Sudan dikabarkan akan segera membangun pangkalan militer laut untuk Iran di Laut Merah. Demikian laporan yang ditulis oleh koran oposisi Hurriyat, Senin (10/12) dengan mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya. Sebelumnya pada Minggu (9/12) kelompok pemberontak "The Justice and Equality Movement (JEM)" juga menuduh Presiden Sudan Omar Bashir telah membuat kesepakatan dengan Iran untuk membangun pangkalan laut di Port Sudan atau di tempat lain di Laut Merah.
Tuduhan-tuduhan tersebut muncul setelah dua kapal perang Iran, frigat "Jamaran" berbobot 1.400 ton dan kapal pengangkut perbekalan berbobot 4.700 ton "Bushehr", merapat di pelabuhan Port Sudan, Sabtu pagi (8/12).
Mahjoub Hussein, jubir kelompok JEM, mengatakan bahwa kunjungan kedua kapal yang merupakan kali kedua dalam sebulan terakhir, tidak ditujukan kepada Israel, melainkan menguji reaksi negara-negara kawasan terhadap kemungkinan pembangunan pangkalan Iran di Sudan.
Di sisi lain jubir militer Sudan, Kolonel Al- Sawarmi mengatakan kepada pers Sudan, Jum'at (7/12), bahwa kunjungan kapal-kapal perang Iran itu merupakan bagian dari "kerjasama militer" dengan Iran. Kedua kapal berada di pelabuhan Port Sudan selama tiga hari, dan selama itu keduanya menerima kunjungan masyarakat.
Iran akhir-akhir ini sangat agressif meningkatkan kekuatan strategis angkatan lautnya, termasuk pembangunan kapal perang "Jamaran", kapal frigat buatan domestik canggih yang diluncurkan tahun 2010 lalu. Kapal ini memiliki kemampuan menghancurkan musuh di permukaan laut, di dalam laut maupun di udara dengan rudal-rudal dan torpedo yang dibawanya. Selain itu Iran juga telah meningkatkan wilayah operasi kapal-kapal perangnya dari Luat Mediterania hingga Selat Malaka.
Dengan kehadiran kapal-kapal perangnya, khususnya di sekitar Laut Merah dan Teluk Aden, Iran mendapatkan beberapa keuntungan. Di antaranya adalah mengurangi serangan bajak laut terhadap kapal-kapal dagang Iran. Selain itu dengan keberadaan kapal-kapal Iran di Laut Merah, maka Iran bisa mengamankan jalur pengiriman senjata dari Sudan ke Jalur Gaza untuk para pejuang Palestina.
Kunjungan kapal-kapal perang itu juga menunjukkan hubungan yang semakin serius antara Iran dan Sudan di tengah-tengah kekhawatiran Israel dan saingan-saingan Iran di kawasan, terutama Saudi Arabia dan negara-negara Teluk. Iran dan Sudan terikat pada kerjasama militer yang ditandatangani tahun 2008.
Presiden Sudan Bashir telah beberapa kali mengunjungi Iran. Terakhir bulan Agustus lalu bersamaan dengan kegiatan KTT Non-Blok yang digelar di Teheran. Bashir yang telah berkuasa selama 23 tahun setelah melakukan kudeta tak berdarah, kini berada pada tekanan yang berat. Selain beban hutang luar negeri yang ditanggung Sudan senilai $38 miliar, Sudan juga harus menanggung sanksi ekonomi Amerika. Pada saat hampir bersamaan Sudan juga kehilangan wilayah selatan negeri yang kaya minyak. Bulan lalu Bashir harus menghadapi kudeta gagal yang dilancarkan kepala inteligen Salah Gosh. Sementara itu militer Sudan harus bertempur melawan pemberontak di Kordofan Selatan dan wilayah Sungai Nil Biru.
Pada bulan Maret lalu pemberontak menuduh Iran telah mengirimkan tentara Pengawal Revolusi untuk membantu tentara pemerintah, namun baik Iran maupun pemerintah Sudan membantah tuduhan tersebut.
Sementara itu kedekatan Sudan dengan Iran, tidak hanya menjadi perhatian negara-negara kawasan, juga mendapat tantangan dari sebagian elit penguasa Sudan sendiri. Pada bulan November lalu menlu Ali Karti secara terbuka mengkritik pemberian ijin bagi kapal-kapal perang Iran mendarat di Sudan. Menurutnya, ia tidak diajak berbicara tentang rencana tersebut.
Pada akhir bulan Oktober lalu Iran telah mengirimkan dua kapal perang ke Port Sudan, hanya selang beberapa hari setelah insiden serangan udara terhadap sebuah pabrik senjata di luar ibukota Khartoum. Sudan menuduh Israel sebagai pelaku serangan, Israel sendiri menolak berkomentar. Namun secara tersirat para pejabat Israel membenarkan serangan tersebut dengan menyebut pabrik senjata yang diserang merupakan fasilitas militer yang dibangun Iran untuk membantu para pejuang Palestina.
Menanggapi serangan tersebut Presiden Bashir berjanji akan bekerja keras untuk mendapatkan senjata-senjata canggih untuk menghadapi serangan Israel di masa depan. Bashir juga menyebut Israel sebagai musuh utama Sudan yang akan tetap menjadi musuh selamanya.
Dalam kecamannya terhadap kunjungan kapal-kapal Iran itu, JEM menyebut hal itu telah mengecewakan negara-negara sekutu di kawasan Teluk sehingga Sudan terancam kehilangan bantuan dari mereka.
Menurut sebuah laporan IMF bulan September lalu, pemerintah Saudi telah menjanjikan bantuan senilai $240 juta untuk Sudan. Namun dari jumlah itu baru $80 juta yang sudah terealisir.
REF:
"Khartoum allowing Iran to establish ‘Red Sea base’"; JPost; 11 Desember 2012
No comments:
Post a Comment