Heloh S Namidub kembali dilanda kegalauan. Setelah popularitasnya disalib oleh Joyowi, ia kini semakin berada di ujung tanduk. Sebagian anggota parlemen kini membidiknya dalam kasus korupsi di perusahaan listrik negara yang ia pimpin sebelum menjadi menteri. Selain itu nama baiknya juga semakin merosot tajam setelah beberapa media independen dan jejaring sosial mengungkit-ungkit keborokan dan kelemahannya yang coba ia sembunyikan di balik kampanye massif pencitraan tim suksesnya.
Yang pertama mengungkit-ungkit kelemahan dan keborokan-keborokannya adalah sekelompok wartawan bodrek senior yang menamakan diri "kwartet blacan". Mantan anak buah Heloh yang menaruh dendam karena diperlakukan sewenang-wenang itu menggunakan jejaring sosial mengupas habis masa lalunya yang "kelam". Mulai dari kehidupan pribadi dan keluarganya yang centang-perenang, istri simpanannya yang ada dimana-mana, hingga ketidak becusannya menjadi pejabat publik baik semasa menjadi direktur perusahaan listrik negara maupun setelah menjadi menteri.
Ia memang berhasil membungkam "kwartet blacan" dengan segepok uang serta janji menjadikan mereka semua pejabat BUMN jika Heloh terpilih jari presiden, dan yang dilakukannya kemudian adalah menata kembali citra dirinya melalui kampanye pencitraan massif di jejaring sosial hingga ratusan media massa yang dikuasainya. Namun kini muncul lagi "pengganggu" yang lain, yaitu sebuah blog independen milik mantan anak buahnya yang lain.
"Sudah dicoba disuap?" tanya Heloh kepada Djoko W Goesman, ketua tim suksesnya untuk pemilihan presiden tahun 2014.
"Sudah bang, tapi nggak mempan," jawab Djoko.
"Berapa kau coba suap dia?" tanya Heloh lagi.
"Sama seperti si "blacan", katanya kasihkan saja ke panti asuhan," jawab Djoko lagi.
"Kampret!" kata Heloh.
Jika saja bukan karena ambisinya menjadi presiden yang harus menjaga citra bersih, ia tentu sudah menggunakan cara-cara kasar seperti biasanya untuk membungkam para mantan anak buanya yang "mbalelo". Maka untuk urusan yang satu ini ia hanya bisa mengandalkan uang sogokan. Sayangnya, meski terkenal "tajir", ia juga pelit. Segepok uang dianggapnya sudah maksimal, meski baginya itu hanya "recehan" tak berarti.
Djoko adalah anak buah Heloh yang paling setia meski oleh Heloh ia lebih sering dimanfaatkan untuk kepentingannya. Tidak melihat jalan hidup lain kecuali menulis berita atau "feature" yang tidak pernah bergeser dari "jilat pantat" dan "gertak sambal", ia rela dibayar murah selama belasan tahun hingga pensiun dengan tunjangan sekedarnya meski koran yang dibelanya telah menjadi konglomerat besar. Namun dengan peluang yang kini dimiliki Heloh untuk menjadi presiden, Djoko melihat hidupnya bakal berubah.
Djoko adalah tipikal wartawan dan seniman era 70-an 80-an. Merekayasa namanya agar tampak "keren" dengan harapan nasibnya berubah. Eddie D Sikandar, Ediet G Abe, Willy J Boediardgo, Tony J Kissa, Heloh S Namidub, Ismail K Dier dan ia Djoko W Goesman. Nama sebenarnya yang diberikan orang tuanya, adalah Djoko Gusmanto. Namun demi meniru kesuksesan Heloh yang nama aslinya adalah Budiman Sholeh, ia pun mengubah namanya.
Ada satu rahasia tentang Heloh yang dijaga Djoko dengan teguh, yaitu tentang sepatu ket yang selalu dipakai Heloh. Sepatu seperti itulah yang dulu selalu dipakain Heloh ketika masih menjadi wartawan lapangan. Suatu saat ketika Heloh telah menjadi wartawan mapan, ia mengajak Djoko menghadap Chandra, pemilik koran mereka bekerja, seorang konglomerat keturunan Cina yang merupakan salah seorang terkaya di Indungsia. Heloh ingin melaporkan keberhasilannya mengalahkan koran saingan terberat mereka.
Dengan pakaian paling bagus yang dimilikinya, Heloh dan Djoko pun menghadap. Namun bukannya puji-pujian, namun justru sindiran keras yang diterima Heloh.
"Kamu boleh mengalahkan koran mereka, namun kamu tetap tidak bisa seperti mereka. Mereka adalah bangsawan intelek. Mereka kaluarga pejuang bangsamu. Sedang kamu, cecere yang beberapa tahun lalu mengetuk-ngetuk pintu mereka meminta pekerjaan," sindir Chandra.
Sejak saat itu Heloh tidak pernah merasa nyaman kalau harus berpakaian necis.
Pada pemilu presiden 2014 mendatang "organisasi persaudaraan" berniat untuk membenturkan kelompok-kelompok nasionalis-sekuler dengan umat Islam. Setelah kebersilan proyek Joyowi menjadi gubernur ibukota, "organisasi" kembali akan berusaha mengalahkan umat Islam yang disusul kemudian dengan proyek de-Islamisasi secara nasional, termasuk membubarkan pondok-pondok pesantren.
Pilihan "organisasi" memang masih terpolarisasi antara Heloh dengan Joyowi untuk dijadikan jagoan menghadapi kandidat umat Islam. Namun dengan semakin merosotnya citra diri Heloh, Joyowi kemungkinan bakal melenggang ke persaingan. Apalagi Joyowi juga mendapat dukungan Presiden Subagyo, yang tampak jelas dari sering diikut sertakannya Joyowi dalam acara-acara kenegaraan.
Mohon ma'af. Komentar yg tidak sesuai konteks akan dihapus.
ReplyDeletepengecut! nantang sumpah diajak sumpah malah dihapus!
ReplyDeletepemfitnah pengecut!!!
penghapus komentar!
tanpakkan identitas dulu, baru nuduh pengecut. siapa yg sebenarnya pengecut?
ReplyDeleteSuka loncat sana loncat sini..pindah sana pindah sini..bertamu ke rumah orang bikin rusuh..berharap tuan rumahnya pindah biar bisa exodus ke sini..ha.ha.ha..cari rumah kontrakan ya..? Ngga terima kontrakan bagi yg adanya tanda2 mulai gila..ha.ha.ha..bikin rumah sendiri biar puas ngaturnya..cuma klu tetanggaan ama orang begini risih juga ya..he.he.he..mulai gila gini..mau berkuasa di rumah orang...sadar bro...
ReplyDelete