Indonesian Free Press -- Saya pernah membaca sekilas tentang peristiwa sejarah "Christeros" di media massa nasional kesayangan orang-orang "liberal idiot" Indonesia. Dalam tulisan tersebut disebutkan peristiwa itu sebagai pemberontak para petani terhadap pemerintah Mexico pada tahun 1920-an. Kini saya memahaminya dalam perspektif lain yang saya anggap lebih benar.
Yang sebenarnya terjadi adalah pemberontakan rakyat Mexico yang mayoritas adalah petani penganut Katholik yang sholeh, terhadap regim diktator penyembah berhala (freemason) President Plutarco Elias Calles. Fenomena seperti ini sebenarnya terjadi di sebagian besar belahan bumi, ketika rakyat, yang pada saat itu masih sangat taat beragama, melakukan pemberontakan terhadap regim-regim yang dipimpin oleh para penyembah berhala yang terbungkus dalam organisasi-organisasi freemason. Adapun organisasi-organisasi penyembahan berhala tersebut bisa berupa organisasi "komunis", hingga "theosofi" yang pernah diikuti oleh para pemimpin Indonesia selama masa pergerakan nasional.
Setelah menduduki jabatan presiden tahun 1924, Plutarco Elias Calles menunjukkan jatidiri yang sebenarnya yang anti-agama dengan melakukan penindasan besar-besaran kepada para pemimpin agama (pendeta) berupa penangkapan, penyiksaan, pembunuhan dan penghancuran gereja-gereja. Rakyat Mexico pun, dengan dipimpin para pendeta, melawan dengan mengobarkan pemberontakan bersenjata besar-besaran hingga menelan korban puluhan ribu pasukan pemerintah dan rakyat Mexico. Pemberontakan ini berhasil memaksa pemerintah menghentikan penindasannya dan melakukan kompromi terhadap tuntutan rakyat.
Meski peristiwa ini sengaja disembunyikan oleh regim Mexico dan penguasa global, termasuk media-media "liberal idiot" Indonesia, gambaran sebenarnya dari peristiwa tersebut, termasuk latar belakangnya, bisa dilihat di film "For Greater Glory" yang telah dirilis tahun lalu dan kini tersedia di "Netflix".
Plutarco Elias Calles adalah seorang yahudi sephardin (yahudi Spanyol) anggota freemason tingkat 33rd degree. Dengan sebagian besar rakyat Mexico yang menganut agama Katholik dengan penuh ketaatan, Calles justru menganggap gereja sebagai "sumber kesialan" bangsa Mexico. Pada saat yang sama Mexico merupakan ladang yang subur bagi eksploitasi ekonomi besar-besaran para bankir dan kapitalis yahudi internasional seperti Rockefeller (menguasai industri karet), Goblentz (textil), Guggenheim (tambang), Hearst (alias Hirsch) yang menguasai 3 juta metrik acre tanah subur, serta Kuhn-Loeb (bankir dengan spesialisasi mendorong gerakan sosialis dan komunis di seluruh dunia).
Tidak lama setelah menduduki jabatannya, Calles dengan sangat janggal terkait jabatannya sebagai presiden, melancarkan revolusi terhadap rakyat sendiri dengan tujuan menghilangkan agama dari kesadaran kolektif rakyat Mexico.
"Kini kita harus melancarkan revolusi psikologis. Kita harus mengambil alih pikiran anak-anak dan generasi muda agar mereka menjadi bagian dari revolusi," kata Calles kepada para pendukungnya.
Pasukan Calles pun menutup sekolah-sekolah agama, membubarkan dan melarang kegiatan-kegiatan agama, ormas-ormas kristen dibubarkan, gereja-gereja dirampas negara atau dialih-fungsikan. Mereka juga mewajibkan anak-anak bersekolah di sekolah negeri, menjadikan ajaran atheis sebagai ajaran resmi dan melarang simbol-simbol agama untuk dipasang, bahkan di rumah-rumah. Lebih jauh Calles bahkan melarang penggunaan kata-kata dan kalimat yang berkonotasi ke-Tuhanan seperti "adios" (jika Tuhan berkenan).
Terakhir Calles melecehkan para pendeta. Seluruh pendeta harus memiliki ijin pemerintah. Beberapa propinsi melarang para pendeta untuk melakukan "dakwah", beberapa propinsi lainnya mewajibkan pendeta meninggalkan kebiasaan selibat (tidak menikah).
