Rusia Perkuat Pangkalan Laut di Suriah
Indonesian Free Press -- Bentrokan udara antara pesawat-pesawat tempur AS dan Rusia di Suriah semakin meningkat karena tumpang-tindih wilayah operasional kedua angkatan udara di Suriah. Insiden tersebut sangat berpeluang memicu bentrokan senjata lebih luas antara kedua negara. Demikian sebagaimana dijelaskan oleh James Jatras, mantan penasihat keamanan Komisi Senat Amerika kepada Press TV, 16 Desember lalu.
Pernyataan tersebut disampaikan terkait dengan insiden terakhir dimana dilaporkan oleh sejumlah media Barat bahwa pesawat-pesawat tempur Amerika telah menghadang pesawat tempur Rusia, Rabu (13 Desember).
Dephan Amerika pada hari Kamis (14 Desember) mengklaim pesawat tempur Rusia telah terbang di wilayah yang dilarang di udara Suriah. Karenanya, dua pesawat tempur F-22 Amerika kemudian menghadangnya. Demikian klaim Dephan Amerika. Insiden yang melibatkan pesawat dua pesawat pembom Sukhoi Su-25 Grach Rusia itu terjadi di sebelah timur Sungai Eufrat di dekat kota Al Bukamal yang baru dibebaskan Suriah dari pendudukan ISIS.
Jubir Dephan Amerika Eric Pahon, dalam pernyataannya itu menuduh pesawat-pesawat Rusia itu melakukan manuver berbahaya yang mengancam keamanan pilot-pilot Amerika. Pesawat-pesawat Rusia itu akhirnya mengubah arah penerbangan ke arat barat Sungai Eufrat, setelah 40 menit ketegangan di udara antara pesawat-pesawat Rusia dan Amerika, klaim Pahon.
Namun klaim itu dibantah oleh Dephan Rusia yang balik mengklaim pesawat-pesawat Rusia lah yang telah mengusir pergi pesawat-pesawat Amerika. Rusia mengklaim pesawat-pesawatnya tengah melakukan misi pengawalan terhadap konvoi kemanusiaan ketika pesawat-pesawat Amerika datang mengganggu.
"Menjadi pertanyaan besar tentang otoritas, apa dasar legalitas pesawat-pesawat tempur Amerika terbang di wilayah Suriah?” kata Jubir Dephan Rusia menanggapi klaim Amerika itu.
“Saya tidak tahu yang sebenarnya terjadi. Keprihatinan saya adalah bahwa ada pesawat-pesawat tempur Amerika dan Rusia yang beropersi secara berdekatan di Suriah. Pesawat-pesawat Rusia terbang secara legal, sedangkan Amerika tidak dengan segala motif dan tujuannya,” kata Jatras.
"Dan asa kekhawatiran bahwa bakal terjadi kesalahan, semacam insiden antara Amerika dan Rusia yang harus dihindarkan oleh siapapun. Ini adalah cara bagaimana beberapa peperangan berawal, dan ini adalah reisiko yang tidak bisa kita tanggung,” tambah Jatras.
Sementara itu Russia Today melaporkan, 13 Desember lalu, bahwa Presiden Rusia tengah mengajukan persetujuan ke parlemen bagi penguatan militer Rusia di Suriah dengan memperkuat pangkalan laut di Tartus. Dengan pangkalan yang diperkuat itu Rusia diharapkan bisa melabuhkan kapal perang bertenaga nuklirnya.
"Dengan rencana itu, pangkalan di Tartus bisa menampung 11 kapal perang sekaligus, termasuk kapal-kapal bertenanga nuklir," tulis laporan itu.
Dalam dokumen rencana tersebut, tulis Russia Today, Rusia menekankan bahwa tujuan pembangunan pangkalan laut itu semata-semata untuk tujuan defensif dan bukan ditujukan kepada negara lain.
Mantan Kastaf AL Rusia Admiral Viktor Kravchenko, mengatakan kepada Interfax bahwa peningkatan kemampuan pangkalan laut di Tartus akan memungkinan Rusia meningkatkan kemampuan operasional di wilayah Laut Mediterania dan Timur Tengah secara signifikan.
Selama ini pangkalan laut di Tartus hanya berfungsi untuk pengisian bahan bakar dan bantuan teknis bagi kapal-kapal perang Rusia.
Sebelumnya kantor berita Interfax melaporkan bahwa Rusia berencana membangun dua dermaga baru di Tartus yang mampu menampung kapal-kapal besar. JUga bakal dibangun fasilitas pendukung seperti perkantoran dan kompleks hunian bagi personil militer Rusia.
Sementara itu anggota Parlemen Dmitry Belik mengatakan kepada RIA Novosti bahwa Rusia akan mempertahankan kekuatan militernya di Tartus dengan 10 kapal perang dan kapal-kapal pendukung.
Bila Rusia akan memperkuat kekuatan lautnya, Presiden Vladimir Putin bulan ini memerintahkan penarikan sebagian kekuatan udara Rusia setelah mengunjungi pangkalan udara di Khmeimim. Perintah ini setelah Rusia menganggap angkatan udara Rusia telah berhasil menjalankan misinya menghancurkan teroris sejak intervensi militer Rusia bulan September 2015.(ca)
Kehadiran militer Amerika di langit Suriah adalah ilegal. Jika tidak ada Rusia, pemboman ala Libya akan terjadi di Syria
ReplyDelete