriah utara.
"Pada 25 April, Angkatan Udara Turki membom markas komando kelompok Kurdish People’s Protection Units (YPG) di Mount Karachok di dekat kota Al-Malikiyah," tulis South Front.
Serangan juga dilakukan terhadap pusat media, stasiun radio, (Voice of Rojava FM), pusat komunikasi dan sejumlah unit-unit militer. Menurut klaim YPG sebanyak 20 orang tewas oleh serangan itu.
Turki sendiri mengklaim menewaskan 70 anggota milisi Kurdi yang dituduh telah 'mengirimkan teroris, bom dan bahan-bahan peledak ke wilayah Turki'. Klaim ini sekaligus membantah desas-desus bahwa Turki telah melakukan kesalahan sasaran.
Presiden Turki Recep Erdogan mengatakan bahwa rencana serangan itu telah diberitahukan kepada Amerika dan Rusia, namun Kemenhan Amerika (Pentagon) membahtahnya dan menyebut aksi itu sebagai 'tidak disetujui oleh koalisi anti-ISIS yang dipimpin Amerika'.(ca)
Ada kekuatan besar dibalik sepak terjang yg "nekad" dr Turki dan Erdogan.. ??
ReplyDeleteWaktu dan sejarah yg membuktikan