Msgr. Carvana, seorang pendeta terkemuka di Nuncio, melakukan protes pada tgl 12 Mei 1926 dan ia langsung dipecat dari jabatannya. Di seluruh penjuru negeri tokoh-tokoh agama dibunuhi, gadis-gadis yang keluar dari gereja diculik, diperkosa dan kemudian dibunuhi. Protes dilakukan juga oleh Msgr. Curley, Archbishop Baltimore, Amerika yang mengatakan:
"Calles menindas gereja karena ia tahu bahwa tindakannya disetujui Vatikan (sudah lama gereja ini dikuasi para penyembah setan). Pemerintah kita (Amerika) telah mempersenjatai para pembunuh Calles. Hubungan dekatnya dengan pemerintah kita telah membuatnya berani untuk melakukan petualangan keji, yaitu menghancurkan ide tentang Tuhan di dalam hati dan pikiran jutaan rakyat Mexico."
Atas aksi-aksinya tersebut pada tgl 28 Mei Calles menerima penghargaan Masonic Medal of Merit dari pemimpin tertinggi freemason di Mexico. Disusul kemudian dengan pernyataan pers tgl 12 Juli yang berbunyi:
"Masyarakat mason internasional menyatakan bertangungjawab atas apa yang tengah terjadi di Mexico dan kini tengah mempersiapkan diri untuk memobilisasi semua kekuatan untuk mendukung program yang tengah berjalan di negeri ini."
Pada tgl 26 Juli 1926 seorang penjaga toko yang sudah tua ditembak oleh 2 polisi berpakaian preman. Penyebabnya adalah karena orang tua tersebut memasang tulisan berbunyi "Viva Cristo Rey!" atau "Hidup Jesus Sang Raja!".
Rakyat Mexico melakukan aksi demonstrasi damai besar-besaran memprotes tindakan polisi tersebut, selanjutnya mereka melakukan aksi boikot terhadap perusahaan-perusahaan negara yang menimbulkan kerugian besar, dan terakhir mereka mengajukan petisi protes yang ditandatangani oleh 2 juta orang (penduduk Mexioco saat itu 15 juta orang). Cellas membalas aksi-aksi damai tersebut dengan senapan mesin. Para martir pun berjatuhan.
Pada bulan Januari 1927 rakyat Mexico bangkit melakukan perlawanan bersenjata. Awalnya 20.000 milisi Katholik bersenjata dan berkembang menjadi 50,000 pada tahun 1929). Mereka hanya bersenjata ringan, sebagian besar hanya berupa senjata tajam, namun seluruh rakyat mendukung mereka. Lagu mars yang mereka kumandangkan berbunyi:
"Kami berseribu, kemudian 5.000, kemudian lebih! Semua orang bersiap seolah akan pergi memanen.... Kami iklas untuk mati, marah atau tidak, namun mati demi Christus."
Pemerintah memobilisasi 100 ribu tentara untuk menumpas pemberontakan, dengan perlengkapan dan senjata yang dikirimkan Amerika. Pertempuran pertama pun menjadi ladang pembantaian para petani.
"Mereka lebih mirip sebagai peziarah daripada prajurit. Ini bukan pertempuran melainkan perburuan," kata seorang perwira militer. Presiden sendiri sesumbar: "Mereka akan ditumpas dalam waktu kurang dari 2 bulan."
Namun keadaan justru berbalik, rakyat yang penuh semangat jihad dihadapi oleh tentara korup dan malas, yang menghabiskan sebagian hidupnya menenggak "tequila" dan menghisap. Pada tgl 15 Maret tentara pemerintah menderita kekalahan di San Julian dengan korban tewas di antara mereka mencapai 600 orang. Pada bulan November, atase militer Amerika mulai khawatir dengan perkembangan di lapangan terutama setelah sekitar 40% dari pemberontak yang disebutnya sebagai kaum "fanatik" telah dilengkapi dengan senapan Mausers rampasan dari tentara pemerintah.
(BERSAMBUNG)
Sambungan bisa dilihat disini: http://cahyono-adi.blogspot.co.id/2013/05/christiada-sejarah-besar-mexico-yang_18.html#.WsJLhNRuZdh
REF:
"20th Century Mexico's Catholic Uprising"; Olivier Lelibre; henrymakow.com; 15 Mei 2013
No comments:
Post a Comment