Beberapa hari yang lalu, Minggu 16 September 2012 pukul 16.00, saya menyaksikan sebuah program siaran di TVOne tentang konflik Syria. Awalnya saya berharap bahwa sebagai televisi Indonesia yang berada jauh dari daerah konflik, negara mayoritas Islam yang politik luar negerinya menentang zionisme, sekaligus negara pendiri gerakan Non-Blok, TVOne akan melakukan liputan yang jujur dan berimbang. Namun saya sangat kecewa karena TVOne jauh menyimpang dari harapan-harapan tersebut. Propaganda anti-Syria juga pernah dilakukan TVOne beberapa waktu lalu melalui acara "Damai Indonesiaku" ketika seorang ustadz wahabi yang mengisi acara tersebut dengan berapi-api membakar sentimen anti-Shiah terkait krisis yang terjadi di Syria.
Penyimpangan pertama adalah TVOne tidak melakukan liputan langsung di daerah konflik sehingga bisa menyajikan laporan jurnalisme yang jujur. Alih-alih TVOne hanya mengandalkan laporan pihak ketiga melalui wawancara yang dilakukan di wilayah Turki. Lebih parahnya lagi adalah pihak ketiga yang dijadikan sumber informasi hanya berasal dari 1 kelompok yang terlibat pertikaian, yaitu kelompok oposisi, khususnya anggota tentara pemberontak Free Syrian Army (FSA).
Satu-satunya hal yang agak menghibur saya, namun tidak sebanding dengan kekecewaan saya terhadap seluruh isu siaran tersebut, adalah pernyataan seorang ibu rumah tangga warga negara yang tinggal di Turki yang suaminya bekerja di Syria sebagai TKI. Sang ibu yang sederhana itu lebih cerdas dibanding seluruh jajaran redaksi TV ONe dalam melihat konflik Syria. Dengan jujur ia mengatakan bahwa konflik di Syria disebabkan oleh campur tangan Amerika.
"Selama ratusan tahun rakyat Syria, Sunni-Shiah hidup damai, dan tiba-tiba saja terjadi kerusuhan hebat. Semua ini karena campur tangan Amerika," katanya.
Sayangnya pernyataan ibu rumah tangga itu ditempatkan seolah terpisah dari jalinan cerita yang disajikan dan ditempatkan di awal siaran sehingga tidak memberikan pesan yang kuat bagi pemirsa. Beda tentunya jika ditempatkan di bagian akhir liputan. Itu semua adalah sebuah kesengajaan.
Hampir seluruh liputan berisi pernyataan anggota Free Syrian Army (mereka tengah merencanakan mengganti nama menjadi National Syrian Army untuk meninggalkan gambaran negatif yang terlanjur melekat akibat aksi-aksi biadab mereka yang bocor ke publik dunia) yang tentu saja menyalahkan pemerintahan Presiden Bashar al Assad dalam konflik yang melanda Syria. Orang-orang yang tidak pernah sekalipun mengungkapkan keprihatinannya atas pendudukan Israel atas Dataran Golan (wilayah Syria yang diduduki Israel sejak tahun 1967) itu tiba-tiba saja dengan penuh semangat menyerukan jihad menumbangkan Bashar Al Assad yang disebutnya sebagai kafir dan biadab. Padahal Bashar telah memimpin Syria dengan relatif baik. Bahkan dibandingkan pemimpin-pemimpin Indonesia, ia masih lebih baik. Misalnya saja ia menanggung semua biaya pendidikan (hingga kuliah) dan kesehatan semua warganya (termasuk pengobatan dan perawatan paling mahal sekalipun). Ia juga melindungi semua golongan etnis dan agama.
Tentu saja, sebagaimana negara-negara di seluruh dunia, masih ada kelemahan-kelemahan seperti korupsi atau ulah diskiriminatif aparat pemerintahan, namun tidak se-ekstrim yang dikatakan media-media massa.
Sebaliknya liputan TVOne tidak bisa menjelaskan, mengapa aksi-aksi protes sebagian warga yang diinspirasi oleh revolusi Tunisia dan Mesir bisa berubah menjadi pemberontakan bersenjata tak berkesudahan. Padahal pemerintah Syria, bahkan sebelum mulai terjadi aksi-aksi demonstrasi bulan Maret 2011, telah melakukan berbagai langkah reformasi. Langkah-langkah reformasi itu tergolong sangat drastis dan mendahului semua program reformasi yang dilakukan negara-negara di Timur Tengah lainnya, seperti penerapan UU Kebebasan Pers dan UU Parpol dan Pemilu. Tidak hanya itu, Syria bahkan telah menjalankan pemilu.
