Dunia kini tengah menyaksikan suatu "perang" diplomatik yang sangat intensif antara "blok" zionis internasional (Amerika, Uni Eropa dan GCC atau Arab Teluk serta Israel) melawan Iran terkait isu program nuklir Iran. Sebenarnya lebih tepat untuk tidak dikatakan sebagai perang karena Iran sama sekali tidak melakukan perlawanan langsung, melainkan lebih banyak melakukan langkah-langkah antisipatif untuk menghindari kerugian lebih besar. Namun hasilnya bisa saja sangat mengejutkan, tidak hanya keberhasilan Iran memenangkan "peperangan", namun juga menghancurkan pilar ekonomi global yang dikuasai zionisme global.
Para diplomat zionis internasional dan media-media massa yang dikuasainya di seluruh dunia selalu berdalih sebagai "masyarakat internasional" saat melakukan kampanye anti program nuklir Iran. Namun mereka lupa bahwa "masyarakat internasional" sebenarnya bukan hanya Amerika, Uni Eropa , negara-negara Arab Teluk serta Israel, tapi juga BRICS (Brazil, Russia, India, China dan Afrika Selatan, negara-negara pengimbang dominasi Amerika dan Uni Eropa) serta negara-negara Non-Blok (Non-Aligned Movement). Merekalah yang sebenarnya "masyarakat internasional", yang melihat betapa Iran telah diperlakukan tidak adil dalam isu program nuklirnya, terutama dalam perundingan-perundingannya dengan negara-negara P5+1 (Amerika, Inggris, Perancis, Rusia, Cina plus Jerman).
Ketika perundingan-perundingan itu mengalami jalan buntu para pejabat zionis internasional berkoar-koar bahwa "Iran menyia-nyiakan kesempatan dengan ngotot menuntut hak pengayaan uranium". Tentu saja Iran, sebagai anggota Non-Proliferation Treaty (NPT), berhak untuk meminta diperbolehkan melakukan pengayaan uranium.
Dan inilah dunia sebenarnya dimana fakta-fakta bertaburan.
Rusia memilih jalan "pendekatan bertahap (step-by-step approach)” yang berarti Iran secara bertahap meningkatkan kerjasamanya dengan badan atom internaisonal (International Atomic Energy Agency) dengan imbalan sanksi-sanksi yang dikenakan terhadapnya dikurangi secara bertahap pula. Jalan ini pada akhirnya akan menghancurkan saling ketidak percayaan antara Amerika dan Iran.
Semua analis diplomatik internasional tahu bahwa pertikaian diplomatik ini berkisar tentang "tingkat kemurnian uranium" yang dibolehkan atas Iran (tingkat kemurnian uranium menentukan kemampuan membuat senjata nuklir), namun solusi telah dimulai di "suatu tempat", dan "suatu tempat" itu adalah pengakuan atas hak Iran untuk meningkatkan kadar uraniumnya yang diikuti dengan penghapusan sanksi-sanksi ekonomi dan diplomatik atasnya. Maka solusi yang ditawarkan Rusia adalah jalan yang paling rasional, bukan pilihan zionis internasional untuk menyalahkan dan menghukum Iran.
Memang tentu saja zionis internasional dengan cepat mengatakan "tidak" pada solusi tersebut. Mereka tidak akan mencegah perundingan terjadi tanpa Iran terlebih dahulu menghentikan program pengayaan uraniumnya. Ingat pada bulan Mei 2010 saat Brazil, Turki dan Iran membuat kesepakatan setelah berunding intensif selama 18 jam di Teheran, Iran. Kesepakatan yang dicapai adalah bahwa Iran akan mengirimkan uranium-uranium yang telah dimurnikannya (pada tingkat kemurnian yang rendah) ke Turki dan Turki akan mengirimkan uranium yang lebih tinggi tingkat kemurniannya yang cukup untuk mengaktifkan reaktor nuklir untuk penelitian).
Kala itu bahkan negara-negara Arab Teluk yang selalu "ketakutan" dengan kekuatan Iran setuju dengan solusi itu sebagaimana juga Perancis. Namun bahkan meski Rusia dan Cina melihatnya sebagai "kekalahan bagi Iran" karena telah menggadaikan haknya sebagai anggota International Atomic Energy Agency, Amerika dengan cepat menolak solusi tersebut karena melihat Iran tetap boleh melakukan pengayaan uranium.
Kini meski Iran harus menerima penjualan minyaknya berkurang karena sanksi-sanksi barat, Iran akan tetap menemukan jalan untuk mengatasinya. Cina tetap akan menjadi mitra bisnisnya dengan membeli minyak lebih murah dari Iran namun dengan jumlah lebih besar, dengan mata uang yuan. Bahkan India pun tetap membeli minyak Iran, meski untuk menghindari sanksi dari Amerika, membayarnya dengan emas. Dan saat Rusia pun mulai menggunakan devisa lain untuk perdagangan energinya selain dolar, maka era keruntuhan dolar sebagai mata uang perdagangan internasional yang menjadi pangkal dominasi Amerika di dunia, dimulai.
Iran sangat mungkin akan melakukan kebijakan pemeriksaan pada kapal-kapal tanker minyak negara-negara yang memberi sanksi terhadapnya saat melintas Selat Hormuz sebagaimana tengah dibahas parlemen Iran. Ini sudah cukup untuk membuat harga minyak dunia melonjak, dan yang paling mengalami dampaknya adalah Uni Eropa dan Amerika.
Amerika harus berfikir cerdas sebelum memutuskan berperang melawan Iran sehingga tidak mengalami bencana sebagaimana pengalaman mereka di Baghdad. Setelah bertahun-tahun bertempur untuk menghancurkan regim Saddam Hussein dan menggantinya dengan regim baru yang "bersahabat", Amerika justru ditendang oleh pemerintah Irak dan kini Irak justru bersahabat dengan Iran.
Ref:
"Iran won’t crack"; Pepe Escobar; Asia Times; 7 Juli 2012
Gimana mau kalah sedangkan suratan takdirnya adalah tak terkalahkan,episode per episode dan ending kita sudah tau bahwa pemimpin dunia adalah iran wilayah imam Mahdi as
ReplyDelete