Suatu siang, Soeharto menunggu kedatangan Yusril Ihza Mahendra di rumahnya pada medio 2000-an. Keduanya memang relatif dekat.
Perkenalan keduanya bermula sejak Yusril menjabat sebagai Staf Khusus Kementerian Sekretaris Negara pada 1998. Di masa-masa itu Yusril juga sering berkunjung ke Cendana bersama atasannya, Saadilah Mursyid.
Kedekatan itu pula yang membuat Soeharto secara cair mengutarakan keinginan pada pertemuan siang itu.
"Ril, saya ini perlu rumah," tutur Soeharto, seperti diceritakan ulang Yusril dalam wawancaranya kepada CNNIndonesia.com, 27 Maret lalu.
Yusril tak ingat detil hari, bulan, atau tahun pertemuan itu. Satu hal yang pasti, keduanya berjumpa di Jalan Cendana, Menteng, Jakarta, tepatnya di rumah pribadi Soeharto.
Saat itu, Yusril sendiri sudah menjabat sebagai Menteri Sekretaris Negara dalam Kabinet Indonesia Bersatu 2004-2009 di bawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono.
Dia mengatakan dirinya mendapatkan telepon ajudan Soeharto, I Gusti Nyoman Suweden, bahwa Soeharto ingin bertemu.
"Perlu rumah buat apa, Pak?" jawab Yusril dengan nada bingung. Dia mengaku tidak tahu arah pembicaraan Soeharto saat itu.
"Ya kan yang lain sudah, toh. Gus Dur (Abdurrahman Wahid) sudah dikasih rumah. Megawati sudah. Ya yang belum kan saya," tutur Yusril menirukan Soeharto.
Menurut pengakuan Yusril, Soeharto tertawa usai mengatakan hal tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1978 tentang Hak Keuangan/Administratif Presiden dan Wakil Presiden pada pasal 8, setiap yang pernah memangku dua jabatan itu memang berhak mendapat rumah kediaman dengan perlengkapannya.
Hak inilah yang coba diminta Soeharto melalui Yusril. Jika diberikan, Soeharto ingin menyulap rumah itu menjadi sebuah rumah sakit kecil, mewujudkan mimpi istrinya dulu, yakni Siti Hartinah atau Tien Soeharto yang belum kesampaian.
Soeharto bahkan sudah memiliki bayangan pasti lokasi rumah yang ia inginkan: di ujung Jalan Teuku Umar, Menteng.
Yusril Ihza Mahendra menceritakan soal masa tua Soeharto. (Foto: CNN Indonesia/Artho Viando)
"Dulu Ibu (Tien Soeharto) mau rumah itu," kata Yusril menirukan Soeharto.
Satu persoalan yang menghalangi cita-cita terakhir Soeharto itu adalah harga rumah yang mencapai Rp75 miliar. Sementara itu, jatah rumah kepada mantan presiden maksimal bernilai Rp20 miliar.
Soeharto lantas menanyakan nilai rumah pemberian pemerintah kepada Megawati Soekarnoputri yang juga berlokasi di Jalan Teuku Umar. Yusril mengatakan harga rumah itu Rp25 miliar.
"Terus Pak Harto bilang begini, 'kalau begitu, ya saya kan jadi presiden enam kali. Enam kali Rp20 miliar kan Rp120 miliar'. Saya bilang, 'enggak, Pak. Ngitungnya Cuma sekali'," tutur Yusril yang diikuti dengan tawa.
Yusril mengungkapkan percakapan dengan Soeharto selalu dihiasi gelak tawa. Tidak berlangsung tegang meski topik yang dibicarakan penting.
Tiba-tiba, kata Yusril, Soeharto mengalihkan pembicaraan, meski ihwal rumah yang menjadi hak Soeharto selaku mantan presiden masih belum tuntas.
"Dia bilang, 'Ril, lihat tuh rumah bocor-bocor'," kata Yusril. Saat mengatakan hal itu, Soeharto memandang atap yang bocor tidak jauh dari lokasi mereka berada.
