Dengan gagah berani TVOne masih mempertahankan program acara "Laporan dari Timur Tengah" yang sangat jauh dari prinsip jurnalisme yang jujur, adil dan netral. Acara ini sama sekali tidak "cover both side" dengan hanya mengutip keterangan dari pihak-pihak anti-pemerintah tanpa sedikit pun memberikan porsi kepada pihak pemerintah. Acara ini juga hanya menampilkan narasumber yang itu-itu saja yang miskin perspektif. Dan siaran Sabtu dinihari tadi (29/10) kembali memberikan laporan yang bias.
Menurut siaran itu "Parlemen Lebanon menuduh Syria sebagai pelaku pemboman di Beirut yang terjadi hari Jum'at (19/10)". Bagi yang memahami politik Lebanon berita itu sungguh menggelikan. Baik pemerintahan maupun parlemen Lebanon kini dikuasai oleh blok politik yang pro-Syria dan anti-Israel/Amerika, yang tentu akan sangat sulit mengeluarkan pernyataan resmi seperti itu bahkan seandainya Syria benar-benar menyerang Lebanon.
Saya beri contoh "kedekatan" Lebanon dengan Syria. Ketika beberapa waktu lalu terjadi insiden tembak-menembak di perbatasan Lebanon-Syria, Presiden Lebanon Michel Suleiman memerintahkan menlu Lebanon untuk mengajukan protes kepada Syria. Sang menlu menolak dengan mengatakan bahwa "sesama teman tidak akan saling memarahi". Ketika sebagian rakyat Lebanon melakukan aksi demonstrasi besar-besaran menentang Syria paska terbunuhnya mantan PM Rafiq Hariri tahun 2005, Hizbollah dan sebagian rakyat Lebanon lainnya mengadakan demonstrasi besar-besaran mendukung Syria. Ketika pemberontak Syria menculik seorang warga Lebanon pendukung pemerintah Syria, milisi Lebanon pendukung Syria balik membalas menculik anggota pemberontak Syria yang berada di Lebanon. Dan di perbatasan Lebanon-Syria terdapat ribuan milisi Syria keturunan Lebanon yang mengangkat senjata mendukung pemerintah Syria.
Dan kini kubu pro Syria-lah yang menguasai pemerintahan dan parlemen. Apalagi ketua Parlemen Lebanon adalah tokoh pro-Syria, yaitu Nabih Berri, tentu berita tentang "parlemen Lebanon menuduh Syria" sangat jauh dari kenyataan. Berita yang benar tentu saja adalah "seorang anggota parlemen Lebanon dari kubu oposisi menuduh Syria". Namun TVOne telah menebarkan propaganda zionismenya.
Tidak seperti TVOne yang selalu menampilkan pemberontak Syria sebagai pihak yang unggul dan benar, saya selalu memberikan analisis yang realistis, yaitu pemberontak adalah pihak yang inferior dan teroris yang harus disalahkan atas krisis kemanusiaan yang terjadi di Syria. Dari awal tujuan mereka hanya membuat kekacauan di Syria untuk memberi alasan dilakukannya intervensi NATO. Dan ketika NATO tidak kunjung melakukan intervensi karena ditentang Rusia dan Cina, pelan namun pasti mereka mati kelelahan.
Sebuah analisis inteligen yang dilakukan pemerintah Amerika baru-baru ini menyebutkan bahwa kekuatan pemberontak Syria jauh dari cukup untuk memenangkan peperangan. Dari harapan pemerintah Amerika bahwa kekuatan pemberontak mencapai 70 ribu personil, perhitungan terakhir menunjukkan jumlahnya hanya sekitar 30 ribu, 10% di antaranya adalah anggota kelompok-kelompok teroris yang terafiliasi dengan Al Qaida. Jumlah itu dianggap jauh dari memadai untuk mengalahkan pasukan pemerintah Syria.
Beberapa waktu lalu wartawan senior Inggris anti Syria, Rober Fisk, menulis dalam satu artikel di harian "The Independence" bahwa pemerintah Syria yang memiliki 4 ribu tank dan puluhan ribu tentara tidak mungkin kalah melawan pemberontak. Pernyataan itu "matching" dengan analisis inteligen Amerika yang bocor ke publik melalui situs berita online Israel, DEBKAFile.
Para pejabat Amerika dan barat mencoba mengabaikan analisis terakhir ini karena bertentangan dengan kalkulasi mereka bahwa Bashar al Assad tidak akan sanggup bertahan lebih dari 6 bulan. Kini para analis militer Amerika mengakui bahwa keseimbangan militer lebih berat ke kubu Bashar al Assad. Perubahan keseimbangan itu, menurut analis itu, selain bantuan senjata Iran dan Rusia, terutama karena kehadiran personil-personil militer Iran dari satuan elit Brigade Al Quds yang berhasil membentuk pasukan milisi Alawi pro-Bashar al Assad yang berkekuatan mencapai 70.000 personil.
Namun demikian Amerika tidak merubah sikapnya atas perkembangan di Syria dengan menolak intervensi langsung. Padahal sekutu-sekutu NATO dan negara-negara Arab Saudi dan Qatar sudah tiddsak sabar untuk melakukan intervensi. Turki bahkan telah mengerahkan personil militernya di perbatasan Syria dan memprovokasi perang. Tampak jelas bahwa Amerika tidak ingin mengalami bencana yang lebih hebat dari perang Irak dan Afghanistan.
Ref:
"New W. intelligence: Syrian rebels don’t have the numbers to win"; DEBKAfile; 15 Oktober 2012
No comments:
Post a Comment