Memang ada sebagian warga yang kurang puas dengan pemerintahan Bashar al Assad, namun itu hanya sebagian kecil. Lagipula dasar ketidak puasan adalah sentimen agama dan golongan, karena Bashar berasal dari mazhab Alawi yang minoritas. Mazhab ini memang memiliki kedekatan dengan Mazhab Shiah karena memuliakan saudara dan menantu Rosulullah, Ali bin Abi Thalib, berdasar sebuah hadits Rosul yang diakui kevaliditasannya oleh seluruh umat Islam di dunia: "Aku adalah gerbang kota ilmu, dan Ali adalah kuncinya." Namun dari segi ritual dan dasar-dasar keimanan lain, mashab ini tidak berbeda jauh dengan mashab Sunni yang mayoritas. Misalnya, mereka sholat dengan bersedekap sebagaimana orang-orang Sunni, tidak melepaskan tangan sebagaimana Shiah. Mereka masih dalam kelompok kaum muslimin yang menjalankan kewajiban-kewajiban dalam Islam seperti sholat, puasa, zakat dan berhaji. Namun musuh-musuhnya menyebutnya sebagai kafir yang harus diperangi.
Tidak adakah orang-orang atau kaum lain yang lebih utama untuk diperangi? Bukankah masih ada Israel yang menjajah rakyat Palestina dan merampok tanah orang-orang muslim? Bukankah ada regim Burma yang membantai orang-orang muslim Rohingya? Dan bukankah ada Amerika dan sekutu-sekutunya yang masih menduduki negeri Afghanistan dan kini juga memerangai orang-orang muslim Pakistan, Afghanistan, Somalia dan lain-lainnya?
Tanpa penjelasan yang rasional atas "kampanye" anti pemerintah Syria, kita harus berfikir kritis sebagaimana ibu rumah tangga Indonesia, istri TKI yang bekerja di Syria. Krisis di Syria disebabkan oleh skenario jahat zionisme internasional dengan dukungan antek-anteknya Turki, Saudi dan Qatar. Dan para "mujahid" yang kini tengah memerangi pemerintah Syria adalah orang-orang bodoh yang diperalat oleh orang-orang zionis internasional. Sebagaimana pelaku Bom Bali yang setelah sadar kemudian insyaf dan menyesal.
Beberapa waktu lalu pemimpin pemberontak Syria mengatakan bahwa seandainya ia menang dan menjadi pemimpin Syria, ia akan memerintahkan dilakukan perundingan dengan Israel untuk mendapatkan kembali Dataran Golan yang diduduki Israel.
Apakah ia lebih bodoh dari kerbau yang bisa menghindari lubang yang pernah memerosokkanya? Selama belasan tahun Palestina, di bawah pemerintahan Yasser Arafat, melakukan perundingan dengan Israel untuk mengembalikan hak-hak rakyat Palestina. Namun yang terjadi, Israel justru mempermainkan Palestina bagai boneka. Dan terakhir Arafat harus menebus hidupnya sebagai korban pembunuhan konspirasi zionisme karena "ngotot" dengan tuntutan-tuntutan politiknya.
Sebaliknya Hizbollah, sebuah organisasi militan Lebanon yang lebih kecil dari pasukan Palestina, mampu membebaskan sebagian besar wilayah Lebanon yang diduduki Israel dengan jalan peperangan. Demikian juga HAMAS yang berhasil merebut Gaza karena kekuatan senjata.
Itulah sebabnya Bashar al Assad tidak pernah mau berdamai dengan Israel yang masih menduduki Dataran Golan, karena ia belajar dari Palestina dan Lebanon. Dan karena itulah kini ia diperangi. Bagi Israel dan para zionisme internasional, Syria dan blok perlawanan anti Israel yang dibangun bersama Iran, Hizbollah dan Hamas, adalah batu penghalang proyek besar pembangunan negara Israel Raya.
Insya Allah lain kali saya akan postingkan tulisan tentang perlawanan Syria terhadap upaya dominasi Israel, termasuk konspirasi zionisme dengan presiden Mesir Anwar Sadat terhadap Syria dalam Perang Yom Kippur.
No comments:
Post a Comment