Setelah berbulan-bulan berada pada posisi defensif dalam isu Syria, Rusia di bawah kepemimpinan Vladimir Putin mulai mengambil langkah offensif untuk membela sekutu dekatnya itu. 2 langkah tegas telah dilancarkan Rusia dan langkah ketiga kini tengah bekerja di medan perang Syria.
Langkah tegas pertama adalah usul Rusia untuk menyelenggarakan konperensi internasional untuk Syria yang digagas Rusia dengan nama "Contact Group on Syria" bersamaan dengan pengiriman pasukan perdamaian "ala" Rusia, Collective Security Treaty Organization, yang berisi pasukan dari negara-negara eks Uni Sovyet.
Sejauh ini usulan ini masih menjadi perdebatan di dunia internasional. Di 1 sisi Rusia berkukuh mengundang Iran, sekutu Rusia dan Syria sebagai peserta, sementara Amerika menolaknya. Pada saat yang sama Amerika dan PBB juga merencanakan inisiatif sendiri sebagai kelanjutan konperensi "Friends of Syria" yang diboikot Rusia karena dianggap "sepihak". Di sisi lain Sekjen CSTO Nicolai Bordyuzha menyatakan kesiapannya untuk mengirimkan 20.000 personil militer ke Syria setiap saat.
Adapun langkah tegas kedua adalah peluncuran rudal balistik "Bulaval". Peluncuran ini dilakukan tgl 7 Juni, bersamaan waktunya dengan tindakan sekjen PBB Ban Ki Moon dan Komisaris Tinggi HAM PBB Navi Pillay mengajukan resolusi kecaman terhadap Syria di Sidang Umum PBB. Peluncuran tersebut kemudian disusul dengan beberapa peluncuran lainnya. Peluncuran-peluncuran itu kini tengah menjadi perbincangan hangat kalangan internasional, terutama masyarakat kawasan Timur Tengah karena selain memberi pesan politis, juga karena rudal tersebut terlihat jelas di sebagian besar kawasan Timur Tengah.
Peluncuran Bulaval yang sengaja ditunjukkan ke seluruh kawasan Timur Tengah menjadi peringatan tegas bahwa Rusia siap berperang untuk membela Syria. Sumber-sumber inteligen juga menyebutkan, langkah-langkah tersebut telah dikoordinasikan dengan pemerintah Syria, karena bersamaan dengan langkah-langkah tersebut, atas permintaan Rusia pemerintah Syria melancarkan offensif militer baru terhadap kawasan-kawasan yang dikuasai pemberontak.
TIDAK HANYA GERTAKAN
Dalam membela sekutunya Syria, Rusia ternyata tidak hanya melakukan gertakan. Mereka juga siap menghadapi situasi riel, yaitu perang terbuka yang melibatkannya.
Sebagaimana ditulis media "Nezavisimaya Gazeta" baru-baru ini, Rusia tengah menyiapkan unit-unit militernya untuk terjun langsung dalam medan perang Syria. Mengutip pejabat militer Rusia yang tidak disebutkan namanya, koran ini menulis bahwa Presiden Putin telah memerintahkan para komandan perangnya untuk mempersiapkan operasi militer di luar Rusia, termasuk di Syria.
Unit-unit militer Rusia yang telah dipersiapkan dalam operasi tersebut adalah Divisi ke-76 Pasukan Terjun, Divisi ke-15 AD, termasuk juga pasukan khusus dari Armada Laut Hitam yang memiliki pangkalan di Tarsus, Syria. Detil dari operasi tersebut tengah dalam pembahasan di meja komando Collective Security Treaty Organisation (CSTO) sebagaimana juga Shanghai Cooperation Organization dimana Cina juga tergabung.
Menurut laporan tersebut penggelaran pasukan akan ditentukan oleh pemerintah Rusia atau atas permintaan PBB. Namun rencana tersebut juga memberikan pilihan penggelaran pasukan tanpa persetujuan PBB.
Minggu lalu tiga kapal perang Rusia masuk ke perairan Syria. Menurut laporan "Tehran Times" yang mengutip pernyataan pejabat militer Rusia, hal itu untuk menunjukkan kepada Amerika dan NATO bahkan Rusia siap perang di Syria, di tengah ancaman intervensi militer barat yang semakin kuat paska tragedi Pembantaian Houla.
Sebelumnya Sekjend CSTO Nikolai Bordjusha, mengisyaratkan kesiapannya menggelar pasukan di Syria. "Tugas di Syria kemungkinan terbesar akan ditujukan kepada pemberontak, yang telah menggunakan senjata untuk menyelesaikan masalah politik," katanya.
Paska Pembantaian Houla yang penyebabnya masih belum jelas (pemerintah dan media massa Syria, Rusia, sebagaimana juga para pengamat independen menuduh pemberontaklah sebagai pelakunya), desakan untuk melakukan intervensi militer terhadap Syria oleh barat semakin menguat. Presiden Perancis Francois Hollande menyatakan pilihannya pada langkah intervensi militer. Sementara menlu Amerika Hillary Clinton mengemukakan kemungkinan intervensi militer NATO tanpa persetujuan PBB. Sementara pejabat-pejabat Jerman berupaya membujuk Rusia untuk tidak menentang langkah tersebut. Namun Putin dengan tegas menolak langkah tersebut. Dua minggu yang lalu PM Rusia Minister Dmitry Medvedev yang sebelumnya dikenal moderat terhadap barat, termasuk "membiarkan" Libya lepas dari pengawasan Rusia, bahkan memperingatkan Amerika dan sekutu-sekutunya bahwa intervensi militer atas Syria akan memicu perang nuklir.
Ref:
"Russia prepares army for Syrian deployment"; Clara Weiss; World Socialist Website; 12 Juni 2012
hebat putin siap perang, karena rusia tidak mau di jadikan negara boneka amrik dan zionis dan cina pasti akan bantu rusia. bravo rusia dan cina
ReplyDeleteBetul banget setuju, kedua negara tersebut memang bukan main, mereka kalau perang ya perang tidak seperti as hanya menggertak
Deletemanteb deh Rusia n China....
ReplyDelete