Tak Punya Uang
Sebulan setelah perjumpaan itu telepon genggam Yusril kembali berbunyi. Ajudan Soeharto, I Gusti Nyoman Suweden, memintanya kembali datang.
Yusril mendapati rumah Soeharto demikian sepi. Hening. Tidak ada anak-anak Soeharto menemani sang ayah bercengkerama.
Tiada pula anak kecil yang berlari-lari seraya berteriak gembira. Hanya ada beberapa asisten rumah tangga dan ajudan yang menjalankan tugasnya.
Tiba di ruangan tempat pertemuan, Yusril mendadak haru dengan pemandangan di hadapannya. Soeharto duduk sendiri di kursi goyang.
"Di situ saya timbul rasa kasihan. Rumah sepi enggak ada orang. Pak harto duduk di kursi goyang. Ini yang sekian lama berkuasa di Indonesia, duduk sendirian di kursi goyang, kira-kira begitu," kata Yusril.
Perbincangan keduanya diawali dari hal remeh-temeh, sebelum masuk ke pokok tujuan Soeharto memanggil Yusril. Lagi-lagi soal rumah jatah presiden.
"Jadi gini ya, Ril, soal rumah itu. Kalau dibilang Rp75 miliar ya berat. Nanti kamu Mensesneg jadi susah. Saya enggak jadi lah rumah itu. Saya minta duitnya saja," tutur Yusril menirukan Soeharto.
Yusril mengaku kaget dengan permintaan itu. Sosok yang selama 32 tahun menjadi presiden masih membutuhkan uang di hari tuanya. Keterkejutan Yusril pun bertambah setelah ia menanyakan alasan permintaan Soeharto tersebut.
"Pak Harto bilang, 'saya sudah enggak punya duit'. Di situ saya mulai agak terharu," katanya.
Kepada Yusril, Soeharto menyebut uang tunai itu akan ia gunakan untuk memperbaiki rumah Cendana. Terutama atap-atap yang bocor hingga membuat lantai tergenang air.
"'Saya sudah tidak punya duit untuk biaya ini biaya itu. Rumah sudah rusak ini. Jadi tolong kamu kasih saya uang Rp20 miliar'" ujar Soeharto, seperti dituturkan ulang Yusril.
Setelah pertemuan itu, Yusril langsung mengutarakan permintaan tersebut kepada Sri Mulyani yang saat itu menjabat Menteri Keuangan. Yusril mengaku tidak langsung menjelaskan kepada Sri Mulyani duduk perkaranya dan hanya meminta Rp20 miliar untuk membayar utang.
Sri Mulyani kaget dan bertanya balik kepada Yusril soal pihak yang harus diberikan uang oleh pemerintah.
"Saya bilang, (ini) utang ke Pak Harto." ujar Yusril.
Sri Mulyani mengajukan syarat, asalkan disetujui oleh SBY.
Semula SBY pun kaget dengan permintaan itu dan mempertanyakan balik. Hanya saja, penjelasan Yusril membuat SBY kemudian mengeluarkan secarik memo yang isinya menyetujui permintaan itu.
"Saya juga kasihan. Beliau ngomong begini lho ke saya. Mungkin ke orang lain enggak ngomong begitu tapi ke saya ngomong begitu. Sudah tidak punya duit," tutup Yusril.
Artikel Asli
Keterangan: Dicopas dari Linetoday, 20 Mei 2018
inilah pelajaran hidup.. orang berkuasa, bergelimang harta dan lainya itu sementara.. teman itu banyak tapi sahabat itu sangat sedikit
ReplyDeletesalam hormat untuk bapak..
Dulu sebelum reformasi dikatakan beliau punya harta yg tidak akan hbs 10 turunan. jadi semua ini fitnah dari pendatang haram saat reformasi? Spt Forkot, Forbes, PDIP
ReplyDelete