Saturday, 10 June 2017

Qatar Siaga Perang

Indonesian Free Press -- Pemerintah Qatar menetapkan kondisi siaga perang menghadapi kemungkinan serangan dari Saudi Arabia dan koalisinya, menyusul krisis diplomatik setelah Saudi dan sejumlah negara Arab memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Qatar.

Seperti dilaporkan CNN Arab, Kamis (8 Juni), dengan mengutip sumber-sumber di Departemen Pertahanan AS, Qatar telah menetapkan kondisi kesiapan militer tertinggi untuk mengantisipasi kemungkinan serangan dari luar (Saudi Cs.).

Menurut laporan tersebut, Qatar telah mengeluarkan tank-tank Leopard dari barak untuk mengantisipasi serangan oleh negara-negara tetangga yang baru saja mengucilkan Qatar. Tidak hanya itu, Qatar juga sudah mengirim surat kepada Saudi, Uni Emirat Arab dan Bahrain, mengatakan akan menembak setiap kapal dari ketiga negara itu yang memasuki perairan Qatar.


Dephan Amerika, di sisi lain mengatakan bahwa sejauh ini operasi militer Amerika tidak terganggu oleh eskalasi politik yang terjadi di Qatar dan kawasan menyusul pemutusan hubungan diplomatik oleh Saudi dan 7 negara Arab/Islam atas Qatar. Qatar merupakan tuan rumah bagi pangkalan udara Al Udeid Air Base yang dioperasikan bersama Amerika dan sejumlah negara barat. Qatar juga menjadi pusat komando militer Amerika untuk kawasan Timur Tengah dan Asia Tengah, The United States Central Command (USCENTCOM atau CENTCOM)

Kesiapan Qatar ini menyusul adanya ultimatum dari pemerintah Saudi yang menyampaikan sejumlah tuntutan sebagai syarat pemulihan hubungan. Di antara syarat-syarat itu adalah pentutupan stasiun televisi Al Jazeera, pemutusan hubungan dengan Ikhwanul Muslimin dan pemutusan hubungan Qatar dengan Iran. Kabar soal tuntutan dan ultimatum ini hanya beredar di kalangan diplomatik dan tidak ada konfirmasi dari otoritas Qatar maupun Saudi. Namun media utama seperti Wall Street Journal membenarkannya.

Sejauh ini, pemerintah Qatar tidak bergeming dengan tuntutan dan ultimatum tersebut. Sebaliknya, pemerintah Qatar menunjukkan ketegasannya untuk mempertahankan kedaulatan.

"Pemerintah Qatar akan melakukan segala langkah untuk menjamin kehidupan warga dan penduduk Qatar dan akan menghancurkan semua upaya untuk mempengaruhi dan merugikan rakyat dan ekonomi Qatar," demikian pernyataan Kemenlu Qatar tidak lama setelah pengumuman pemutusan hubungan diplomatik oleh Saudi Cs., Senin lalu (5 Juni).

Secara kuantitatif Qatar bukan tandingan koalisi Saudi Cs. Penduduk Qatar kurang dari 3 juta, sebagian besar bahkan warga asing. Militer Qatar juga hanya berkekuatan 12.000 personil. Namun Qatar terlalu berharga untuk dibiarkan jatuh ke tangan Saudi, demikian setidaknya pandangan Amerika, Turki dan Iran. Bahkan kelompok Houthi yang tengah berperang melawan koalisi Saudi di Yaman pun telah menawarkan bantuan kepada Qatar untuk menghadapi Saudi Arabia.

Bagi Turki, Qatar menjadi sekutu paling strategisnya setelah kehilangan sekutu kuat regim Mohammad Mursi di Mesir dan kini pun Turki kehilangan pengaruh di Suriah dan Irak. Turki bahkan telah mengantisipasi hal ini dengan mengikat perjanjian militer dengan Qatar dengan membangun pangkalan militer di Qatar yang bisa menampung 5.000 personil militer. Menyusul konflik diplomatik yang tengah terjadi ini, Turki telah memutuskan untuk mengirim kontingen militer tambahan ke Qatar. Dengan armada udara Qatar Airways, Turki bisa mengirim puluhan ribu tentara ke Qatar dalam waktu tidak terlalu lama.

Demikian juga dengan Iran, yang telah menawarkan bantuan makanan untuk Qatar menyusul blokade yang dilancarkan Saudi Cs terhadap Qatar. Iran dan Qatar berbagi kepemilikan cadangan gas alam terbesar di dunia yang berada di Teluk Parsi dan baru pada bulan April lalu Qatar memutuskan untuk melanjutkan kerjasama pembangunan kilang gas alam bersama Iran. Faktor inilah, yang menurut media Israel Haaretz, menjadi pemicu pemutusan hubungan oleh Saudi.

Mungkin karena itulah Amerika menunjukkan perubahan sikap berkaitan dengan konflik yang melanda Qatar ini. Jika awalnya Presiden Donald Trump mendukung langkah Saudi Arabia, Trump akhirnya menunjukkan sikap pro-Qatar, atau setidaknya netral.

Hanya sehari setelah membela langkah Saudi, Donald Trump pun menelpon pemimpin Qatar dan menawarkan penyelesaian konflik dengan mengundang pemimpin Qatar dan Saudi ke Gedung Putih. Media-media pun menulis bahwa Donald Trump 'menekankan pentingnya semua pihak di kawasan untuk bekerjasama mencegah tumbuhnya terorisme dan menghentikan promosi idiologi ekstremisme'.

Analis politik Timur Tengah Giorgio Cafiero kepada Al Jazeera, 7 Juni, mengatakan bahwa eskalasi politik yang terjadi tidak bisa dinafikan akan berubah menjadi konflik militer.

"Ada banyak analis yang percaya bahwa kemungkinan pecahnya organisasi negara-negara Teluk (GCC) tidak bisa dikesampingkan. Jika negara-negara ini gagal menyelesaikan masalah ini dan eskalasi mencapai titik puncak, kita harus siap dengan kemungkinan enam negara GCC tidak bisa bersama di bawah satu banner," kata Cafiero.

"Untuk itulah kini Qatar tengah mempersiapkan diri," tambahnya.

Apa yang dilakukan Saudi pada Qatar sepertinya sama dengan yang dilakukan Polri terhadap Habib Rizieq. Kedua-duanya adalah langkah blunder yang bakal menghantam diri sendiri. Mari kita tunggu saja kelanjutannya.(ca)

5 comments:

  1. Latnat Allah sudah tak terhindari lagi keduanya sama sama anti kemanusiaan kejam dan tamak antara serigala dan hari mau semoga terjadi perang tak perduli mereka Muslim atau bukan seorang muslim sangat hina manakala berlaku seperti kafir peranglah sudah lelah di Yaman kalah terus sudah di bantu Pasukan khusus Amerika masih keok coba coba mau menang ya serang Qatar apa kira kira turky membela dak ya sudah kalap gembong Wahabi .lucu ya habib Rizieq di bawa bawa apa kita mau di sodori paham Wahabi. Apa indoNesia banyak wahbinya

    ReplyDelete
  2. Qatar akan tetap menempuh langkah damai dan persuasif..
    Cara keras hany akan menambah konflik.

    ReplyDelete
  3. Lebay full dasar yg memulis berita provokator berhenti sajalah dari pembuat berita yg gak berkualitas

    ReplyDelete
  4. Lebay full dasar yg memulis berita provokator berhenti sajalah dari pembuat berita yg gak berkualitas

    ReplyDelete