Monday 10 October 2011
DI AMBANG PINTU SERANGAN ISRAEL ATAS IRAN
Saat ini kemungkinan terjadinya serangan militer Israel atas Iran demi menghentikan program nuklir Iran sepertinya tidak bisa lagi dielakkan. Dengan pernyataan-pernyataan keras PM Israel Benjamin Netanyahu dan Menhan Ehud Barak serta Presiden Barack Obama yang membutuhkan dukungan komunitas yahudi dalam pemilihan presiden Amerika tahun depan, kemungkinan itu telah berada di tahap "ambang batas".
Awal minggu lalu media-media massa Israel memberitakan pertemuan rahasia antara Menhan Amerika dengan Menhan Israel, Ehud Barak, di Israel. Ini adalah pertemuan kedua mereka hanya dalam waktu 2 minggu terakhir. Pertemuan pertama di Washington, DC di mana kala itu Barak juga bertemu Direktur CIA David Petraeus. Menurut media massa Israel pertemuan tersebut membahas keinginan Israel menyerang Iran.
"Barak dan PM Benjamin Netanyahu dipercaya menginginkan serangan terhadap Iran, sementara Amerika telah kehabisan kata-kata untuk menyatakan keberatannya. Pendahulu Panetta, Robert Gates, telah berulangkali menyatakan keberatannya atas rencana serangan Israel dengan menyatakan serangan itu akan membawa konsekwensi besar."
“Admiral Michael Mullen, yang bulan lalu pensiun dari jabatannya sebagai kepala staffa gabungan, telah menyampaikan beberapa peringatan kepada Netanyahu yang mengklarifikasi penolakan Amerika atas serangan tersebut."
"Akhir-akhir ini pemerintahan Obama menahan diri dari pernyataan langsung terhadap kemungkinan serangan Israel," demikian tulis media massa terbesar Israel, Haaretz.
Pada tgl 26 September lalu Benjamin Netanyahu dalam sebuah wawancara televisi mengulang kembali perkembangan program nuklir Iran, dengan mengatakan bahwa "waktunya sangat pendek" sebelum Iran memiliki kemampuan membuat senjata nuklir dan menjadi ancaman serius keamanan Israel dan dunia.
Satu-satunya hal yang bisa membuat Israel menyerang Iran adalah keyakinan para pemimpin mereka bahwa Amerika akan berada di belakang mereka, terlebih lagi menjelang pemilu Amerika tahun depan yang membuat semua kandidat presiden mempertimbangakan serius dukungan etnis yahudi yang sangat kuat. Dan jika putusan sudah dibuat, Israel tidak akan memberitahukan siapapun, termasuk Amerika, sebelum melakukan serangan. Israel tidak akan memberi kesempatan presiden Amerika, misalnya, untuk meminta waktu mengkaji serangan Israel dengan para pembantunya. Dan sejarah sudah membuktikan, Amerika tidak pernah bisa menolak mendukung Israel, bahkan untuk suatu kebijakan yang sangat tidak populer seperti menyerang negara tetangga.
Para pemimpin Israel juga mengerti dengan apa yang dilakukan para pendahulu mereka menghadapi para Presiden Amerika. Jika tuntutan mereka dikabulkan Israel, mereka akan memberikan tuntutan yang lebih keras. Pada tahun 1980 PM Israel Menachem Begin dibuat marah dengan tuntutan Presiden Jimmy Carter untuk menyerahkan Sinai kepada Mesir. Begin kemudian berteriak-teriak kepada para pendukungnya, juga kepada orang-orang yahudi Amerika bahwa jika Carter terpilih lagi menjadi presiden, ia akan memaksa Israel mengakui kedaulatan Palestina. Orang-orang yahudi pun mengalihkan dukungannya kepada kandidat lain, Ronald Reagan yang akhirnya membuat Carter kalah.
Mereka kini berfikir, jika Obama dibiarkan memenangkan kursi kepresidenan untuk periode keduanya, ia akan merasa bebas bertindak atas Israel dan memperkeras tekannya kepada Israel untuk berdamai dengan Palestina dengan mengorbankan keinginan Israel.
Selain "hambatan Amerika" yang kini tampak melemah, Netanyahu dan Barak kini tidak lagi memiliki penentang dalam pemerintahan Israel. Sebagaimana dikatakan mantan direktur Mossad, Meir Dagan kepada pers beberapa waktu lalu, selama ini ia bersama kepala staff gabungan Letjend Azkenazi serta Direktur Sin Beth (dinas keamanan Israel), berhasil mencegah ambisi Netanyahu dan Barak untuk menyerang Iran yang dikatakan Meir sebagai "hal paling bodoh yang pernah didengarnya". Kini mereka bertiga sudah pensiun sehingga relatif tidak ada lagi halangan bagi ambisi Netanyahu dan Barak.
Sementara itu Yaakov Katz, koresponden senior Jerusalem Post, melaporkan:
"Kunjungan terakhir Leon Panetta ke Israel membawa misi mencegah Israel untuk menyerang Iran. Itu pada tahun 2009 saat ia menjabat sebagai direktur CIA. Minggu ini Panetta akan kembali detang ke Israel, sebagai menhan, dimana ia akan berdiskusi dengan Ehud Barak. Iran kembali akan menjadi agenda utama pembahasan. Apa yang akan ia dapatkan dalam pertemuan itu kemungkinan tidak akan menyenangkannya."
"Menurut beberapa analisis, peluang Israel menyerang Iran mungkin semakin besar. ... Panetta mungkin akan menggunakan kunjungannya untuk membujuk Israel untuk tidak menyerang... Ia mungkin juga ingin mendapatkan jaminan bahwa Israel tidak akan "mengejutkan" (menyerang tanpa pemberitahuan) Amerika," lapor Katz.
Menurut Katz, Panetta tidak akan bertemua Barak 2 kali dalam 2 minggu serta terbang ribuan mil ke Israel hanya untuk membicarakan sanksi atas Iran. "Saya mencium bau perang di udara. Demi Tuhan saya harap saya salah, karena ribuan orang akan tewas jika saya benar," tulis Katz.
Sumber:
"Haaretz: Panetta Arrives In Israel For ‘Urgent Consultations’ On Iran"; Richard Silverstein – Eurasia Review; 3 Oktober 2011 dalam thetruthseeker.co.uk; 5 Oktober 2011
No comments:
Post a Comment