Indonesian Free Press -- Blogger tidak lagi bisa berharap bahwa Iran akan menjadi bangsa 'pembawa bendera hitam' di masa mendatang. Salah satu faktornya adalah karena watak bangsa Iran yang relatif supra-ekstrovert dan 'suka bertengkar', dan faktor lainnya adalah kekuatan judeo-paganism di balik regim Iran sebagaimana akan kami tulis nanti (Freemasonri di Iran).
Berbeda dengan bangsa Indonesia, khususnya budaya Jawa yang menjadi faktor pemersatu Indonesia, konflik diumbar di muka umum, terutama perselisihan antar elit-politik. 'Perselisihan' politik antara Prabowo Subiyanto dengan Jokowi, atau antara Megawati dengan SBY, misalnya, hanya berlangsung diam-diam. Sebaliknya, di Iran, perselisihan antar-elit politik berlangsung vulgar dan sengit, yang otomatis membuat perselisihan antar kelompok akar rumput berlangsung jauh lebih sengit.
Mantan Presiden Ahmadiejad, misalnya, pernah terlibat perselisihan sengit dengan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Khamenei. Ahmadinejad juga berselisih di muka umum dengan Ketua Parlemen Ali Larijani. Padahal ketiganya masih berada dalam satu kubu politik, yaitu konservatif. Apalagi perselisihan antara politisi dari kubu yang berseberangan, seolah tidak bisa lagi didamaikan.
Kerusuhan-kerusuhan Revolusi Hijau paska pilpres 2009 adalah puncak dari perselisihan antar-elit Iran yang nyaris menumbangkan negara Iran. Pada saat itu, bau zionisme sangat terasa melingkupi Iran.
Perselisihan baru-baru ini juga kembali diperlihatkan oleh Presiden Rouhani dengan pemimpin militer Iran yang secara de-facto dan de-jure berada di bawah kendali Pemimpin Tertinggi Ayatollah Khamenei. Keduanya saling kecam soal program senjata Iran yang tengah dilakukan oleh militer Iran. Rouhani menginginkan militer menghentikan program ujicoba rudal-rudalnya untuk menghentikan kecaman internasinal, terutama Amerika, yang bersama Iran dan sejumlah negara besar terikat dengan kesepakatan program nuklir Iran. Sementara militer bersikeras bahwa program mereka tidak berkaitan dengan perjanjian nuklir.
Seperti dilansir AFP, 6 Mei lalu, dalam sebuah acara debat pilpres hari Jumat (2 Mei) kandidat 'incumbent' Presiden Hassan Rouhani mengkritik Tentara Pengawal Revolusi (IRGC) yang telah membuat pesan-pesan provokatif pada rudal-rudal yang diujicoba. Hal ini langsung dibalas oleh IRGC dengan meminta Rouhani untuk tidak 'campur tangan' urusan militer.
"Kami melihat bagaimana mereka (militer) menulis slogan-slogan di bawah rudal-rudal yang diujicoba dan memamerkan rudal-rudal bawah tanahnya untuk mengganggu JCPOA (perjanjian program nuklir Iran)," kata Rouhani menjelang pilpres tanggal 19 Mei mendatang.
Menanggapi hal itu jubir militer Iran Jendral Masoud Jazayeri menyebut bahwa program ujicoba rudal Iran tidak ada kaiatannya dengan JCPOA.
"Kami, sekali lagi, menekankan dan menyarankan kepada para kandidat presiden untuk menghindari isyu-isyu penting, sensitif dan kontroversial tentang pertahanan negara ini dengan memberikan informasi palsu kepada publik,” kata Jazayeri seperti dilansir kangor berita IRIB.
"Keberadaan rudal-rudal bawah tanah sangat penting sebagai 'deterrent factor' terhadap musuh-musuh Republik Islam Iran,” tambah Jazayeri.
Iran menganggap ujicoba-ujicoba rudal ballistik yang tengah digelar adalah program yang syah yang tidak melanggar JCPOA yang ditandatangani tahun 2015. Namun Amerika menggunakan isyu itu untuk memperpanjang sanksi kepada Iran karena kekhawatiran rudal-rudal tersebut bisa digunakan untuk meluncurkan senjata nuklir.
Seluruh kandidat presiden mendukung JCPOA, yang juga didukung secara hati-hati oleh Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. Namun para politisi konservatif menentang perjanjian itu karena ketidak percayaan mereka dengan Amerika. Khamenei sendiri 'cenderung' menolak JCPOA dan berkali-kali terlibat saling sindir dengan Rouhani.
"Katakan kepada rakyat, apa yang akan kalian lakukan dengan perjanjian ini (JCPO). Kalian semua menentangnya. Ketika (Presiden Donald) Trump terpilih, kalian bertepuk tangan karena ia (Trump) mengatakan akan membatalkan perjanjian," kata Rouhani dalam acara debat.
Di masa lalu Iran adalah tempat tinggal yang nyaman bagi bangsa yahudi hingga sampai saat ini pun terdapat ribuan orang yahudi yang tinggal dengan nyaman di sini dan menjadi kelompok 'elit' di negeri ini. Salah satu hari suci yahudi, Purim, bahkan berkaitan dengan Iran. Diduga kuat sejumlah tokoh penting Iran adalah keturunan yahudi, dan organisasi rahasia yahudi Freemasons, masih eksis di Iran.(ca)
berarti di dlm internal Iran sendiri masih ada bumbu2 sekam yg siap membara??
ReplyDeleteTapi apa yg di katakan ayatullah Khamenei hanya yg taat bisa mengalahkan apa segampang itu .bisa di bobol pertahanan Iran .kenapa kita mudah di kuasai asing karena bangsa kita bangsa yg selalu tunduk dg bangsa kulit putih selalu merasa mereka lebih baik
ReplyDeleteHaha
ReplyDelete